10| Drama Bolu Pandan

393 51 28
                                    

Septian baru pulang dari kantor sekitar jam setengah lima sore. Seperti biasa, tidak ada apa-apa di rumahnya. Hanya ada istrinya yang bocil itu sedang rebahan sambil nonton drakor kesayangannya.

Zifa mengubah posisinya menjadi duduk saat melihat Septian melangkah masuk. "Mas, mau makan apa?" tanya Zifa.

Septian tak lekas menjawab. Ia melepas sepatunya dan menggantinya dengan sandal rumah kemudian duduk bersebrangan dengan Zifa.

"Ada apa di kulkas, Dek?"

"Cuma ada sawi, bayam, sama telur tiga biji."

"Seriusan?"

Zifa mengangguk pelan. "Sini deh kasih duit, Zifa belanjain di supermarket sebelah." ujar Zifa sambil menyodorkan telapak tangannya.

"Mas capek banget tapi, Dek."

"Terus?"

"Kita makan di luar aja gimana?"

Zifa mengangguk-angguk pelan. "Oke."

"Yaudah, Mas mau mandi dulu kalo gitu. Kamu ganti baju sana, masa mau pake baby doll gitu? Kayak pembantu sumpah." ujar Septian sambil beranjak dari sofa.

Zifa langsung melotot, menyorot Septian yang sedang berjalan menaiki tangga itu dengan tajam. "Pembantu-pembantu gini istrimu loh, Tuan Septian Mahendra yang terhormat." cibir Zifa kesal.

Septian tersenyum simpul, tak merespon ucapan Zifa.

Ternyata mengakui juga kalo udah jadi istri.

Keseharian Septian dan Zifa masih tidak jauh berbeda dari sebelumnya. Bertengkar sambil saling ngatain seperti sudah jadi hobi keduanya, walau sudah tidak separah dulu waktu awal-awal menikah. Kalau sekarang tuh lebih kayak 'berantem buat caper' gitulah intinya.

Zifa tidak melakukan apapun selama Septian tinggal ke kantor. Ia hanya bersih-bersih sekedarnya setelah itu rebahan seperti orang tidak berguna. Sebenarnya Zifa sudah ngotot pengen masak tapi di larang keras oleh Septian karena gadis itu benar-benar masih ceroboh.

Untuk sarapan, biasanya Septian yang masak atau beli nasi pecel di abang-abang yang biasa lewat depan rumah. Untuk makan siang, Septian makan di kantor sedangkan Zifa cod dari rumah dan untuk makan malam, Septian menyuruh Zifa menunggunya pulang dari kantor dan mereka akan masak bareng, itung-itung sambil ngajarin Zifa masak.

Kadang Zifa merasa capek, seperti tidak ada gunanya jadi istri. Tapi Septian yang nyebelin itu suka parno dan khawatir yang enggak-enggak, jadi ya Zifa hanya bisa iya-iya saja.

Sekitar jam enam lebih lima belas menit, Zifa sudah stand by di teras depan rumah. Zifa menggerutu kesal karena Septian tak kunjung keluar padahal tadi Septian yang uring-uringan nyuruh Zifa buat cepat-cepat. Sekarang malah Septian sendiri yang lambat.

"Loh, kamu nungguin Mas, Dek?"

Zifa bersedekap sambil menatap suaminya yang baru keluar itu. "Gak! Nungguin alien jatuh dari langit!" sewot Zifa.

Septian terkekeh pelan. "Yaya, maaf, barusan perut Mas mules banget, hehe."

"Yaudah ayok. Keburu malem."

"Iya-iya, sabar."

Sementara Zifa menunggu di teras, Septian pun berjalan menuju garasi dan Zifa seketika mengerutkan keningnya saat melihat Septian mengeluarkan motor matic miliknya.

"Loh, bawa motor, Mas?"

Septian mengangguk. "Kenapa? Kamu gak suka?"

Zifa terdiam sejenak, kemudian mengangguk pelan. "Yaudah deh, gakpapa."

My Om Husband || Heerina [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang