02| Mencoba Menerima

547 51 4
                                    

Septian memejamkan kedua matanya saat merasakan tegukan alkohol melewati tenggorokannya. Septian memijat keningnya yang sudah mulai terasa pening. Tangannya bergerak menuang alkohol kembali pada gelasnya yang sudah kosong, namun sebuah tangan menghentikannya.

Septian menoleh sambil berdecak. "Apasih lu ah!" protesnya.

"Gue tau lo lagi kacau, tapi jangan nyiksa diri lo kek gini, Yan."

"Tumben amat sih lu nasehatin gue, Han. Biasanya juga lu yang ngajakin gue mabok." ujar Septian dengan suara yang sudah mulai terbata-bata.

Farhan menghela napas pelan. "Lu kan udah janji buat gak mabok lagi. Lu gak inget sama mama lu?"

"Ini terakhir, Han, sebelum gue jalanin hari-hari gila gue." gumam Septian. "Udah sini. Gue mau teler pokoknya malam ini."

Farhan akhirnya hanya bisa diam saat Septian sudah merampas kembali botol alkoholnya dan menuangkan alkohol itu dalam gelasnya lalu meneguknya. Begitu seterusnya.

Farhan cukup merasa bersalah sekarang. Dulu Septian adalah pria baik-baik yang sangat anti dengan alkohol. Jangankan alkohol, rokok pun Septian menghindarinya. Tapi sejak hidup Septian mulai di terpa banyak masalah, Farhan mengenalkannya dengan alkohol dan dunia malam.

Terhitung sudah hampir dua tahun Septian mengonsumsi alkohol. Kemarin ia sempat berhenti sekitar empat bulan namun saat ia di paksa melakukan perjodohan gila ini, Septian kembali seperti ini. Mirisnya, mamanya Septian sama sekali tidak mengetahui hal ini dan selalu menganggap Septian adalah pria baik-baik seperti sebelumnya.

Meskipun tidak separah dirinya yang sudah sampai mem-booking wanita bayaran, tapi Farhan tetap saja merasa bersalah. Septian masih perjaka meskipun ia hampir tiap weekend selalu keluar masuk club malam.

"Hueekk!"

"Woi, Yan, jangan muntah di sini lu! Udah-udah berhenti ah!"

Farhan langsung menjauhkan botol-botol alkohol yang berjumlah delapan buah itu dari hadapan Septian. Septian menjatuhkan kepalanya di atas meja dengan mata yang sudah terpejam rapat.

Farhan geleng-geleng kepala melihat delapan botol alkohol itu yang isinya hanya tersisa satu setengah saja. Malam ini adalah rekor paling gila Septian. Biasanya paling banyak Septian minum hanya dua botol.

"Yan, lu masih sadar kan?" Farhan menepuk-nepuk pundak Septian.

Septian tidak menjawab.

"Yan, gue anterin pulang ya?" tawar Farhan sambil melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan hampir pukul dua malam.

"Hm." Septian hanya bergumam pelan.

"YA? GUE ANTERIN PULANG. LU DENGER KAN?" Farhan akhirnya berteriak tepat di samping telinga Septian karena meskipun mereka berdekatan, suara Farhan kalah dengan suara musik yang memenuhi ruangan club itu.

Septian menggeleng pelan.

"Terus mau tidur di mana?"

"Hm."

"APASIH HAM HEM HAM HEM AJA, YANG JELAS NYING!" Farhan mulai emosi. Kalau saja Septian tidak sedang mabuk, mungkin Farhan sudah menoyor kepalanya.

Septian kembali diam.

Sambil membuang napas kasar, Farhan akhirnya memapah tubuh Septian dan membawanya keluar dari dunia haram itu. Farhan berencana membawanya pulang ke rumahnya saja karena urusannya bisa gawat kalau sampai mamanya Septian tahu kalau anak semata wayangnya itu tengah mabuk berat.

• • •

Zifana Mazaya Putri. Gadis yang usianya masih belum genap sembilan belas tahun itu menatap pantulan dirinya di cermin sambil melamun. Zifa merasakan semuanya seperti mimpi. Ia tidak pernah mengira dirinya harus menerima perjodohan di usia yang terbilang masih belia. Zifa bahkan belum lulus SMA, ia masih akan melaksanakan ujian akhir sekolah bulan depan.

My Om Husband || Heerina [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang