24. Surat ke-dua »

228 19 0
                                    

★★★

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

★★★

Setelah melaksanakan sholat isya berjamaah di masjid, pemuda dengan sorban yang diletakkan dipundaknya langsung menuju ke Ndalem untuk memeriksa keadaan istrinya.

Nizar membuka pintu itu dan melihat istrinya tengah melaksanakan sholat isya. Nizar tersenyum tipis, melangkah ke arah tempat tidur, duduk di sana sembari menunggu Safira selesai menunaikan sholat nya.

Pemuda itu mendekat kearah gadis yang baru saja selesai menunaikan sholat isya, duduk disebelahnya dan menunggu gadis itu menyelesaikan doanya.

Gadis itu menoleh ke arah Nizar tersenyum dengan manisnya, membuat Nizar membalas senyuman itu, "sekarang bisa cerita?" tanya Nizar. Pasalnya dari selepas sholat magrib, Safira enggan menceritakan kejadian siang tadi.

"Kan, Aa juga udah tau dari Haura," elaknya.

"Pengen denger dari kamu langsung."

Safira dengan ragu menganggukkan kepalanya. Ia menceritakan kejadian tadi siang yang berawal dirinya sedang melipat baju.

"Udah gitu," ucap Safira polos membuat Nizar tak bisa menahan untuk tidak mencubit pipinya.

"Aw, jangan dicubit! Nanti makin melar," ucap Safira sambil berusaha melepaskan tangan Nizar dari wajahnya.

Nizar mengangguk pelan, mengusap pipi gadis itu, "Aa mau ke aula dulu, kamu istirahat disini, ya?" pintanya dan langsung disetujui gadis yang masih berbalut mukena itu.

"Atau mau tidur sekarang? Tapi minum obat dulu, Aa ambil obatnya. Bentar, ya," hal itu langsung mendapat tolakan dari Safira.

"Nanti aja, dari tadi tiduran terus. Jadi makin pusing," keluhnya. Nizar yang baru saja ingin beranjak, mengurungkan niatnya.

Safira mengambil tangan Nizar dan mencium punggung tanga itu, "Safira mau tunggu Aa pulang dari aula aja."

Helaan napas pemuda itu terdengar, menganggukkan kepalanya pelan, "tapi kalo udah ngantuk tidur aja, ya," mengusap lembut kepala gadis itu. Mulai beranjak dati duduknya dan membawa obat di laci meja lalu meletakkannya dimeja dekat tempat tidur mereka.

"Ini Aa taruh obat sama airnya di meja, biar gak susah."

Mata Safira terus saja mengikuti langkah Nizar yang kesana kemari menyiapkan obat untuknya. Safira terus tersenyum manis ketika Nizar melontarkan ucapan yang membuat Safira semakin merekahkan senyumannya.

"Aa ke aula dulu, assalamu'alaikum," ucapnya menghampiri safira dan mengecup singkat dahi gadis itu."

"Wa'alaikumussalam," jawab Safira, menatap langkah Nizar yang sudah keluar dari kamar mereka. Seketika tangannya memegang dadanya sesak, bukan karena ingin menangis, tapi karena sedari tadi ia menahan untuk tidak berteriak sangking terbawa perasaannya mendengar ucapan suaminya, "argh!" pekiknya tertahan.

INSAF [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang