Bab 184. Semua Bahagia

664 117 1
                                    

Seolah tidak percaya, Fira bertanya sekali lagi ke dokter yang memeriksa kandungannya bahwa anak yang dikandungnya berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan hasil pemeriksaan lewat usg, dokter tersebut tentu saja bisa memastikannya. Fira dan Edwin tersenyum lega karena apa yang mereka harapkan terwujud. Keduanya pulang dengan perasaan bahagia.

"Wow. Edwin! Kamu sudah membelikannya untukku?" teriak Fira senang karena melihat sebuah kotak sepatu yang diinginkannya berada di atas meja kecil di depan kamar.

"Ya, aku tahu kamu telah memilih sepatu jenis ini dan masih berada di dalam keranjang toko online di ponselmu, lalu aku suruh Nia membelikannya kemarin di toko, dan dia mendapatkannya."

Fira tertawa senang, dan dia langsung mencobanya.

"Edwin, ini pas sekali, aku melihat orang-orang di sosial media membicarakan tentang kenyamanan sepatu ini untuk ibu-ibu hamil sepertiku, dan sepatu ini juga nyaman dipakai ke mana saja."

Fira berjalan dengan mengenai sepatu itu ke sana ke mari dan dia tampak lebih bertenaga.

"Makasih, Edwin. Sepatu ini sudah berada di dalam keranjang selama satu minggu. Aku suka sekali."

Edwin mengulum senyumnya, lalu memeluk Fira erat-erat. "Bagaimana jika kita merayakan kebahagiaan ini, anak kita perempuan dan sepatu barumu."

"Ya, tentu saja." Fira meraba bibir Edwin sambil menatap wajah Edwin yang sedikit berubah.

"Di mana?" tanya Edwin.

"Di sofa?"

Edwin mengangguk semangat. Lalu keduanya berciuman hebat di depan pintu kamar, berjalan menuju tempat tidur. Edwin dengan pelan membimbing Fira rebah lebih dulu sambil terus berciuman.

"Kenapa di atas tempat tidur, Ed? Aku ingin di sofa," tanya Fira.

"Lebih nyaman di sini. Hmmm." Edwin kembali melumat bibir Fira dan Fira membalasnya dengan semangat.

"Yang pelan, Ed."

"Tentu saja aku akan melakukannya dengan pelan. Aku nggak mau buru-buru."

"Tapi kalo sudah mau puas, kamu selalu buru-buru."

"Iya dong. Kamu mau lebih dulu?"

Fira ragu mengangguk.

"Hei, kenapa? Belum terangsang?"

Fira mengangguk lagi.

Edwin tersenyum, tentu saja Fira belum sepenuhnya menginginkan karena mereka belum lama melakukan pemanasan.

Edwin kembali melumat bibir Fira, kali ini dengan sangat lembut disertai gumaman. Tangannya aktif melepas kancing atasan Fira. Setelah setengah terbuka, tangan Edwin menyelip ke bra di balik kemeja Fira, dan meremas lembut buah dada yang menyembul.

"Ah." Barulah Fira merasakan rangsangan, terutama saat dua jari Edwin memainkan puting dadanya.

Edwin lalu memberi kecupan hangat di leher Fira, dan Fira tanpa sadar menaikkan kedua kakinya menekuk dan mengangkang lebar.

Edwin menarik kepalanya dar leher Fira, menatap Fira dengan wajah sayunya, bertanya, "Sekarang?"

Fira mengangguk lemah.

Edwin membasahi bibirnya sejenak, memamerkan lidah kasarnya ke Fira.

"Ayo, Ed. Aku mau sekarang," ujar Fira yang tampak tidak sabar.

Edwin turun ke bawah tubuh Fira sambil mengecup dada dan perut Fira yang masih tertutup pakaian. Kemudian dia menyingkap bawahan Fira hingga ke atas dan menurunkan celana dalam lalu melepasnya dari kaki Fira.

"Oooh." Fira mendesah saat kepala Edwin sudah terbenam di selangkangan, lidahnya menjilat miliknya yang basah.

Baru saja merasakan kenikmatan dijilat, tiba-tiba pintu diketuk dari luar. Tentu saja Fira menyuruh Edwin berhenti.

