"Aiyaiya kon mboke tuku tumbar aiyaiya kon mboke tuku tumbar." Nada dering ponsel berbunyi tepat di jam 4, satu rumah yang sekarang berisi lima orang semuanya bangun dari tidurnya.
"Alhamdulillahi ahyana ba'da ma amatana wa ilaihi nusur."
Setelah bagun, pak agus sebagai kepala sesepuh di rumah mengajak keluarganya sholat di masjid, ternyata cuma pak agus dan bagas calon mantunya, karena ketiga wanita di rumah sepertinya sedang halangan.
Setelah sholat subuh, pak agus dan bagas ngaji al-qur'an sebentar cuma sampai alam sedikit cerah, setelah itu keduanya pulang ke rumah dan disambut oleh tiga wanita yang sedang menyiapkan sarapan.
Karena di rumah kamar mandi cuma ada dua, jadi mereka bergantian menggunakanya, dan setelah semuanya beres untuk persiapan urusan masing-masing, mereka berkumpul di meja makan.
"Wah sarapan hari ini kok beda." Ucap pak agus.
"Iya, kami bertiga yang menyiapkanya."
Benar, hari ini berbeda, yang biasanya cuma roti dan selai, sekarang nasi, daging sapi dan mie lodeh.
Mari kita makan, sebelum makan berdoa bersama.... Amin, ini adalah rendang dengan daging sapi, gigitan pertama buat kalian, mmmm.
"Karena kalian belum mahrom, jadi berangkat sekolah kali ini jangan barengan dulu ya." Ucap pak agus kepada ofi dan bagas.
"Siapa juga yang mau berangkat bareng dia." Suasana ofi masih membuatnya sulit untuk tersenyum ketika berkata.
"Eeh, setelah menikah, kalian lebih baik berangkat bareng meskipun di sekolah kalian sebagai guru dan murid."
"Nggak pa, apa kata orang lain jika mengetahui hubungan kami, kalau kita di usir dari sekolah gimana coba."
"Nggak munkin lah nduk, sekolah al-fatah kan tidak melarang muridnya menikah, hanya saja kalau sampai hamil langsung dikeluarkan, tapi kalau guru hamil tetap boleh."
"Heeeh, emang begitu ya pa, kok sekolah peraturanya aneh banget si, bebas menikah, bebas gondrong, siapa si yang bikin peraturan."
Kak unin dan bagas saling memandangi, kemudian kak unin sedikit cekikikan.
"Tentu saja kepala sekolah dan ketua yayasan laah, kan sekolah swasta, hihi." Ucap kak nin dalam candanya.
Mendengar percakapan mereka, mulut bagas jadi gatal, "Sekolah itu tempat mencari ilmu, jadi selagi itu tidak menghalangi proses belajar mengajar, semua peraturan tetap boleh."
"He, mungut gagasan dari mana lu, sok tau banget, sekolah lain tidak ada yang memiliki peraturan serupa, karena....." Ofi hendak melanjutkan ucapanya namun dipotong oleh mamanya.
"Rofiqaaaaah, jaga bicaramu nak, masa begitu sikap guru di depan muridnya, apalagi bagas nanti malam sudah jadi suamimu."
Ofi yang mendengar ucapan mamanya terlihat kesal, bukan kesal sama mamanya, tapi tidak tau sama siapa yang jelas ketika mengetahui akan menjadi istri dari seorang berondong gondrong dia jadi kesal sendiri.
"Maafkan ofi ya nak, dia baru sebulan menjadi guru, jadi masih belum bisa bersikap, harusnya meskipun guru SBK tapi tetap harus bersikap selayaknya guru."
"Aman kok ma, no what what, doakan saja bagas bakal jadi imam yang baik." Ucap bagas disela makanya.
"Amiin."
'Huuh, kok aku seperti pihak yang bersalah si.' Ofi merasa sikapnya memang tidak patut dicontoh.
"Iya maaf, tapi bagas, setelah sekolah hari ini berakhir kamu langsung potong rambut, aku gak mau ya kalau memiliki suami yang acak adul."
KAMU SEDANG MEMBACA
Muridku Adalah Imamku
RomanceNamanya rizkiyana rofiqah, berumur 22 tahun, karena kecerdasanya ia sering lompat-lompat kelas dan baru beberapa hari yang lalu menjadi guru di SMA Al-Fatah. setiap hari rizki disondol dsuruh cari pasangan sama orang tuanya, karena boro boro nika...