Hari sudah hampir gelap. Septian berpamitan pada Ningrum untuk mengajak istrinya pulang. Ningrum hanya mengangguk pelan. Dari raut wajahnya, ia terlihat masih marah karena ini untuk kedua kalinya Septian membuat Carissa seperti ini. Seharian ini Ningrum bahkan tidak berhenti menangis karena kondisi Carissa benar-benar kritis setelah jatuh pingsan tadi.
"Saya dan istri saya benar-benar minta maaf, Tante." ujar Septian sambil berjongkok di hadapan Ningrum yang duduk di kursi.
"Cukup sekali ini, Septian. Setelah ini jangan pernah temui Carissa lagi. Lebih baik anak saya mati karena penyakitnya daripada mati karena kamu." ujar Ningrum tanpa melihat sedikit pun ke arah Septian.
Septian menghela napas pelan. Ia mengakui kesalahannya tapi Septian merasa bahwa sekarang ia sudah mengambil langkah yang tepat. Septian sekarang punya keluarga kecil yang tidak akan pernah bisa ia tukar dengan apapun. Ini bukan lagi soal nyawa Carissa, tapi soal istri dan anaknya.
Seharusnya, ini semua bukan tanggung jawabnya. Septian memang bersalah tapi ia tidak sepenuhnya salah. Toh, dulu Septian sudah beritikad baik untuk melamar Carissa tapi dirinya malah di perlakukan seperti itu. Jadi mulai sekarang Septian belajar untuk tidak peduli lagi.
Septian tidak mengucapkan apapun lagi. Septian meraih telapak tangan Ningrum dan menyalaminya kemudian berdiri. Septian lantas berjalan mendekati Zifa dan menggandengnya pergi dari sana.
Dari balik punggungnya, Septian dan Zifa bisa mendengar tangisan Ningrum yang kembali pecah. Zifa ingin menoleh, namun langsung di tahan oleh Septian. Sudah cukup, Septian tidak ingin melihat istrinya sakit lagi.
Sementara Zifa, sepanjang perjalanan keluar dari rumah sakit itu, dirinya terus melamun dan pikirannya benar-benar tidak karuan. Zifa tiba-tiba menghentikan langkahnya, membuat Septian ikut berhenti.
"Mas,"
"Kenapa, sayang?"
Zifa memutar tubuhnya dan mendongak, menatap suaminya itu. "Maafkan aku."
"Maaf untuk apa? Semuanya sudah selesai, jangan di ungkit lagi."
Zifa tiba-tiba memeluk Septian sambil menangis. "Aku gak bisa, Mas. Aku gak bisa kayak gini." isaknya.
"Gak bisa apa, Dek?"
Septian melepas pelukannya dan menangkup kedua pipi istrinya itu. "Gak bisa apa, hm? Katakan." tatap Septian.
"Aku nggak tega lihat Mbak Carissa seperti ini. Aku ngerasa bersalah, Mas. Kalau sampai Mbak Carissa tidak terselamatkan, kita sama aja jadi pembunuh."
"Hey, kamu ini ngomong apa sih, sayang?" Septian kembali mendekap Zifa dan mengusap punggung istrinya itu. "Kamu nggak perlu ngerasa bersalah. Mas ini suami kamu. Kamu nggak ngerebut Mas dari siapapun, termasuk Carissa."
Zifa menggeleng. "Bukan gitu maksud Zifa, Mas."
"Terus apa, Dek?"
"Kita harus bertanggung jawab."
"Bertanggung jawab apa?"
"Mbak Carissa kayak gini gara-gara kita, Mas. Untuk sementara waktu, Mas Tian temenin dia. Setidaknya sampai kondisinya membaik."
Septian langsung melepas pelukannya dan menatap Zifa, bingung. "Maksud kamu apa bicara kayak gitu? Sudah. Mas nggak ingin ada hubungan apa-apa lagi sama mereka."
"Mas," Zifa meraih pergelangan tangan Septian. "Ini soal nyawa, Mas. Nyawa. Mbak Carissa butuh kamu. Aku tahu ini sakit buat aku, Mas. Tapi aku masih punya hati nurani."
"Dek—"
"Aku mohon, Mas. Aku gakpapa. Kita nggak bisa tinggalin Mbak Carissa dalam keadaan seperti ini. Temani dia sampai keadaannya lebih baik, Mas. Pikiran aku benar-benar nggak tenang."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Om Husband || Heerina [END]
ФанфикSeptian Mahendra dan Zifana Mazaya Putri adalah sepasang suami istri yang kepribadiannya sangat bertolak belakang. Septian berusia 34 tahun dan Zifa baru menginjak 19 tahun. Septian begitu kaku dan tak banyak bicara namun Zifa sangat cerewet dan kek...