Dimas menutup laptopnya pertanda pekerjaannya hari ini selesai. Ia diminta untuk menyusun modul praktikum semester ini untuk praktikum mata kuliah fisika dasar. Yup, Dimas berkuliah di jurusan fisika Universitas Merah Putih. Kampus yang sama dengan sang pacar. Kepintaran dan kejeniusan membawa Dimas sebagai salah satu mahasiswa penerima beasiswa prestasi.
Ia membereskan beberapa buku dan meletakkannya kembali di rak perpustakaannya. Menutup ranselnya dan berjalan keluar perpustakaan. Ia membuka ponselnya dan membaca beberapa komentar terkait insiden mahasiswa yang terjadi di Fakultas Ekonomi. Dimas mengirim pesan pada Cindy menanyakan update berita itu.
"Hai" sapa seorang wanita sembari menepuk pundaknya.
Dimas menoleh sebentar lalu kembali memandangi ponselnya. Wanita itu kini memanyunkan bibirnya sambil berjalan disebelah Dimas.
"Eh, lo sama tim asdos mau nongkrong di Punai ya?" tanyanya dengan sambil tersenyum lebar. "Gue ikut ya?"
"Enggak" jawab Dimas singkat.
"Pleaseeeee..." Ia memohon dengan ekspresi berbinar-binar memainkan bibirnya.
"TIM AS-DOS" ucap Dimas penuh penekanan sambil menatap tajam ke arah wanita. "Emang lo asdos?"
"Ya, bergaul sama orang-orang pinter kaya kalian kali aja bisa ngebuat gue ikut pinter juga" jawabnya enteng sambil terus tersenyum.
"Dimasss!!" panggil beberapa orang di seberang sambil melambaikan tangan. Bayu, Yuda dan Sarah.
Dimas menghampiri mereka sambil tersenyum tipis, masih diikutin oleh wanita itu dibelakangnya yang kemudian menyapa mereka sambil melambai-lambaikan tangannya.
"Hari ini jadi susun modul di Punai kan?" tanya Sarah pada Dimas sambil melirik sinis ke arah wanita dibelakangnya.
"Ayo" ucap Dimas sambil berjalan ke arah mobilnya, masih diikutin ges. Ia sudah seperti manusia ketempelan setan.
Sitha Ayuwidya. Ia merupakan rekan satu kelas Dimas. Mereka pertama kali bertemu di upacara penyambutan mahasiswa baru. Awalnya Sitha menganggap Dimas tak jauh berbeda dengan cowok-cowok introvert lainnya. Tapi beberapa hal lain memicu rasa penasaran Sitha.
Dimas terlihat cuek dari luar tapi Ia merupakan sosok yang perhatian dan sabar. Ia sering membantu teman-temannya saat ada kesulitan memahami materi. Saat praktikum beberapa mata kuliah dasar dimulai, Sitha selalu satu kelompok dengan Dimas. Sejak itu Ia yakin bahwa ini bukan hanya kebetulan.
Mobil Dimas berbelok di sebuah gedung bertuliskan Punai Cafe. Disusul mobil lain yang dikendarai oleh Yuda. Mereka turun berbarengan dan masuk ke dalam kemudian mencari meja yang menghadap ke taman belakang. Cafe ini memang terkenal sebagai cafe anak kampus. Menyediakan fasilitas wifi dan tempat yang cozy serta harga yang bersahabat. Sitha dengan sigap duduk disebelah Dimas yang mendapat lirikan tajam dari Sarah.
"Eh kalian udah baca belum blog kampus, katanya ada maba pingsan, luka-luka di Fekon?" tanya Bayu membuka obrolan.
"Iya ih, beneran di pelonco sama senior?" tanya Sarah lagi.
"Gila sih kalo beneran, bisa di banned tu panitia-panitianya wkwk" sahut Yuda sambil cengengesan.
"Jangan langsung ngambil kesimpulan, beritanya masih simpang siur juga. Narsumnya pasti butuh duit tuh" jawab Dimas dengan mata fokus pada laptopnya, membuka beberapa file.
"Iya sih, zaman sekarang berita ga penting bener penting atau engga. Yang penting naik aja" sahut Sarah mengangkat kedua bahunya.
Sitha hanya diam menyimak obrolan mereka sambil menyeruput Ice Matcha yang Ia pesan. Matanya tertuju pada ponsel Dimas yang tergeletak diatas meja. Ada sebuah notifikasi pesan masuk. Pesannya disembunyikan, namun kontak yang mengirim pesan membuat mood Sitha seketika anjlok.
Dimas reflek meraih ponselnya dan meletakkannya didalam tas. Ia melirik wanita disebelahnya dengan ekor matanya. Ia sadar sepertinya Sitha sudah mengetahui pesan tersebut. Mereka pun mulai membahas modul praktikum yang akan digunakan untuk praktikum mata kuliah fisika dasar semester satu.
Sitha hanya bisa diam, tidak memperhatikan. Pikirannya melayang pada pesan di ponsel Dimas. Shit, jadi selama ini dia punya pacar, batinnya kesal. Lamunannya buyar saat ada sekelompok mahasiswa masuk dengan suara riuh. Sekitar ada lima orang mengenakan jaket bertuliskan Olahraga, Universitas Merah Putih. Ah, mahasiswa olahraga.
"Dimas?" panggil seseorang yang membuat Dimas dan teman-temannya menoleh ke sumber panggilan.
Dimas nge-freeze beberapa saat melihat seseorang yang memanggilnya. Nanda. Nanda menghampiri Dimas dan menyodorkan tangannya untuk bersalaman. Dengan canggung Dimas membalas salam Nanda sambil tersenyum kecil.
"Gue abis latihan disebelah, trus singgah kesini" jelas Nanda menunjuk gedung sebelah yang merupakan gedung lapangan basket.
"Oh..Ngg.. Kenalin temen-temen gue, Bayu, Yuda, Sarah dan... Sitha" tunjuknya pada Sitha yang posisinya sangat menempel pada Dimas yang kemudian Ia reflek bergeser sedikit.
"Hai" teman-temannya melambaikan tangan dengan canggung.
"Udah lama banget kita gak ketemu, ya" ucap Nanda basa-basi. Ia salfok pada Sitha yang terlihat sangat dekat dengan Dimas.
"Hmmm... Iya, udah setahunan kali ya" Dimas menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Oh, Cindy apa kabar? Gue juga udah lama ga ketemu dia?" tanya Nanda pada Dimas. Teman-teman Dimas spontak menoleh pada Dimas dengan tatapan bertanya-tanya, siapa Cindy.
"Ng...Baik, dia baik" Dimas mengangguk-angguk sambil tersenyum kecil.
Pertemuan yang tidak disengaja itu akhirnya berakhir kurang dari lima menit. Dimas menghela napas lega. Ia sudah kehabisan kata-kata untuk menyapa teman, yang bukan teman dekat juga.
Lamunan Sitha berlanjut dengan topik baru. Siapa Cindy? Kenapa Dimas seperti terkejut dan canggung saat Nanda menyebut namanya?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dirty Boyfriend 2
RomanceCerita ini mengandung konten 21+. Diharapkan kepada para pembaca untuk bersikap bijak. Kasus bullying yang terjadi dikampusnya meyeret nama Cindy sebagai anggota organisasi. Ia menyelidiki kebenaran yang merusak citranya. Namun, Ia malah harus menge...