Tak terasa hari berlalu cepat, dan sekarang sudah memasuki malam Jumat yang entah ke berapa. Itu tandanya Riana, Hafisa, Gitta dan Athena akan melakukan 'ritual' malam Jumat mereka lagi; Pengakuan Dosa.
Jam di dinding menunjukkan pukul 8 lewat lima belas menit di malam hari. Hafisa duduk di ruang tengah, menonton sebuah acara yang sedang dimainkan di televisi. Menunggu Riana yang sedang memasak mie rebus untuk ia nikmati sambil menonton teve bersama. Sedangkan Gitta sedari tadi berjalan kesana-kemari di dalam rumah, terlihat kebingungan mencari sesuatu. Hafisa menghitung ini sudah ketiga kalinya Gitta berjalan di depannya.
Tepat di saat Riana keluar dari dapur dengan sebuah mangkuk di tangannya, Gitta juga keluar dari kamar mereka dengan muka masam. Menyadari raut muka sepupunya yang paling tua itu tidak enak, Hafisa pun memberanikan diri untuk bertanya.
"Lo kenapa, Git? Kok cemberut gitu?"
Gitta menggeleng kecil, mengambil tempat duduk di samping kanan Hafisa. "Engga," jawabnya singkat sembari membenarkan posisi jedai yang ada di rambutnya.
Riana yang duduk di lantai pun menoleh ke arah Gitta. "Sweater kesayangan lo dipake lagi sama Athena?"
Perempuan berkacamata itu lagi-lagi hanya menjawab dengan sebuah gelengan kepala. Mungkin lagi PMS, batin Riana. Perhatian mereka kini tertuju pada layar televisi berukuran 24 inci yang ada di depan mereka. Sampai sekarang Athena belum juga pulang, entah pergi kemana. Hanya Tuhan yang tahu kemana gadis yang terkenal dengan kebiasaan joroknya itu pergi.
Baru saja Riana berniat bertanya kepada Gitta dan Hafisa tentang Athena, mereka mendengar suara pintu rumah yang dibuka. Membuat ketiga gadis itu langsung mengalihkan pandangannya dari teve. Tak lain adalah Athena yang baru saja sampai, seragam sekolah masih melekat di tubuhnya dengan sebuah jaket yang terikat di pinggangnya yang kecil.
"Kenapa pada ngeliatin?" ujar Athena, melepas sepatu dan meletakkannya di sebuah rak sepatu dekat pintu.
"Dari mana aja lo?" tanya Hafisa. Baru saja Athena membuka mulut, Hafisa sudah berbicara lagi. "Jangan-jangan lo abis clubbing ya?!"
"Eh, bocah,"-Athena menarik rambut Hafisa yang dikuncir dengan pelan-"Liat dong ini jam berapa! Kalo ngomong sembarangan banget sih, orang gue abis dari rumah temen juga."
"Ih, gak usah pake narik-narik rambut orang juga!" Hafisa menepis tangan Athena.
"Makanya gak usah sembarangan nuduh orang!"
"Siapa juga yang nuduh." Hafisa menyilangkan kedua tangan di depan dadanya, lalu membuang muka.
Batu ya ini bocah tengil, gerutu Athena dalam hati. Kesabarannya sudah habis, dan ia tidak bisa menahan untuk menarik rambut Hafisa lagi-kali ini sedikit lebih kencang. Membuat gadis berponi itu berteriak lebih kencang dengan suaranya yang cempreng.
"Astaga!" seru Riana frustasi. Baru saja ia berniat menyuapkan mie ke dalam mulutnya, namun tertahan akibat mendengar teriakan Hafisa. "Kalian kaya anak kecil banget, sih! Hal kecil aja diributin."
"Dia duluan yang narik rambut gue!" seru Hafisa tidak terima.
"Lagian lo jadi orang ngeselin banget!" balas Athena tak kalah cemprengnya.
"Hal kecil aja diributin," gumam Gitta pelan, memutar kedua bola matanya. Seketika kedua matanya terbelalak saat menyadari sesuatu. "Eh, Na, itu jaket siapa yang lo pake?"
Athena melirik jaket yang terlilit di pinggangnya. "Gak tau. Gue pake aja, abis jaket gue dicuci semua," jawabnya enteng.
"Balikin jaketnya!" Gitta menarik jaket varsity hijau yang Athena pakai.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Quirky Records of Friday Night
Teen FictionFour girls, one house. Apa jadinya kalau empat orang gadis remaja yang sedang having the time of their life diletakkan di dalam satu rumah? Piring kotor yang menumpuk, jemuran lembab yang terlambat diangkat, kain kusut yang menunggu untuk disetrika...