Bab 5. Sahabat yang Baik

1.1K 140 1
                                    

Elvi heran melihat Fira yang wajahnya selalu cemberut beberapa hari ini, dan dia pun bertanya, "Kamu lagi berantem sama dedemit itu?"

"Nggak," jawab Fira pendek. Fira tahu siapa dedemit yang dimaksud Elvi.

"Kamu ... ck, mamamu?" Elvi mengira Fira cemberut gara-gara ulah mamanya.

Fira menggeleng sambil merapikan baju seragam kerjanya.

Melihat sikap Fira, Elvi baru mengingat sesuatu. "Hm ... kapan kamu mulai magang?"

"Aku ditolak."

"Lho?"

Fira menarik kursi dan mulai mempersiapkan sarapan paginya, berupa roti tawar yang dia olesi dengan selai nanas. Wajahnya masih cemberut.

"Kok bisa?"

"Ya, begitulah."

Elvi duduk di depan Fira. "Pasti ada alasan, atau ... ada yang tiba-tiba masuk ... pilihan orang dalam?"

Fira menggeleng lemah sambil menatap roti di piringnya. Dia kurang berselera makan pagi ini, memikirkan keadaannya yang semakin rumit.

"Aku memarahi laki-laki yang sedang mengendarai mobil, yang hampir menabrak nenek tua—"

"Dan laki-laki itu adalah bos perusahaan."

"Ya." Fira mengangguk.

"Ya ampun, Firaaa."

"Aku sudah mengikuti induksi pagi itu dengan baik, tapi setelah melihat pak Edwin, aku yakin aku tidak akan diterima ... aku marah sekali waktu itu."

Elvi menghela napas panjang, menyesali apa yang dialami Fira.

"Arman sudah tahu?" tanya Elvi.

"Nggak," jawab Fira lemas, yakin pasti Arman kecewa.

"Jangan sampai dia tahu penyebab kamu ditolak, pasti kamu yang dia salahkan. Makanya jangan sok baik, makanya fokus sama magang dan jangan fokus dengan orang lain, makanya jangan pamer kebaikan, bla bla bla ... ini, 'kan akibatnya? Kamu nggak akan bisa mendapatkan pekerjaan yang bagus kalo begini, dan kata-kata yang menjengkelkan lainnya, lalu kamu masih saja berusaha memperbaiki keadaan. Sudah bisa aku tebak."

Fira dan Elvi sudah lama tinggal bersama, sejak awal kuliah, kira-kira empat tahun lamanya. Elvi berasal dari SMA di kota Lampung, dan Fira yang berasal dari Magelang. Keduanya bertemu pertama kali di kampus dan sedang mencari kamar kos. Merasa kompak dan saling pengertian, mereka yakin bisa tinggal bersama dalam satu kamar kos, juga lebih hemat. Tentunya Elvi sudah hafal apa yang dialami Fira di kesehariannya, sampai hafal keluhan-keluhan Fira tentang Arman. Bahkan Elvi sering membaca pesan-pesan yang menjengkelkan dari Arman di ponsel Fira jika sedang berselisih paham, karena dia tahu kode ponsel Fira, dan Fira sendiri yang memberitahunya.

"Ya, aku nggak mau memberitahunya."

"Duh, saking sayang dan cintanyaaa. Lalu bagaimana nasib magang kamu?"

"Aku akan meminta saran dari akademik, ya ... mungkin mengubah ke sistem penelitian, sebagai laporan akhir kuliahku. Seperti kamu, jadi nggak perlu ikut magang."

Orang KetigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang