"Jangan anggap gue dia. Gue lebih suka dianggap diri sendiri."
***
"Lo gila?!"
Tampak Ray yang terdiam begitu hampir saja ia tertabrak mobil jika saja Anggi tidak mendorongnya bahkan luka di tangannya tak membuat cowok itu tersadar.
"Berdiri lo!" perintah Anggi yang sudah menganggap bahwa Ray gila. "Gila! Seharusnya lo mikirin diri lo sendiri. Jangan cuman terpaku sama orang yang jelas-jelas udah nggak ada. Selain gila lo juga bodoh! Bodoh karena udah nyia-nyiain waktu lo cuman buat ini. Dia nggak pengen liat lo kayak gini. Dia pengen lo melangkah maju dan menemukan kebahagiaan. Kalau lo kayak gini terus mungkin dia bakal kecewa sama dirinya sendiri. Sadar!"
Sekali lagi Ray terdiam bahkan disaat Anggi mengomelinya atau bahkan mencaci makinya cowok itu tidak peduli. Ia hanya merasa sesak. Masih belum bisa merelakan semua yang terjadi selama ini.
"Terserah lo. Gue capek," ujar Anggi menghela napas kasar bersiap untuk pergi jika tak melihat luka di tangan Ray. "Bahkan lo nyakitin diri sendiri."
Ia dengan cepat mengambil tangan kiri Ray yang tampak mengeluarkan darah. Ia merogoh saku celananya mengeluarkan sapu tangannya yang selalu dirinya bawa ke mana-mana.
"Lo obatin sebelum infeksi," ucapnya begitu selesai membalut luka Ray dengan sapu tangannya itu.
Lagi-lagi Anggi tak bisa pergi begitu Ray tiba-tiba memegang pergelangan tangannya, mencegahnya untuk pergi.
"Aku akan berusaha ... asal kamu bantu aku."
***
"Gila! Lo emang beneran udah gila, Ray! Bisa-bisanya lo mau bunuh diri cuman karena dia nolak lo."
Terjadi sebuah kebohongan di kantin lantai tiga begitu Ray selesai menceritakan kejadian yang kemarin dirinya alami. Sebenarnya ia tidak ada niatan untuk mengatakan kepada kedua sahabatnya, tetapi ia terpaksa begitu mereka berdua menatap luka di tangannya yang akhirnya terus-menerus mendesaknya untuk bercerita apa yang terjadi dengannya. Jika tidak, maka mereka akan terus mengusiknya.
"Ray, ingat. Dia bukan Aggi. Iya, wajah bahkan suaranya sama, tapi sikap dan penampilan mereka beda jauh. Coba lo liat. Aggi kita lembut, polos, feminim. Sedangkan dia? Dia cuek bahkan penampilannya aja nggak ada feminimnya sama sekali. Kayak preman apalagi pakai motor gede. Bukan Aggi banget."
"Jelas-jelas mereka adalah dua orang yang berbeda," tambah Aldo.
"Ray, lo denger kita nggak, sih?!" kesal Ando karena pasalnya sedari tadi sahabatnya itu sibuk makan dengan santai tanpa ada beban.
KAMU SEDANG MEMBACA
RayGi (Sequel ANGGIE)✓
Romans🌹Sequel ANGGIE🌹 "Aku mencintaimu, hari ini, esok, dan selamanya." *** Semenjak kepergian Aggi. Ray semakin dingin tak tersentuh bahkan irit bicara. Sudah banyak sekali cewek-cewek di kampusnya yang menembaknya, ia tolak dengan mulut pedasnya itu...