6. Rencana Selanjutnya

90 15 1
                                    

"Apa ini termasuk kriminal? Wah, ini pengalaman pertamaku mengawetkan dan menyembunyikan mayat!" Emily berseru, melempar diri ke atas kasur. Dia baru saja membersihkan diri. Jujur saja, tubuh Emily terasa merinding, mengingat bagaimana tubuh tak bernyawa itu diberikan formalin dan diisolasi dalam peti mati. Emily buru-buru menggeleng keras, menepikan pikiran yang menghantuinya. "Kau buatku ketakutan sekarang, Lio," lanjut Emily dengan tatapan kosong. Dia pun memutuskan untuk menyebut Lio dengan namanya saja.

Setelah apa yang dilakukan Lio sejauh ini, bahkan benar-benar mengamankan jasad, Emily merasa tak punya celah untuk tidak percaya lagi. Reka kejadiannya benar-benar terasa nyata dan saling berkesinambungan. "Huh, sepertinya aku juga memang sudah percaya dengan dongengmu tentang transmigrasi itu."

Lio yang jalan sedikit bungkuk sambil mengibaskan tangannya yang masih basah itu kini memburu sofa. Dia duduk menyandar sembari menatap Emily. "Bagaimana wajah asliku, memang tampan bukan? Bahkan saat terpejam sekalipun."

"Kau sungguh berpikiran menanyakan hal itu? Yang benar saja, tolong! Yang ada di pikiranku itu adalah mayat pria asing yang tidak kukenal, tapi tiba-tiba kusimpan dan kemudian satu atap dengannya. Aku lebih memikirkan bagaimana aku akan tertidur malam ini, sungguh." Perempuan itu berkata dengan wajah yang sayu, pandangan yang menatap lurus ke depan. Sepulang dari rumah sakit, Lio benar-benar membawa mayat yang dia yakini adalah tubuhnya. Hal itu terus terbayang dalam pikiran Emily tanpa henti.

"Tenang saja, kau tidak akan mendapati mayat itu tiba-tiba bangun dan menghampirimu, atau gentayangan. Jiwanya saja sedang menatapmu sekarang, aku sendiri."

Emily yang tadinya termenung beralih menatap Lio dengan tatapan takut. Dia membayangkan wajah mayat tadi adalah Lio. Buru-buru perempuan itu menangkup wajahnya sendiri. "Berhenti membahas ini! Kau harusnya tau aku ini penakut, sialan."

Dengan suara yang serak, Lio tertawa melihat Emily yang sungguh ketakutan hingga tawa yang terbahak-bahak itu berubah menjadi batuk.

"Kualat, kan. Siapa suruh kau ketawa!" cerca Emily. Dia lantas membenarkan posisinya, menyusupkan kaki ke bawah selimut dan memposisikan diri menghadap samping, sisi ranjang yang kosong. Emily lantas berusaha memejamkan mata, suara batuk Lio yang terdengar kering itu masih terngiang. Emily berusaha mengabaikannya dan tetap berusaha terlelap. Namun, pikirannya tak bisa tenang, dia gelisah. Bayang mayat Lio terus saja melintas, semakin Emily berusaha untuk tidak mengingatnya, betapa tampilannya semakin terbayang.

Sial, astaga ... aku harus bagaimana? Sekarang aku benar-benar ketakutan, pikirnya. Matanya yang sempat tertutup itu kembali terbuka, tidak ada lagi suara bising batuk Lio, suasananya mendadak begitu sunyi dan mencekam. Jantung Emily semakin berdetak tak keruan, banyak pikiran-pikiran buruk yang menerpa, membayangkan bagaimana jika ada suara ketukan di pintu, suara ketukan sepatu di lantai, atau bayangan halus yang melintas. Semuanya mendadak mengerumuni pikiran Emily. Dia tak bisa menghindar.

"Huh, apa yang harus kulakukan? Apa dia sudah tertidur? Membiarkanku gelisah seperti ini? Wah, keterlaluan!" gumam Emily dengan nada pelan. Beberapa saat, dia mempertimbangkan untuk mengintip Lio dengan hati-hati. Terlihat di sana Lio sudah berbaring di atas sofa dengan mata yang terpejam sempurna. "Dia benar tidur? Huh ...." Emily mengembuskan napas lirih.

Tak sanggup bertarung dengan rasa takut, Emily akhirnya bangkit dari posisinya dan terduduk di pinggir ranjang. Sekali lagi dia berbalik untuk melihat Lio, tetapi yang dia dapati bukan lagi Lio yang tertidur. Namun, laki-laki itu telah duduk bersila di tengah sofa. "Kau! Kau mengagetkanku. Sejak kapan kau terbangun, hah?" Emily berujar dengan nada tinggi. Dia bahkan mengira telah salah melihat atau bahkan mayat itu yang benar-benar bangkit.

"Jangan lebay. Aku memang belum tidur. Kau kenapa, Emil?"

Emily tak menjawab, dia hanya menunduk sebentar seraya memilin telunjuknya.

Transmigration of Old Husbands [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang