Senyum semringah yang awalnya terbit di wajah Emily karena jawaban yang disuguhkan Lio sangat tepat sasaran, kini berganti menjadi tatapan kaget. Bibirnya sedikit terbuka. Sementara itu, di sana Lio mendadak sesak napas dan kejang-kejang, Emily lalu segera mendekat ke sana. Pun dengan ketiga anak-anak itu, mereka spontan lebih mendekat dan mengerumuni Lio. Wajah mereka semua pucat pasi, Emily datang menengah di antata Armand dan Agler. "Li ... Tuan Harold!" pekiknya. Hampir saja dia menggemakan nama Lio. Sebisa mungkin dia menahan tubuh Lio yang mulai naik turun.
Ini sungguhan. Lio tidak sedang bercanda!
Melupakan tombol di samping brankar, Emily lebih dulu berlari keluar sambi meneriakkan kata dokter. Ada kecemasan besar yang mengungkung dirinya saat ini. Sayup-sayup suara rintihan ketiga anak Harold itu masih terdengar ketika Emily mulai berlari di koridor-koridor lengang.
Suasana hati Emily masih genting. Sialnya, di tengah keadaan ini ujung matanya justru tertarik pada satu hal yang sengaja mengintip di ruangan tidak jauh dari ruangan Lio. Emily tak ingin memedulikannya, tetapi yang mengintip itu ... rasanya sungguh tidak asing. Dia mulai bimbang antara mengecek siapa pemilik mata yang mengintip itu atau melanjutkan langkahnya ke ruangan dokter. "Ah, keselamatan Lio lebih penting."
Lima kali melangkah, sang dokter justru sudah terlihat di ujung koridor, langkahnya sedikit berlari. Emily berpikir dokter itu sudah mendengar panggilan bel yang ditekan salah satu dari ketiga anak itu. Diam-diam pun Emily berpikir, kenapa rasa khawatirnya melebihi pikiran rasionalnya. Dia bisa saja menekan bel itu alih-alih langsung terburu-buru keluar dalam keadaan panik. "Secemas itu perasaanku?" Dia bergumam sendiri sembari berpikir.
"Dok, dia kejang-kejang!"
Dokter itu tak menjawab apa-apa, hanya semakin mempercepat langkah memasuki ruangan. Ketika Emily bersiap mengikuti langkah dokter itu, sebuah suara yang rasanya tak asing mengajaknya bicara dari belakang.
"Anda istri papa saya?"
Tubuh Emily mematung. Tanpa menunggu lebih lama lagi dia berbalik, menggapai pemilik suara itu dengan tatapan. Seorang lelaki berjaket kulit hitam dengan topi hitam pula terlihat berdiri dengan sorot mata sendu. Emily rasanya ingin bersorak seketika itu juga. Namun, di saat yang bersamaan ketiga anak itu keluar dari ruangan sebab dokter itu pasti sudah menangani Lio di dalam. Saat menyadari tiga orang itu keluar dari ruangan, tangan Emily spontan ditarik oleh seseorang itu masuk ke ruangan tempat di mana Emily melihat mata yang mengintip tadinya.
"Tolong, saya belum ingin bertemu mereka. Bagaimana kabar papa saya?" tanya seseorang itu lagi. Topinya sedikit dilonggarkan.
Sekarang, Emily sudah yakin dengan apa yang dia lihat. "Alban," katanya pelan.
"Ya, ini saya."
Emily berharap ini bukan mimpi, Alban sudah datang. Matanya sampai terasa berair, tangannya terangkat menutup mulut. "Kau benar-benar datang! Terima kasih." Emily linglung dan akhirnya memilih untuk cangkuk, dia menangkup wajahnya sendiri sembari mendesah panjang. "Beritanya ... itu tidak sia-sia."
Alban, laki-laki dengan mata yang sedikit sipit itu menatap Emily dengan raut wajah kebingungan, pikirannya sampai berpikir telah terjadi sesuatu pada ayahnya baru saja. "Kenapa? Saya melihat Anda memanggil dokter, apa papa saya baik-baik saja?"
Emily menjawabnya cepat, "Ya. Kau harus segera bertemu dengannya. Dia ingin melihatmu, sekali ini saja, aku mohon. Kenapa kamu menghilang?" Emily mendongak sebentar lalu kembali berdiri. Posisi mereka jadi berhadapan.
"Anda sungguh berkata begitu? Sejak dulu, hanya saya yang selalu mengemis perhatian papa, dia tak pernah melirik saya. Dan sekarang ketika saya menghilang, benarkah dia mencari dan ingin bertemu saya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigration of Old Husbands [TERBIT]
FantasíaJuara🥇 dalam Event Adu Jotos Batch 5 bersama HWC Publisher [Belum Revisi] Setelah meregang nyawa, jiwa Lio kembali terbangun di sosok pria tua bernama Harold dengan segala kekayaannya yang akan melangsungkan pernikahan dengan seorang gadis belia. L...