23| Curiga

286 39 15
                                    

Septian mengerjap sebentar dan sontak terbangun dengan gelagapan saat jam di dinding menunjukkan pukul lima pagi. Septian langsung duduk dan mengusap wajahnya dengan bingung. Septian menghela napas panjang, ia baru ingat bahwa semalam dirinya ketiduran bersama Carissa di kamar milik nenek Carissa ini.

Tidak. Septian dari Carissa tidak melakukan apapun. Semalam, setelah sekitar lima menit berciuman, Septian dan Carissa bercerita dan ngobrol kecil sambil rebahan di kasur hingga mereka ketiduran di sana. 

Septian celingukan karena sudah tidak menemukan Carissa di sampingnya. Septian segera turun dari kasur dan mengambil ponselnya yang tergeletak di meja kecil dekat piano. Septian mendesis pelan saat melihat di layar ponselnya yang sudah hampir mati karena batrenya yang tinggal tiga persen itu ada banyak notifikasi panggilan dari Zifa.

Pasti Zifa sangat khawatir dan cemas karena semalam Septian tidak pulang. Sambil mematikan ponselnya dan menyakunya, Septian segera bersiap karena ia harus pulang secepatnya. Saat Septian tengah buru-buru memakai kaos kaki dan sepatunya, pintu kamar itu tiba-tiba terbuka dan Carissa berdiri di ambang pintu sambil tersenyum.

"Kamu sudah bangun, sayang?"

"Kita harus pulang sekarang, Sa."

"Pulang?" Carissa sontak mengerutkan keningnya dan berjalan mendekati Septian. "Ini hari minggu, kamu lupa? Lagian ini masih terlalu pagi dan di luar benar-benar masih dingin."

Septian menggeleng pelan. "Aku ada janji hari ini." alibinya.

"Kamu gak mau mandi dulu? Kita harus sarapan dulu, sayang."

Septian tetap menggeleng kukuh. "Gak usah, Sa. Aku benar-benar buru-buru sekarang."

Carissa menghela napas pelan dan duduk di samping Septian sambil mengelus pelan lengan pria itu. "Seberapa penting urusan kamu sampai kamu bahkan belum cuci muka, Septian?"

"Lebih penting dari apapun."

"Lebih penting dari aku?" tatap Carissa.

Septian balik menatapnya. "Sa—"

"Ya sudah, ayo pulang sekarang."

• • •

Carissa benar-benar di buat ketakukan. Ia sampai beberapa kali memejamkan matanya sambil meremas sabuk pengamannya dengan kuat saking takutnya karena Septian mengendarai mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata.

"Pelan-pelan, Septian. Aku takut."

"Merem aja kalau takut. Maaf, aku benar-benar harus ngebut, Sa."

Carissa akhirnya memilih memejamkan matanya sambil meringkuk karena dari sorot mata Septian yang serius itu, ia seperti tidak bisa di ganggu dan ia memang benar-benar sedang buru-buru.

Entah bagaimana Septian mengedarai mobilnya. Dengan jarak tempuh dari vila ke rumah Carissa yang seharusnya menghabiskan waktu empat jam itu, Septian menempuhnya dengan waktu hanya dua jam saja.

Carissa menghela napas panjang sambil memegangi dadanya saat Septian akhirnya menghentikan mobilnya tepat di depan gerbang rumah Carissa.

"Maaf ya, Sa." tatap Septian saat mendapati wajah Carissa masih ketakutan.

Carissa mengangguk paham. "It's okay. Ya udah ini kamu beneran langsung pergi?"

Septian mengangguk.

"Ya udah hati-hati. Jangan ngebut-ngebut lagi." pesan Carissa sambil mengecup pipi Septian.

"Iya. Sekali lagi maaf ya,"

"Iya, santai aja lagi." ujar Carissa sambil tersenyum, memberi isyarat bahwa dirinya baik-baik saja, hanya sedikit khawatir.

Sadar Septian sedang terburu-buru, Carissa segera turun. Sesaat setelah melambaikan tangan pada wanita itu untuk berpamitan, Septian kembali tancap gas dan Carissa hanya bisa menghela napas pelan saat melihat mobil yang Septian kendarai kembali melaju dengan kecepatan tinggi.

My Om Husband || Heerina [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang