11. Usulan Emily

52 11 0
                                    

"Lepaskan infus ini," pinta Lio. Matanya masih sayu dengan bibir yang pucat, rahang tegasnya seolah tak lagi memiliki karismatik yang menawan, tubuhnya terlihat melemah. Kini dia sudah dipindahkan ke ruang VVIP setelah melalui masa kritisnya, Alma pun sudah tak ada di sana, dia harus kembali ke kantor setelah mendapat kabar dari sekretarisnya mengenai masalah itu. Hanya ada Emily, duduk tanpa mengatakan apa-apa, tuli dari kalimat Lio. "Kau melamun?" tegurnya dengan nada lirih.

Melihat Emily masih yak meresponsnya, Lio mendesah kecil sembari mengoceh. "Kau selalu mengatakan melamun adalah penyakit bawaan umur bagiku, tapi kini malah kau yang melamun." Lio lalu berniat berusaha sendiri untuk melepas selang infus di bawah hidungnya. Namun, tangan Emily sigap menahannya.

"Kau mau apa? Jangan konyol, kau masih membutuhkan infus itu. Aku juga tidak melamun, aku memikirkan banyak hal yang semuanya adalah tentangmu, tahu!"

Ada tarikan spontan di antara sudut bibirnya, Lio tak yakin Emily memperhatikan itu, tetapi dia rasanya lebih baik setelah mendengar itu. Berpikir, benarkah Emily memang mencemaskannya? Lio hampir melambung bersama khayalannya. Namun, mendengar kalimat lanjutan Emily membuatnya jatuh hingga dasar. "Jangan berpikir berlebihan, aku memikirkan ini karena perjanjian kita sebelumnya, bukan? Nah, mending kau pikirkan baik-baik kesehatanmu."

Senyum bak bulan sabit itu seketika menghilang, Lio bahkan sempat memanyunkan bibir. "Bagaimana kondisi tubuh Harold ini? Aku tak tahu bagaimana dia bisa mendapatkan penyakit begini."

"Sudah kukatakan Harold itu dulunya gila. Sewa wanita malam dan menghabiskan berbotol-botol minuman keras tiap malamnya. Makanya aku jadi sangat yakin setelah melihat tingkah konyolnya yang bertolak belakang dengan Harold yang kukenal," teramg Emily. Beberapa menit yang lalu setelah Lio sadar, Emily begitu senang. Namun, mengingat bagaimana perkataan dokter membuatnya tak bisa berpikir tenang. Lio bukan Harold dan Emily entah kenapa merasakan adanya getaran aneh saat berada di samping Lio.

Ada desahan napas pelan yang keluar dari mulut Lio, dia menerawang langit-langit lantas mulai berandai-andai. "Kalau memang pada akhirnya aku akan mati bersama tubuh Harold, dan kemungkinan besarnya memang begitu, tolong ikut keramasi mayat asliku," kata Lio tiba-tiba, mengingat tubuh aslinya masih terpenjara dalam peti mati. Untuk memenuhi persyaratan itu masih terlalu jauh untuk ditempuh sementara dia merasa mulai semakin sakit dan lemah.

Sentuhan lembut nan membuai berhasil memalingkan kesadaran Lio, belaian jemari di atas punggung tangannya, Lio menjadi menebak banyak hal dari itu. Suara Emily yang melembut lantas mulai terdengar. "Orang pesimis tak akan pernah menang, sebab dari awal pikirannya sudah berprasangka buruk lebih dulu. Lagi pula, kau ingat betapa takutnya aku setelah menyembunyikan mayatmu bukan? Kenapa kau membiarkanku untuk mengeramasinya juga? Kembalilah pada tubuh itu."

Benarkah yang tersenyum manis di hadapanku ini adalah Emily? Tidak, Emily yang biasanya selalu melotot. Mata Lio berkedip beberapa kali untuk menghilangkan rasa gugupnya yang begitu menyiratkan rasa terbuai. Namun, Lio pun tak bisa menutupi debaran jantungnya yang menari tak tentu arah.

"Sekarang kau menatapku lebih dari pertama kali mau melihatku, Lio. Kenapa, mau mulai tertarik dengan pesona Emily Kora?"

Lio tertawa sinis, memutar bola matanya malas lantas membuang arah pandangannya ke sembarang arah. Sial, dia tak boleh tahu bagaimana gugupnya hatiku sekarang.

"Sudah! Kalau tau bahwa kesehatanmu semakin menurun, harusnya kita harus bergegas segera. Aku bersungguh-sungguh saat mengatakan takut pada mayatmu itu, jadi aku tidak mau repot mengeramasinya, lebih baik kita mencoha mencari Alban!" Emily berseru dan melepas sentuhan tangannya pada Lio. Dalam pahatan wajahnya terbesit kemauan yang luar biasa.

Emily yang kukenal sudah kembali! Bukan lagi yang lemah-gemulai dan manis, tetapi Emily yang tegas dan suka melotot. Lio membatin, bibirnya dia lipat demi menghalau suara tawanya keluar. Dia pun tak memperhatikan perkataan Emily lagi.

Transmigration of Old Husbands [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang