Mobil Agler yang dikendarai Lio melaju cepat. Namun, Lio tak yakin lajunya melebihi laju degup jantungnya. Sejak kali pertama bertemu Emily, bahkan hanya mendengar namanya hari itu, hatinya sudah berdebar. Tatapan Emily menembus jiwanya, Lio merasa tenang ditatap oleh perempuan itu. Ketika dua mimpi aneh yang saling berkaitan itu muncul, Lio semakin dikungkung perasaan berapi-api. Lio hanya mengemudi dengan satu tangan, tangan sebelahnya menumpu di bawah dagu, menyalip kendaraan sana-sini. Sungguh, pikirannya telah melayang jauh.
Ada banyak kepingan adegan yang melintas dalam benaknya. "Yang kuingat pasti, hanya saat aku mendatangi penyihir itu, lalu ... sadar di tengah jalan dengan jas yang mewah. Itu saja sejujurnya sudah sangat janggal, ada sesuatu yang terlewat. Mereka semua, orang-orang baru yang tiba-tiba kukenal, aku merasa mereka tidak asing. Sebenarnya apa yang terjadi dengan hidupku? Apa sihir penyihir itu memang terjadi?" tanya Lio seorang diri. Karena pikiran tersebut, Lio akhirnya banting setir dan berubah haluan.
"Aku akan menemui penyihir itu dulu, lalu menemui Emily." Keputusan yang pada akhirnya membawa Lio menuju kediaman penyihir itu.
Berselang beberapa menit, Lio memarkir mobil itu di jembatan, suasananya lengang tak ada siapa-siapa. Lagi-lagi, perasaan dejavu mendatanginya, serasa dia sudah pernah datang ke sini dengan mobil. Dengan banyak rasa gugup, tetapi yang dominan adalah Emily, Lio tiba di ujung jembatan sebelum melintasi parit. Seperti dulu, pintu itu langsung terbuka dengan sendirinya. Lio masuk dengan hati-hati.
Sebuah suara tanpa tubuh menyapanya. "Halo, Anak Muda. Wah, kamu kembali dengan tampang baru."
Bukan gema suara tak bertuan itu yang membuatnya terkejut, tetapi isi dari kalimatnya. "Tampakkan dirimu."
Penyihir itu datang—lagi-lagi dengan semangkuk sup yang ditebak Lio adalah daging rusa—dan duduk di kursi. Lio pun turut duduk, mereka berhadapan. Sang penyihir menyuguhkan sup itu. "Makan."
"Kau akan memberiku jawaban untuk pertanyaanku jika aku memakannya?"
Penyihir itu mengangguk.
Suap demi suap dilahap Lio dengan tak sabar. Lio tak merasakan rasa apa-apa lagi, yang di pikirannya hanya tentang sesuatu yang hilang darinya. Sebelum Lio berkata lagi, si penyihir kembali menyahut. "Cintamu benar tertolak kalau begitu."
"Apa yang kau bicarakan?"
"Kau berhasil kembali."
Alis Lio bertaut, berusaha memahami ke mana arah pembicaraan penyihir itu, cinta dan kembali? Lio bergeming tanpa berucap lagi.
"Ah, kau tak mengingatnya sama sekali? Tidak mungkin cinta itu hilang, aku tebak memang hanya terhapus dari ingatanmu. Haruskah kukatakan dari awal?"
Terhapus dari ingatanku. Jadi benar? Sesuatu telah terjadi pada hidupku, tapi aku justru gak tau apa-apa.
"Aku tidak akan datang ke sini jika tahu semuanya. Siapa Emily?"
"Kau hidup dan ingatan yang hilang, cinta, lalu Emily. Kau masih tak memahaminya?"
Napas Lio memburu seketika, ada sesuatu yang menyesakkan dalam dadanya. Emily dan cinta. Jiwa Lio kini hanya berpusat di dua hal itu, mungkin sekarang Lio belum mengingat seutuhnya, tetapi sedikit demi sedikit mulai terbayang. Entah kenapa pun Lio langsung terhubung dengan apa yang diselipkan penyihir itu, bahwa memang ada cinta di antara mereka. Kini Lio memburu pintu dengan cepat, dia ingin bertemu Emily, dia ingin biar Emily saja yang memberikan penjelasan seutuhnya mengenai yang telah hilang dari tubuh Lio. Namun, selangkah sebelum pintu penyihir itu kembali meneriakinya.
"Hati-hati."
Lio berbalik dan menjawab, "Kau membuatku khawatir dengan kalimat itu."
"Ya, kau memang harus berhati-hati. Takdir buruk tak selalu bisa dihindari."
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigration of Old Husbands [TERBIT]
FantasíaJuara🥇 dalam Event Adu Jotos Batch 5 bersama HWC Publisher [Belum Revisi] Setelah meregang nyawa, jiwa Lio kembali terbangun di sosok pria tua bernama Harold dengan segala kekayaannya yang akan melangsungkan pernikahan dengan seorang gadis belia. L...