21. Kabar Buruk

43 9 1
                                    

"Kita harus kabur, Lio!" Emily masuk dengan napas yang menderu, langsung menuju ke brankar Lio, sibuk mengambil infus padahal infus itu saja belum terpasang. Sebelah tangannya lagi yang kosong sudah berusaha merangkul Lio, ingin membantunya untuk segera turun. "Kita tidak punya banyak waktu, Lio! Cepat turun," pinta Emily sekali lagi dengan nada meninggi dan wajah yang pucat.

Kening Lio mengerut. "Kenapa kau?"

"Kau jangan banyak tanya. Kemarikan lenganmu, kita harus pergi dari sini." Sekali lagi Emily mencoba membawa Lio turun dari brankar, tetapi Lio masih tetap bergeming.

"Sebentar, kau bisa menjelaskannya lebih dulu? Aku baru saja tiba dari tempat penyihir itu, Emil." Lio membalasnya dengan wajah memelas.

Emily tiba-tiba terdiam mendengar jawaban Lio. "Oh, iya, benar! Bagaimana hasilnya? Kenapa kau masih di tubuh ini, apa karena mayatmu masih terkurung di peti mati? Nah, lebih baik kita cepat ke rumah dan membawa mayatmu itu lalu kau akan berpindah tubuh secepatnya, kau tidak boleh tertangkap, Lio!" jelas Emily semakin menggebu-gebu. Sementara itu, Lio masih tak bisa memahami ke mana arah bicaranya.

"Sebentar, ditangkap bagaimana maksudmu?"

"Huh, oke .... Ebner melaporkanmu balik atas penggelapan dana projek. Aku tak tahu dari mana dia mendapatkan semua bukti-bukti itu, tapi aku yakin sebentar lagi orang kejaksaan akan datang dengan surat penahanan. Kau tahu bagaimana kejam dan gelapnya dunia bisnis, Lio. Aku tak yakin mereka hanya sekadar membuatmu ditahan, dia bisa melakukan yang lebih daripada itu."

Atas penjelasan itu, Lio akhirnya tahu kenapa wajah Emily terlihat begitu cemas, matanya tak berhenti menatap ke mana-mana. "Tolong jangan melamun, bukan waktunya. Ayo, cepat, kita harus meninggalkan tempat ini segera."

"Tak ada gunanya, mereka akan tetap menemukan kita. Coba pikir, dalam keadaanku yang begini, ke mana kita akan kabur dan bersembunyi?"

"Kita tidak akan bersembunyi, Lio. Kita akan membawa mayatmu ke penyihir itu dan memintanya memindahkan jiwamu sekarang!" Tatap mata mereka bertemu, tetapi dengan pikiran yang bertolak belakang. Emily yang mengkhawatirkan penangkapan Lio, sementara Lio dengan hatinya yang menggebu-gebu memutar otak cara agar dia bisa mengungkapkan perasaannya.

"Sebentar. Sebentar, Emil. Masalahnya tidak segampang itu." Lio mengulurkan tangan dan mencoba melepaskan jemari Emily yang tadinya menyandar pada lengan Lio. "Masalahnya bukan itu. Tanpa bantuan penyihir itu pun, jiwaku bisa pulang dengan sendirinya ketika persyaratannya sudah selesai," lanjutnya menjelaskan. Namun, pandangannya tak lagi menatap Emily, tetapi berpusat pada tangan Emily yang masih menenteng tas serta infus yang belum disadari oleh perempuan itu.

"Lalu, bagaimana? Bukankah persyaratan untuk berbuat baik atas nama Harold itu sudah selesai? Atau itu tidak dianggap?"

"Hm ... sebaiknya kau simpan dulu barang di tanganmu," bisik Lio takut-takut. Cemas berlebihan membawa Emily sedikit lebih pemarah dengan matanya yang kini sudah melotot.

Dengan kesal Emily mengempas infus dan tasnya di atas nakas, diiringi dengan desahan napas. "Jangan mengalihkan pembicaraan. Hambatannya di mana? Kita tidak punya banyak waktu, Lio."

"Kau."

"Apa?"

Kau, Emil, hambatannya adalah kau. Tidak, seharusnya aku menyadari ini adalah kesalahanku. Kenapa aku harus tertarik padamu ketika aku seharusnya lebih memikirkan untuk tidak mati? batin Lio, tanpa sadar menatap Emily lebih intens dengan air muka yang sedih.

Emily sampai harus melambaikan tangannya di hadapan laki-laki itu. "Kau ... baik-baik saja? Atau dadamu sakit lagi?" tanyanya kebingungan.

"Tidak, Emil. Hambatannya ada pada dirimu."

Transmigration of Old Husbands [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang