Pelipur Lara

277 21 8
                                    

Diujung langit menampakkan senja yang datang memancarkan warna jingga yang cemerlang seperti hangatnya sang mentari. Dibawah kolong langit, terlihat gadis cantik tengah termenung memeluk erat tubuhnya.

Caca menatap langit yang perlahan matahari terbenam berganti tugas dengan malam yang akan dihiasi bintang dan bulan.

" Mah.., ternyata gini ya rasanya...." ucapnya lirih menatap langit senja.

" semua ini gk pernah ada dalam bayangan kaka mah, kaka belum siap untuk menerima semua kenyataan ini" buliran bening menetes membasahi pipinya.

" kaka rindu mah...., kaka rindu pelukan hangat mama, kaka rindu mama yang selalu menenangkan kegelisahan hati kaka mah..!! Kenapa kebahagiaan kaka sama mama sesingkat ini? Kenapa Tuhan !!??" pekik caca frustasi mengacak rambut panjangnya yang terurai.

" Tuhan...., to...long...., caca masih butuh ma...maah..." isak tangisnya

" Tuhan, caca boleh minta mama untuk disini gak? Caca masih butuh mama untuk menjaga caca?" ucapnya lirih dengan tangisnya yang tak henti.

" Tuhan, kalo sesaat aja boleh gak? Caca kangen mamah..., sebentar aja Tuhan, kaka cuma mau peluk mama.., sebentar a..jaahh Tuhan..." tangisnya semakin pecah

"AARRGGGHHHH...!!!" Teriaknya dalam tangisannya sembari memukuli dadanya merasa sesak yang amat dalam.

Mendengar suara teriakan yang amat dikenalnya, chandra berlari menuju sumber suara itu. Tiba dipintu samping menuju taman kecil rumahnya chandra terhenti, ia melihat putrinya yang tengah menumpahkan segala rasa sakit yang disembunyikan caca ketika berada dihadapannya, tak terasa air matanya ikut mengalir membasahi pipinya.

Lidahnya terasa kelu, lututnya lemas tak sanggup menopang tubuhnya, chandra mengurungkan niatnya untuk menghampiri putrinya. Ia memberikan ruang untuk caca meluapkan sakit dan kerinduan yang disembunyikan putrinya itu daripadanya.

Chandra membawa tubuhnya menuju ruang tengah yang tak jauh darinya saat ini, dengan langkah yang tertatih ia berhasil hingga menjatuhkan dudukannya di sofa santai miliknya.

Dua manusia yang berbeda usia itu menikmati kesendiriannya, mencoba menenangkan isi kepalanya yang begitu berisik, dan sesak didadanya. Merelakan dan mengikhlaskan yang sangat berharga dalam hidup bukanlah hal yang mudah, butuh banyak waktu untuk beradaptasi dengan kenyataan yang semakin dikenang semakin terasa sakitnya.

"Hufffttt......" chandra menghembuskan kasar nafasnya memijat keningnya yang terasa pusing.

Permisi - suara seorang lelaki yang tengah berdiri dipintu rumahnya yang tak tertutup.

Chandra mengangkat kepalanya mengedarkan pandangannya tepat pada pintu utamanya yang sengaja memang tidak ditutup memudahkanya melihat siapa tamu yang datang itu.

" Ehhhh liaaan...." ucap chandra tersenyum manis bangkit dari duduknya menghampiri lelaki itu.

Chandra menyambut lelaki tampan, dan muda itu dengan penuh senyuman yang merekah diwajahnya. Lelaki yang dipanggil lian itu, mengambil tangan chandra dan menyaliminya dengan mengenakan permukaan tangan chandra ke keningnya.

" Om sehat?" tanya lelaki muda itu

" Sehat nak, Alhamdullilah" jawab chandra lembut, menepuk bahu lelaki itu.

" Lian turut merasakan duka yang mendalam yang dirasakan om dan caca, tapi lian yakin saat ini tante udah bahagia tersenyum disana tidak merasakan kesakitan lagi om" ucap lelaki itu menatap sendu chandra.

" Lian minta maaf baru bisa datang sekarang ya om..." sambungnya

Chandra terenyuh mendengar ucapan lelaki muda itu, terdengar biasa saja namun ia tersadar bahwa saat ini istrinya itu sudah bahagia, tidak merasakan kesakitan yang semasa ia hidup. Pasti senyuman wanita yang dicintainya itu sangat indah, tak seharusnya ia terus menerus meratapi semua ini, ia tak mau jika istrinya itu berat untuk tersenyum melihat dirinya yang masih terpuruk.

Memeluk KetidaksempurnaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang