Tata letak sama di bandar udara serta aroma perkotaan yang tercium pekat, akhirnya Adiva kembali ke ibu kota.
Roti keju dilapisi krim mentega yang digigitnya, merupakan sebungkus roti satu merek dengan di Songturnian. Hanya saja, ini cabang Bandar Udara Internasional Pountshing.
Adiva akui, segala macam cemas yang serupa dengan perasaan kala dirinya memutuskan untuk menghilang dari hadapan Embun saat itu telah memudar sejak meninggalkan D'Mwari. Namun, apa lagi-lagi ini merupakan sebuah pelarian?
Napas berat berembus, tapi perasaan ringan tidak ditemukan. Ternyata, berpisah dengan para penghuni rumah penginapan Nini bisa seberat ini rasanya.
Demi detik-detik terakhir bersama Adiva, sekitar dua jam yang lalu di D'Mwari, Janu menyempatkan diri untuk pulang sebelum kelas berikutnya dimulai; Moira mengambil izin terlambat; dan Lina merengek untuk bolos sekolah.
Berbeda dengan mereka bertiga, Goldy sama sekali tidak menerima keputusan Adiva untuk pergi. Hal itu terlihat jelas sebab dirinya menjadi muram, tidak ada keceriaan, bahkan tidak lagi bergabung untuk menyantap makanan di waktu yang sama.
Di depan pintu kamar Goldy, Lina bersedekap dada, bibirnya maju beberapa senti. "Berlebihan!" ia bergumam, "Aku yang sangat menyayangi nona peri saja nggak sampai sebegitunya. Dasar!"
Baru saja berniat untuk berlalu, Lina kembali terdiam tepat di saat pintu kamar terbuka tiba-tiba. "Mau ke mana?" Gadis ini menatap selidik pada seseorang yang sudah tampil rapi dengan setelan kasual.
"Ke mana lagi kalau bukan mengantar Adiva ke bandara?"
Sebelum lelaki itu melanjutkan langkah, Lina sudah lebih dulu menghalangi jalan dengan merentangkan tangan.
Goldy pun menunduk bingung. "Situasi apa ini?"
"Hentikan saja harapanmu. Nona peri dan pacarnya saling menyayangi."
Kepala ditelengkan. Goldy menyeringai, sempat ada kekehan samar di sana. "Bukannya kita berada di satu kapal yang sama, Lina?"
Lina mengatupkan bibir. Ia memang pendukung Goldy, tapi ini adalah rahasia besar yang seharusnya hanya diketahui oleh Adiva. Jangan bilang bahwa niatnya memang seterlihat itu sejak awal? Sungguh mengejutkan.
"Aku berubah pikiran. Aku nggak mau merusak suatu hubungan yang masih mereka perjuangkan bersama-sama," jelas tanpa bohong seraya berdeham tipis.
"Odyㅡ" Lina berkata lagi. "ㅡ'kalau memang harus mundur, aku akan mundur', tolong tepati kata-katamu itu!" Tungkainya langsung berlari meninggalkan sang tuan yang setia di tempat, sebelum bulu kuduk Lina berdiri tegak berkat aura kelam menyebalkan milik Goldy.
Semakin dekat dengan pintu luar, semakin kencang tawa Nini terdengar.
"Tenang saja! Akan kufotokan nanti, khusus untukmu," kata Moira di hadapan Adiva.
"Kalau begitu, aku mendoakan kemenangan untuk caturmu, Moira. Akan seperti apa ya, Janu dengan gaun mini?"
Yang namanya disebut, sontak menoleh kilat. "Adiva, sampai di Cranela nanti, jangan lupa untuk segera kirim surat pengunduran diri."
"Sudah kuserahkan kemarin, kok."
"Lantas, kenapa sikapmu yang sekarang malah hampir semenyebalkan Ody?"
Moira tertawa lebih kencang daripada Nini, bahkan sebulir air sampai keluar dari sudut mata.
Setelahnya, mereka memilih untuk berhenti menjahili Janu dan memulai pelukan singkat. Kemudian, diikuti Lina yang menyusup di antara ketiganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEMU ✔
Random[ LENGKAP ] D'Mwari, sebuah kota yang hangat, mengilas balik semua kenangan. Bukannya bertemu kembali dengan teman semasa sekolahnya dulu, Adiva hanya mendapati kebingungan. Dalam keheningan, ia merasakan sesak di dada kala sadar bahwa tidak ada j...