"Tanggung, Fira. Biarkan saja."

"Edwin. Itu Kim dan Liam."

Terdengar sayup-sayup rengek tangis Liam.

Edwin mau tidak mau berhenti, dan Fira sibuk memperbaiki pakaiannya.

Setelah melap-lap mulutnya dan merapikan pakaian seadanya, Edwin beranjak dari tempat tidur dan melangkah menuju pintu kamar. Fira mengikutinya dari belakang.

"Maaf, Pak. Liam rewel dan katanya mau mama, sambil nunjuk pintu kamar," ujar Kim dengan wajah bersalahnya. Dia tahu mama dan papa Liam yang sedang beristirahat di dalam kamar mereka dan mereka yang tidak mau diganggu.

"Ya, nggak apa-apa." Edwin tersenyum ke arah Liam yang digendong Kim, lalu dia mengambil Liam dari Kim.

"Kenapa, Kim?" tanya Fira yang baru berdiri di belakang Edwin.

"Rewel aja, nggak panas kok," jawab Edwin, lalu dia mereka mengizinkan Kim untuk pergi.

Fira tersenyum melihat Liam yang anteng berada di gendongan papanya. Anak itu tersenyum menyeringai ke arahnya, dan tidak lagi rewel.

Lalu mereka bertiga rebah di atas ranjang dan Liam yang duduk di antara mama dan papa.

"Dia yang nggak sabar lagi bertemu adiknya," gumam Edwin ke Liam yang jari-jari mungilnya menunjuk-nunjuk perut Fira sambil mengoceh tidak jelas.

"Baru kali ini aku diganggu," gumam Fira sambil mengulum senyumnya. Dia sudah terangsang hebat dan ingin sekali bersenang-senang sampai puas, tapi terkendala Liam yang merengek dan masih terlihat sisa air mata di pipi gembulnya.

"Tenang, Fira. Kita tunggu saja sampai dia tertidur lelap. Kita bisa lanjut," ujar Edwin sambil mengusap-usap kepala Liam yang sekarang rebah di dadanya.

"Berarti kita memang harus melakukannya di atas sofa, Edwin."

"Ya, tadi kamu bilang begitu. Tapi aku malah membawamu ke atas tempat tidur."

Keduanya saling lempar senyum dan Liam yang akhirnya tertidur.

***

Kabar bahagia datang bertubi-tubi, Elvi telah mengandung setelah mengalami keguguran di kehamilannya pertama. Dia sudah kembali ke Jakarta dan tidak sedih lagi. Kini kehamilannya memasuki bulan keempat. Sahabat Fira lainnya, Rubi, juga telah melamar kekasihnya yang bernama Erica, dan tidak lama lagi mereka akan menggelar pernikahan. Mereka bertiga bertemu di acara tujuh bulanan Rina di rumah Rina. Ketiganya saling berpelukan dan menangis haru bahagia.

"Ya ampun. Senang banget hatiku melihat kalian yang sudah hamil hamil begini. Aku jadi kepingin hamil jugaaa," seru Rubi centil sambil mencubit gemas pipi Fira dan Elvi bergantian.

"Kamu kepingin hamil atau menghamili, Rubi. Ingat kodraaat!" cecar Elvi yang masih menangis, tapi wajahnya ceria.

Rubi tertawa renyah, tingkahnya memang terkadang seperti perempuan.

"Iya. Nanti jangan lupa kasih tips bagaimana caranya agar Erica bisa hamil segera."

"Belum menikah sudah mikirin hamil, Rubi. Gimana sih?" sela Fira.

"Maksudku setelah menikah, Fira."

"Ya, mesti begitu, Rubi. Jaga diri dan jangan sampai kayak aku," bisik Fira, menyinggung masa lalunya yang sangat berat.

Rubi mengusap-usap bahu Fira, dia tahu Fira sudah menyadari kesalahan terbesarnya. "Baik, Bu Fira. Saya akan jaga diri," balasnya dan merangkul bahu Fira hangat.

Tak lama kemudian, acara inti sudah dimulai. Rina sudah ke luar dari kamar bersama kedua orangtuanya, dan Dani yang ikut mendampingi. Semua tamu menyaksikan dua keluarga yang sedang berbahagia.

Bersambung

Orang KetigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang