Bab XVII ;; Pengakuan Mengejutkan

9 3 0
                                    

   Raden sangat geram dengan orang yang sangat sombong itu. Tidak tahu malu. Tidak menyadari bahwa apa yang dia lakukan adalah cara dari seorang pengecut. Hanya berani melawan dengan kelompoknya saja. Terbukti juga saat Kana melawan Raden saja langsung kalah saat itu.

"Kenapa diam? Takut?" Tanya Adya.

"DASAR PENGECUT, HANYA BERANI MENYERANG DENGAN BERGEROMBOL SAJA!" Marah Thea.

   Mendengar itu Kana memerintahkan semua orang yang ada di pihaknya untuk langsung menyerang. Kini lima belas orang tadi menyerbu mereka. Tapi ini mudah. Seperti berkelahi dengan kelas bawahan. Kerena sama-sama tangan kosong. Tujuh orang tumbang dengan pukulan mereka berempat. Sisanya sedikit sulit untuk dikalahkan karena saling serbu. Di seberang sana terlihat Kana, Adya, dan Bian tertawa. Entah kenapa tapi menurut mereka itu sangat seru untuk dipertontonkan. Tidak manusiawi.
   Dua puluh menit mereka akhirnya bisa mengalahkan lima belas orang itu. Kini tinggal tiga orang yang tersisa dari pihak seberang. Yaitu Kana, Adya, dan Bian. Sekarang akhirnya mereka maju untuk berlawan. Seperti waktu itu Raden fokus menghajar Kana, dan yang lain diurus teman-teman Raden.

"Si pengecut akan kalah." Ejek Kana seperti itu.

"Berkacalah terlebih dahulu." Jawab Raden dengan senyuman yang sulit diartikan.

   Saat terakhir mengatakan kalimat itu, seketika perlawanan dimulai. Satu pukulan dilempar oleh Kana ke perut Raden. Raden bisa menghindarinya dengan cepat. Sekarang giliran Raden yang memukul. Dia memilih celah yang kosong, yaitu lengan kiri Kana. Pukulan mengenai sasaran, Kana meringis sakit. Hanya satu pukulan saja dia sudah begitu. Tidak sampai di situ saja perkelahian tetap berlanjut. Kana terus bermain tangan, seperti menjambak rambut Raden dan menarik bajunya. Itu sangat curang sekali. Bisa-bisa fokus Raden hilang karena itu. Pintar sekali si Kana itu mencari cara agar bisa memecahkan konsentrasi ketat Raden. Tapi Raden bisa menendang perut Kana yang membuat keseimbangannya langsung runtuh. Dia akhirnya jatuh ke tanah. Ini kesempatan Raden. Dia memukul dengan ganas wajah Kana. Di pihak Argan semuanya sudah beres. Itu mudah bagi mereka.

"BERHENTI RADEN KANA ADALAH KAKAKKU!"

   Itu adalah teriakan Argan. Kakak?
Argan segera menghampiri Raden yang sedang memukuli Kana kakaknya. Argan langsung menarik baju Raden agar badannya terangkat jauh dari Kana. Sekarang Argan terlihat marah. Raden akhirnya tahu apa alasan Argan tadi saat di tempat latihan terlihat khawatir. Ternyata ini penyebabnya. Dia takut akan hal ini akan terjadi. Harusnya dia bilang saja sejak awal. Dirinya seperti seorang pengkhianat sekarang.

"Aku dan Kana adalah saudara berbeda ibu, ibunya telah meninggal dan ibu kana adalah istri kedua bapakku asal kau tahu. Namaku hampir mirip dengannya. Aku Argan Dwiputra Utama dan dia adalah Kana Danaiputra Utama. Aku yang memberitahu Kana bahwa kita ada disini. Aku sengaja mengajak kalian ke lapangan ini lagi. Aku mengira kalian akan langsung kalah oleh lima belas orang yang dibawa Kana kemari. Ternyata kalian lumayan juga ya. Tidak usah melawan Kana lagi, ayo denganku sekarang."

   Raden terdiam tidak ingin maju. Apakah dia harus melawan temannya sendiri? Itu tidak mungkin.

"Kenapa diam? Oh ya, asal kau tahu alasan aku seperti ini adalah kau selalu mengalahkanku soal nilai. Mau di pelajaran apapun itu. Sebelum kau datang akulah siswa paling pintar di kelas. Tapi sekarang malah tergantikan oleh orang baru. Aku berharap kau pindah dari sini."

   Kata-kata itu sangatlah menyakiti hati kecil Raden. Orang yang selama ini dia percayai ternyata begini. Dari awal Raden menganggap bahwa Argan adalah teman yang sangat baik dan tulus. Ternyata dialah yang berkhianat sekarang kepada Raden. Padahal Raden selalu percaya dengan Argan dan tidak pernah mencurigai atau meragukan dirinya. Tapi semua sekarang sudah berbalik. Semua sikap baik dan tulus itu seketika hilang. Senyum Argan yang sangat membuat nyaman itu sekarang telsh hilang seketika. Berubah menjadi tatapan yang tajam penuh dengan amarah dalam diri.

   Argan langsung menendang perut Raden seperti dirinya menendang perut Kana tadi. Persis sekali, sekarang Argan langsung memukuli wajah Raden dengan penuh amarah. Melihat itu Thea dan Thena tak tinggal diam. Mereka segera menarik Argan dengan kuat agar bisa melepaskan Raden. Wajah Raden sudah lebam. Raden dibantu berdiri oleh Thea dan Thena. Sedangkan Argan sedang terduduk di posisinya. Nafas mereka menggebu-gebu. Detak jantung tidak teratur dan keringat yang terus mengucur dari pelipis dahi.

"Terserah mau bagaimana. Urus saudaramu yang pengecut itu. Dan perhatikan perkataan yang keluar dari mulutmu. Dasar pengkhianat." Geram Thea yang langsung cepat membantu Raden berjalan.

    Untung Thena diam-diam membawa handphone. Dirinya bisa mudah menghubungi nomor rumah Raden untuk menjemput mereka sekarang. Karena benar saja ternyata perasaan Thena juga tidak enak saat diajak ke lapangan tadi. Dua orang itu sangatlah licik.

to be continued
_see you in the next chapter_

Dimana Aku, Bunda Ayah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang