Bab VIII ;; Tak Percaya Diri

6 4 0
                                    

Pak Niera sangat mengandalkan semua perwakilan lomba yang dipilihnya.

"Bapak tidak menuntut kalian agar menang. Tapi, Bapak ingin kalian berusaha sebaik mungkin untuk kelas kita. Menang dan juara itu adalah urusan belakangan, yang diutamakan adalah kesiapan kalian." Jelas pak Niera yang mungkin bisa membangkitkan semangat siswa dan siswi pilihannya. Ruangan hening. Tidak ada yang lanjut berbicara. Para siswa dan siswi yang dipilih juga saling tatap saat ini. Sebenarnya mereka siap. Tetapi malas untuk melakukan sebuah persaingan, dan tidak percaya diri juga. Banyak guru yang pernah mengajar di kelas Raden berkomentar bahwa sebenarnya kelas itu memiliki siswa dan siswi cerdas dalam bidangnya masing-masing. Tapi walau begitu seluruh siswa dan siswi tetap berusaha untuk memahami dan mencerna pelajaran lain dalam pikirannya. Hanya satu hal yang tidak disukai oleh para guru-guru serta wali kelas itu. Hal itu adalah seluruh siswa dan siswi sangat malas untuk diajak bersaing dengan kelas atau sekolah lain. Jika bersaing di kelasnya saja sudah biasa dan tidak masalah. Juga selalu tidak percaya diri untuk perlombaan besar ataupun kecil. Tetapi akhirnya tetap menang di akhir. Pak Niera bangga dengan murid didiknya. Karena setiap ada perlombaan besar ataupun kecil, dia yang selalu melatih dan mendampingi siswa dan siswinya yang terpilih. Dia seperti titik awal untuk para siswa dan siswinya mengadu. Benar-benar seperti orang tua kedua yang sangat perhatian dan pengertian kepada anaknya.

"Kemungkinan satu minggu ini seluruh siswa dan siswi di sekolah ini tidak akan melakukan pelajaran langsung. Bisa jadi hanya siswa dan siswi yang dipilih menjadi perwakilan kelas saja yang akan masuk. Dan yang lainnya akan dibelajar rumahkan didampingi dengan beberapa tugas.
Agar perwakilan kelas bisa fokus belajar disekolah untuk perlombaan." Ucap pak Niera memecahkan keheningan di ruangan.

***

Semua dipersilahkan untuk pulang. Karena jam sudah menunjukkan pukul 13.32 siang.

"Kalian mau ikut pulang?" Tawar Raden kepada tiga temannya.

Ketiga temannya menggeleng. Dilanjut mereka mengobrol hingga sampai di depan sekolah. Ternyata ketiga temannya sudah dijemput oleh orang tua mereka. Begitu pula dengan Raden. Dia pastinya sudah dijemput oleh supirnya. Mereka berpisah hingga depan gerbang sekolah. Saling mengucapkan selamat tinggal dan semangat untuk belajar demi kemenangan kelas tentunya.

***

   Sampailah kini Raden di kamarnya. Membersihkan diri dari keringat yang mengucur dari pelipis kepala hingga leher. Dirinya mandi dan memakai baju yang cerah. Kemudian tertidur lelap hingga kini masuk ke dalam alam mimpinya.
  

***

   Raden terbang dengan perasaan yang tidak enak. Nafasnya tidak teratur. Raden segera menoleh ke jam dinding yang tergantung di kamar miliknya itu. Jam menunjukkan pukul enam tepat. Kenapa tidak ada orang yang membangunkanku?
   Dia kini sudah berada di depan pintu kamarnya. Gelap gulita. Tidak ada orang sama sekali. Raden berjalan mencari seseorang. Orangtuanya tidak ada sama sekali. Pelayan serta penjaga juga tidak ada.
   Pintu rumah diketuk. Belum sempat membuka pintu rumah, ada orang yang seperti berusaha membangunkan dirinya. Itu adalah bi Nina.

"Bibi, kenapa diaini?"

"Katanya kamu ikut lomba kan. Bibi kesini karena bibi tau bahwa kamu ga suka sama sekali ikut lomba kaya gini. Kamu tidak percaya diri kan?" Tanya bi Nina kepada Raden yang masih terlihat kebingungan.

   Tak sempat berpikir aneh-aneh. Raden menoleh ke sebelah bi Nina yang berada di samping tempat tidurnya. Di sebelah sana ternyata ada tiga teman dekatnya. Si kembar Thea, Thena, dan Argan. Ketiga temannya itu terlihat tertawa melihat muka kebingungan milik Raden. Wajah Raden kini merah padam. Dirinya geram melihat teman-temannya tertawa melihatnya seperti itu. Apa lagi kini ada orang kesayangan Raden disebelahnya.
   Tiba-tiba dirinya teringat dengan mimpinya tadi. Dirinya segara menoleh ke arah jam dinding. Jam enam tepat. Mengejutkan tapi terlihat biasa saja.

"Kenapa bibi khawatir sekali dengan Raden saat ada perlombaan, ini hanyalah hal kecil bi." Bingung Thena menanyakan hal yang membuatnya penasaran.

"Jadi, Raden datang ke panti asuhan itu saat dia umur lima tahun. Dirinya sangat lucu waktu itu. Dia putih bersih, tampan, dan menggemaskan. Dirinya dibawa oleh kedua orang tua lamanya ke panti, di titipkan dengan alasan sibuk dengan pekerjaan. Juga mengatakan bahwa mereka akan mengambil kembali Raden saat dia berumur genap sepuluh tahun. Dan memberi catatan bahwa, jika ada yang ingin mengadopsi Raden tidak masalah biarkan saja. Itu awalnya sangat aneh, tapi diterima baik oleh semua pengurus panti. Hingga di umur Raden sekarang tidak kunjung dijemput juga oleh orang tua lamanya, tapi malahan diadopsi oleh orang lain."
"Mungkin menurut kalian bibi khawatir begini karena hal yang sepele. Tapi sejujurnya tidak. Raden dulu selalu mengeluh dan bertanya-tanya dimana Bunda dan Ayah. Dia perlu semangat dari sosok mereka. Karena, Raden dulu pernah mengikuti sebuah lomba yang tentunya itu pertama kali baginya. Waktu itu diadakan lomba di komplek panti asuhan itu. Raden mengikutinya pada umur delapan tahun. Itu lomba yang seperti ujian. Dimana peserta yang ikut akan diberikan selembar kertas berisi pertanyaan anak-anak yang mudah dikerjakan seumuran itu."
"Di hari perlombaan itu. Raden melihat anak-anak lain didampingi oleh kedua orangtuanya. Jika kalian bingung, sebenarnya hanya Raden yang bisa ikut perlombaan itu karena anak panti lain masih terlalu kecil dan tidak bisa didaftarkan. Di hari sebelum lomba, Raden bibi dampingi saat belajar dan dia masih biasa saja. Hingga di hari perlombaan itu, dia kebingungan dimana Bunda dan Ayah. Ya, dia mulai tidak percaya diri. Anak-anak lain disemangati orang tuanya. sedangkan Raden hanya bibi yang mendampingi."
"Hingga di akhir perlombaan Raden mendapatkan juara tiga. Itu hebat. Tetapi anak-anak yang dekat dengannya malah bertanya tentang keberadaan orang tua dari Raden. Tentunya malahan ada yang mengejek Raden sebagai anak yang tidak memiliki orang tua, dan mengatakan bahwa Raden mendapatkan juara tiga karena tidak disemangati dan didampingi oleh kedua orangtuanya."


   Tidak berkomentar teman-temannya memeluk Raden yang terpatung sedari tadi karena mendengarkan cerita bi Nina. Tidak disangka. Jujur, ketiga temannya tidak tau Raden adalah anak panti asuhan. Juga dia kurang kasih sayang dari orang tua kandungnya tentunya. Sampai-sampai dia terkena ejekan dari anak-anak kecil yang dulu bersaing dengannya dulu pada saat lomba. Sungguh tidak pantas seorang anak kecil dikatakan seperti itu. Kasihan sekali.

"Sayang, bibi akan mendampingi Raden seperti dulu lagi. Janji jika kamu akan meraih juara bersama teman-temanmu di lomba cerdas cermat itu. Raden bisa, dan bibi yakin akan hal itu."


to be continued
_see you in the next chapter_

Dimana Aku, Bunda Ayah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang