Bab XI ;; Takut

8 4 0
                                    

   Raden sebenarnya malas untuk memikirkan perkataan tiga orang laki-laki sombong tadi di sekolah. Begitu pula Argan, Thea dan Thena yang juga sama seperti Raden. Sebenarnya ada sedikit rasa takut dalam diri mereka berempat. Bukan takut pada tiga orang yang menantang tadi. Melainkan takut jika orang tua mereka tau dan juga pihak sekolah tau. Itu adalah masalah berat kalau benar-benar terjadi seperti itu. Apalagi jika akan ada hukuman atas tindakan seperti itu.

***

   Kini jam menunjukkan pukul 06.37 sore. Dan sekarang Raden harus menghadiri lesnya. Raden suka belajar, tapi dia tidak suka dipuji pintar. Karena menurutnya dia memang tidak pintar sama sekali tentunya. Itu hanya keberuntungan. Tapi tidak ada keberuntungan seperti itu di dunia ini.

   Dia berangkat dengan penampilan sederhana tapi rapi. Selalu terlihat tampan. Tentunya dengan badan tinggi itu, rambut panjang yang keren. Seperti orang yang sangat sempurna.
   Tidak lupa untuk makan sebelum berangkat juga. Itu sangatlah penting.

   Di perjalanan ingin menuju tempat les. Raden selalu melihat jalanan yang selalu ramai dengan orang-orang yang baru saja pulang dari kerja ataupun kegiatan lain. Mungkin ada yang ingin berangkat ke suatu tempat. Banyak tempat makan yang mulai buka dan ada yang berberes ingin tutup dan kembali ke rumah mereka. Ada banyak keluarga yang terlihat berjalan-jalan di hari menuju malam. Keluarga kecil yang bahagia. Raden ingin seperti mereka. Memiliki keluarga yang harmonis dan bahagia. Walau hanya sebuah keluarga kecil dan sederhana tetapi tetap bahagia. Tetap Raden? Orang tuanya tidak ada. Dia sudah ada di panti asuhan sejak kecil. Tanpa sosok Bunda dan Ayah di dunianya kini. Dia hanya diurus oleh pengurus panti, terutama bi Nina. Orang yang paling Raden cintai. Orang yang berperan penting dalam hidupnya selalu dan tidak akan pernah digantikan oleh siapapun itu.

   Raden sampai di tempat les. Tidak terlambat, dan hanya empat orang saja yang baru datang. Datanglah Raden sekarang menjadi lima orang. Memang sepi sekali rasanya. Tapi jika sedikit yang les Raden akan lebih fokus untuk belajar.
   Tidak lama guru yang sekarang mengajar datang. Diawali dengan salam dan berdoa akhirnya mereka mulai belajar. Semuanya berjalan lancar. Pikiran aneh tidak datang saat ini di kepala Raden. Dia fokus tanpa hambatan untuk berpikir. Terus belajar, belajar, dan belajar. Mulai lupa dengan masalah yang tadi ia pikirkan di sekolah, rumah, dan didalam mobil. Cepat sekali merubah arah pikirnya selalu.

***

   Raden sampai dirumah jam 09.25 malam. Itu hal biasa. Dia akan melanjutkan dengan membuat pekerjaan rumahnya. Juga sedikit membaca buku agar cepat mengantuk. Dan bisa tertidur dengan lelap.
   Tidak banyak tugas yang harus dibuatnya. Hanya empat tugas saja. Itu sedikit baginya. Tugas itu bercampur. Ada tugas Matematika, Sejarah, dan yang lain. Raden dengan cepat mengerjakan hal itu tanpa keluh mengeluh.
   Di ujung waktu hampir menyelesaikan tugas terakhirnya. Raden tiba-tiba memikirkan hal yang terjadi di sekolah tadi. Kembali termenung, tapi tangannya tetap menulis jawaban dari soal tugasnya. Apakah aku takut? Itu pertanyaan yang dipikirkannya. Dia tidak pernah berkelahi sama sekali. Raden selalu fokus dengan pelajaran dan kehidupan biasanya yang menurutnya tidak menarik sama sekali untuk diceritakan kepada orang lain. Tapi ada orang yang sangat ingin tau kehidupan Raden dulu di panti asuhannya. Tidak lain dan tidak bukan mereka adalah teman-teman Raden.

***

   Di pagi yang sedikit mendung ini, Raden berjanjian dengan temannya untuk berangkat bersama dihantarkan oleh supir Raden. Mereka berangkat bersama agar bisa saling berbagi jawaban. Bukan menyontek, melainkan berbagai jawaban. Jika ada salah satu dari mereka tugasnya ada yang kosong atau kurang , akan dilengkapi oleh teman lainnya yang sudah menjawab. Itu adalah pertemanan yang bagus dan cara belajar yang baik.

"Ada yang suka dia." Pecah Thea langsung menunjuk Raden.

   Raden yang bingung tidak mengerti hanya menatap Thea dengan heran. Selalu saja membahas orang yang menyukai Raden. Seperti tidak ada topik lain saja.
  Yang lain tetap diam menatap Thea menunggu dirinya mengatakan siapa yang menyukai Raden lagi. Hanya dia yang bisa menjawab itu karena dia yang tau.

"Kapan-kapan saja ya. Kita sudah sampai." Ucap Thea bergegas turun mobil dengan cepat.

   Tak disangka ternyata mereka sudah sampai. Terasa cepat sekali. Yang lain juga segera menyusul keluar mobil. Thea sudah berlari lebih dulu takut teman-temannya mengamuk soal tadi di mobil. Benar-benar anak perempuan yang aneh dan jahil.

   Saat Raden, Argan, dan Thena sampai dikelas. Mereka bertiga melihat Thea yang ditanya oleh tiga orang kemarin. Pandangan tiga orang itu juga berbeda sekali. Tajam. Jika masih ingat, nama dari orang-orang itu adalah Kana, Adya, dan Bian. Mereka dari kelas akhir ujung. Kana marah-marah mencari Raden. Sedangkan Adya dan Bian diam saja sedari tadi serasa tidak mau ikut campur akan hal itu.

"Sudah menentukan hari menyenangkan kita?" Tanya Kana langsung maju tiga langkah mendekati Raden dari tempat awal dia berdiri.

   Tidak menjawab apapun, Raden santai melewati mereka tanpa mengucapkan sepatah kata apapun. Raden juga mengangkat tangannya agar ketiga temannya ikut berjalan mengikuti dia ke tempat duduk. Wajah-wajah kesal terlihat. Tentunya tiga orang tadi itu wajahnya terlihat kesal berasa dilangkahi. Raden dan teman satu kelasnya tidak peduli. Membiarkan tiga orang yang tidak diundang itu diam terpatung di depan pintu kelas mereka. Sekarang sepertinya tiga orang tak diundang itu merasa marah bercampur malu. Memutuskan untuk pergi dari situ. Raden dan teman kelasnya tertawa kencang. Bangga bisa membuat tiga tamu tak diundang tadi merasa malu.

   Hari ini adalah pelajaran pak Niera. Semuanya bercerita tentang tiga tamu tak diundang tadi. Pak Niera hanya bisa tertawa melihat murid kelasnya begitu. Terlihat lucu sekali saling bertukar cerita. Kegiatan belajar sembari menceritakan tiga tamu tak diundang berjalan lancar tanpa masalah. Ini adalah kelas yang seru.

   Sudah jamnya istirahat. Raden dan tiga temannya berjanjian untuk membawa bekal dari rumah. Empat sahabat yang sangat kompak. Itu adalah hal yang bagus sekali.

"Jadi kita bakal ngelawan tiga orang tadi?" Tanya Thea memastikan.

"Harusnya terima saja. Daripada kita dicap pengecut kan." Thena kembarannya memberikan usul.

   Raden dan Argan hanya menganggukkan kepala setuju walau sedikit ragu.

"Jika ingin latihan, kita ke rumahku saja. Ada tempat latihan disana." Ucap Argan tiba-tiba menepuk meja.

   Raden, Thea, dan Thena terkejut. Tapi setuju dengan Argan. Siapa tau itu akan berguna sekali. Karena memang mereka harus latihan untuk melawan tiga orang yang menantang.
   Wajah Raden pucat. Apakah aku takut?

to be continued
_see you in the next chapter_


Dimana Aku, Bunda Ayah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang