7. Bidadari? »

290 80 32
                                    

★★★

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

★★★

Perjalanan Bandung - Cirebon memang membutuhkan waktu yang lama. Tak heran, pemuda berahang tegas itu terus saja mengeluh pada Abahnya, merasa pegal, pusing, mual dan ingin sekali cepat sampai ditujuan.

Nizar memang jarang melakukan perjalanan jauh, ia lebih sering menghabiskan waktu di rumah atau di cafe miliknya. Saat liburan pun, ia hanya berkeliling kota Bandung dengan menggunakan sepeda motornya. Sayangnya, saat membuat keputusan akan ke pesantren lagi setelah 5 tahun lamanya tidak menginjakkan kaki di sana, ia terpaksa meninggalkan motor kesayangannya itu di rumah.

Sampai sudah ditempat yang menjadi tujuan. Nizar masih belum nampak ingin turun dari mobil milik abi nya itu, ia masih saja menyandarkan diri di jok mobil bagian belakang, dengan mendongakkan kepalanya ke atas.

"Zar, ayo! Kamu masih mau disini? Abi mau kunci mobilnya," titahnya, Hilman melihat kearah kaca, ternyata sang ponakan masih terdiam duduk di mobilnya.

"Abi, bisa istirahat dulu gak? Sini deh kuncinya. Biar nanti sama Izar aja," ucapnya bernegosiasi dengan sang paman. Ia benar-benar lelah jika harus berjalan sekarang, padahal jarak parkiran ke rumah abi nya hanya membutuhkan 5 langkah saja. Dasar Nizar.

"Ya Allah, Nak. Rumah abi mu itu di depan, paling cuma 5 langkah, nyampe," abahnya menyahut, lagi-lagi dihiraukan oleh pemuda itu.

"Iya abah, nanti Nizar keluar. Lima menit lagi, deh," ucapnya dengan helaan napas yang terdengar.

"Ya sudah, terserah kamu. Abah sama abi kedalam dulu, jangan lama-lama!" titahnya yang membuat Nizar langsung mengacungkan jempolnya.

Lima menit berlalu, akhirnya pemuda itu keluar dari mobil hitam dengan keadaan yang lesu.

Saat dirinya baru menginjakkan kaki ke tanah, banyak orang yang memperhatikannya. Bagaimana tidak? Ia mau ke pesantren atau mau ke kantor?

Nizar menggunakan setelan formal, kemeja hitam dengan bagian lengannya ia lipat sampai siku, celana bahan berwarna hitam, dan jas yang ia bawa ditangan. Oh, tak lupa, kacamata hitam yang bertengger manis di matanya. Sudah seperti CEO mau meeting di kantor saja.

Pemuda itu mencoba menghiraukan, ia terus berjalan dan sampailah ia di rumah abi nya. Untung saja cuma langkah, kalau tidak, pasti ia benar-benar tidak ingin keluar dari mobil.

"Assalamu'alaikum," ucapnya yang mendapat sahutan dari dalam.

"Wa'alaikumussalam, ya Allah, ponakan umi!" sambil memeluk putra dari kakak iparnya itu. Ia sesekali menepuk punggung tegap Nizar, "udah lama kamu gak ke sini, sekarang makin gagah aja," candanya yang
mendapat senyuman tipis dari Nizar.

"Umi apa kabar?" tanya pemuda itu dengan mencium tangan sang bibi, "kangen gak, ke Izar? Pasti kangen lah," percaya dirinya memang patut diacungi jempol.

INSAF [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang