01| Perjodohan

647 54 7
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"POKOKNYA ZIFA NGGAK MAU NIKAH SAMA OM-OM ITU, TITIK!"

Septian Mahendra, pria berusia tiga puluh empat tahun itu mengorek kupingnya sambil menghela napas malas. Ia mendongak, mendengar dengan seksama pertengkaran yang terjadi di lantai atas.

Wisnu, paman Septian yang duduk di sampingnya itu pun mengulurkan tangan, mengelus punggung Septian, mencoba menenangkannya. "Gakpapa. Ini masih permulaan. Nanti lama-lama dia juga bakalan suka sama kamu."

"Harus ya ada drama kayak gini, Om? Males banget. Apa gak lebih baik kita batalin aja?"

"Ya jangan lah. Enteng banget main batalin aja. Kamu sabar dulu, Yan. Zifa kan memang masih labil, jadi kamu harus bisa ngertiin sikap dia."

Septian menghela napas panjang.

Mengerti? Septian bahkan selama ini hampir tidak pernah berusaha mengerti perasaan apalagi sikap seorang wanita, selain mamanya.

"Tapi Tian benar-benar-"

"Sstt!"

Septian langsung diam saat Wisnu tiba-tiba menepuk pahanya. Septian menoleh ketika melihat seorang pria paruh baya menuruni tangga. Di lantai atas masih terdengar ricuh, suara isak tangis gadis bernama Zifa itu masih terdengar jelas di telinga Septian, membuatnya benar-benar muak.

"Bagaimana, Sen?"

Seno, selaku ayah Zifa menghela napas sembari mendudukkan tubuhnya di sofa, berhadapan dengan Wisnu dan Septian. "Gakpapa, Nu. Anakku cuma sedikit kaget karena aku tidak pernah memberitahukan ini sebelumnya. Aku akan membujuknya."

"Tapi apakah ini tidak terkesan memaksa, Pak Seno? Saya tidak mau ada pemaksaan di dalam pernikahan ini."

Seno menggeleng sambil tersenyum. "Tentu saja tidak, Nak Tian. Kamu tenang saja, serahkan ini pada saya. Zifa pasti akan menikah dengan kamu."

Septian mengusap wajahnya, pasrah.

Sementara Wisnu terkekeh dan menepuk-nepuk pundak Septian. "Nggak usah cemas, Yan. Kamu kayaknya takut banget nggak bisa nikah sama Zifa."

Septian langsung melirik pamannya itu sambil mengangkat sebelah alisnya, meminta penjelasan atas ucapan Wisnu yang tak beralasan.

Takut katanya? Aku mengenalnya saja tidak pernah!

"Jangan ngelirik kayak gitu ah, Om jadi takut." bisik Wisnu, menggoda Septian.

"Jadi selanjutnya bagaimana, Sen? Perjodohan ini tetap sesuai dengan rencana sebelumnya atau menunggu keadaan putrimu membaik dulu?" tanya Wisnu.

"Tetap pada rencana kita sebelumnya." ujar Seno kukuh.

"Baiklah. Berarti deal ya kita besanan?" Wisnu mengulurkan tangannya sambil tertawa.

My Om Husband || Heerina [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang