Rumah Bagas

37 2 1
                                    

Ofi bersiap-siap mengemas barangnya dibantu oleh bu Ayu, untuk saat ini hanya membawa beberapa pakaian santai dan pakaian mengajar, selain pakaian juga membawa kebutuhan lainya seperti kebutuhan wanita dan kebutuhan mengajar karena mereka cuma naik motor.

Setelah mengemas Ofi berpamitan dengan kedua orang tuanya, Ofi cukup lama memeluk bu Ayu.

"Kamu yang nurut sama suamimu ya nduk, jangan membantah kemauanya selagi bukan perbuatan dosa, tapi mama yakin Bagas bukan anak yang suka berdosa." Ucap bu Ayu sambil mengelus kepala Ofi.

"Iya ma, Ofi akan berusaha menerima takdir dengan lapang dada."

"Semoga keluarga kalian dirahmati oleh Allah."

"Mmm amin."

"Udah sana jangan terlalu lama memeluk mama."

Setelah ofi berpamitan dengan orang tuanya kini giliran bagas untuk unjuk rasa.

"Pa, ma, saya bawa Ofi ya." Ucap Bagas.

"Iya, tolong bimbing Ofi ya nak, jewer saja telinganya  jika dia tidak nurut."

"Haha, iya pa."

"Apaan sih pa." Cemberut Ofi mendengar ucapan papanya.

Setelah acara berpamitan, Ofi dan Bagas pergi mengendarai motor menuju rumah bagas, sesampainya dirumah bagas Ofi bingung melihatnya karena di depan ada tugu bertulis ponpes Al-Fatah.

"Lho kok ke pesantren?" Tanya Ofi.

"Iya, kan rumahku disini."

Dengan bingung Ofi mengikuti Bagas masuk ke rumahnya, tentu saja banyak santri yang melihatnya.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam, eh ada anak sama menantu mama." Sapa bu Ami dengan senyumnya.

Bagas menyalimi mamanya dan diikuti oleh Ofi.

"Ajak istrimu ke kamarmu untuk berkemas, kalau sudah kita ngobrol disini gas."

"Iya ma."

Ofi mengikuti Bagas menuju kamarnya, setelah masuk kamar Ofi melihat sekeliling kamar, kamar yang begitu polos, hanya ada bumbu foto para ulama'  dan foto ayah bagas, ada juga set komputer gaming.

"Itu papaku." Ucap Bagas.

Ofi menoleh ke foto yang ditunjuk oleh Bagas, ternyata Ofi sedikit mengenal orang di foto itu.

"Ketika masuk ke rumah ini aku juga berpikir demikian, jadi kamu anaknya pak kyai abdul, pengasuh sekaligus ketua yayasan Al-Fatah." Ucap Ofi.

"Iya, tapi sejak papaku meninggal, Yayasan ini mamaku yang ngatur, aku juga ikut membantu jadi pengurus."

"Oooh, pantesan."

Ofi dan Bagas melanjutkan bebenah, menata barang bawaan Ofi di lemari yang sama dengan Bagas, sedangkan alat mengajar diletakkan di meja komputer.

"Oh iya, karena kamu baru kemari untuk sekarang kamu ikut mama dulu, sepertinya mama ingin sekali ngobrol sama kamu, dan mulai besok kamu harus ngaji samaku, kata papamu kamu dulu jarang ngaji."

"Njiih pak kyai." Ucap Ofi dengan muka datar.

Setelah selesai bebenah, mereka menuju ruang keluarga karena sudah ditunggu bu Ami.

"Gimana nduk, apa munkin kamu betah tinggal disini, disini ramai karena banyak santri." Ucap bu Ami.

"InshaAllah Ofi bakal betah ma, cuman nanti gimana tanggapan para santri jika melihatku disini, kan mereka tidak tau kalau kami sudah menikah." Tanya Ofi yang bingung.

"Ngak papa, yang penting kamu sering-sering main sama Unin biar mereka mengira kalau kamu temanya Unin, tapi kalau kamu mau masuk keluar kamar lihat-lihat keadaan dulu biar tidak dicurigai mereka."

"Ofi tidak sekamar saja sama Mbak Unin ma?" Lanjut Ofi.

Bu Ayu berpikir sejenak.

"Mmm, klau itu terserah keputusan kalian bertiga saja, yang penting kelian harus cepat-cepat resepsi biar kalian bisa bebas berkeliaran." Lanjut bu Ami.

"Iya ma, nanti kami bicarakan sama Mbak Unin."

"Eh, ngak ngak, Ofi tetap samaku, jangan sampai jadi kebiasaan." Bagas yang tadi berpikir kini membuat keputusan.

"Ooh yaudah." Ucap Bu Ami.

Ofi yang mendengar keputusan Bagas cuma bisa pasrah, sebenarnya masih takut tidur sama Bagas, tapi tidak berani menolak.

.

.

.

Bersambung....

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Muridku Adalah ImamkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang