Bab 2

36 18 19
                                    

Sekarang tiba waktunya bel istirahat, beberapa murid mulai berjalan keluar kelasnya masing-masing, begitu juga dengan ketiga gadis ini. Bianca, Renata dan Siska.

Mereka berjalan bersamaan menuju kantin sekolah, ketiganya menghentikan langkahnya secara bersamaan, terlihat kondisi kantin yang sangat ramai oleh banyak murid.

"Gw gak yakin kita bisa tepat waktu buat makan disini," ucap Renata.

Keduanya mengangguk setuju dengan ucapan Renata, karna waktu istirahat pun tidak cukup lama bagi mereka.

"Gimana kalo beli bakso di depan sekolah? kayanya disitu gak terlalu rame," usul Siska.

"Iya boleh, gw udah laper. Yuk!" Baru saja Bianca akan melangkah, Siska tiba-tiba menahan lengannya.

"Bi, itu bukannya Haikal?" Mata Bianca dan Renata secara bersamaan mulai di arahkan ke arah yang Siska tunjuk.

Seorang murid laki-laki dengan seragam yang tak dia kancing, memperlihatkan kaos hitam yang dia pakai. Murid itu sedang duduk bersama beberapa gadis, dia Haikal, pria yang disukai oleh Bianca. Terlihat Haikal sangat bersenang-senang seraya bersenda gurau bersama beberapa gadis di sana.

"Gw bilang apa? jangan berharap lagi sama dia Bi." Renata mengusap perlahan pundak Bianca, berusaha menenangkan sahabatnya itu dengan pandangan yang masih sama melihat ke arah Haikal.

Sebuah senyuman tipis mulai Bianca perlihatkan, "Dia kan emang populer, gak papa lah. Namanya juga orang cakep, pasti banyak di minati cewek."

Tak!
Sebuah jitakan pelan mendarat sempurna di dahi mulus Bianca oleh Siska. Membuat gadis lugu itu mengaduh seraya mengusap dahinya.

"Bi, sebodoh-bodohnya gw, gak pernah gw ngomong kalimat kaya lo tadi. Plis lah Bi! jangan cuma pinter di pelajaran aja lo nya," ucap Siksa dengan nada kesal nya.

Bianca perlahan menundukan pandangannya, wajahnya mulai teduh. "Kalian tahu kan? perasaan yang gw rasain ke dia, gak pernah sekalipun gw berharap dia bales. Dengan dia ngeliat gw ada itu udah cukup buat gw."

Renata mengeluarkan nafas beratnya. Bianca memang gadis yang cerdas dalam hal pelajaran namun dirinya terlalu lemah dalam hal perasaan, terkadang Bianca yang cerewet, centil dan punya kepribadian seperti itu juga bisa bersikap dewasa saat berhadapan dengan perasaannya sendiri.

"Udahlah mending beli bakso keburu istirahat abis, buruan!" Renata meraih lengan Bianca dan membawanya pergi dari kantin diikuti oleh Siska.

Mereka pergi ke salah satu tukang bakso keliling yang selalu berhenti di depan sekolah mereka. Ketiganya bergegas mendekat ke arah abang bakso dan memesan makanan untuk masing-masing.

Terlihat ketiganya sangat menikmati makanan yang sudah tersaji di depan mereka.

"Gila! bakso mang Tono gak ada tandingannya," ucap Siska seraya melirik dengan tersenyum ke arah Mang Tono.

Mang Tono adalah seorang penjual bakso yang selalu di minati oleh mereka bertiga. Ia memang suka mangkal di depan sekolah saat jam istirahat, kalau mereka bertiga tidak sempat ke kantin maka mereka akan langsung berlari menemui Mang Tono.

"Si neng bisa aja," ucap Mang Tono dengan senyum malunya

"Jangan bosen ya mang mangkal disini," tambah Bianca.

"Gak bosen atuh neng, orang yang beli juga kadang banyak."

"Terus sekarang gimana Mang? banyak gak yang beli? keliatannya si Mamang cape banget," tanya Renata di sela-sela mengunyah bakso nya.

"Alhamdulillah neng, lumayan banyak tadi, Ibu-ibu disini juga pada beli."

"Syukur deh Mang, nanti juga pada dateng tuh anak-anak kelas lain." Mang tono hanya mengangguk mendengar ucapan Bianca dengan senyum lebarnya.

Tak lama beberapa murid mulai keluar dari gerbang menghampiri gerobak Mang Tono. Benar kata Bianca, karna bakso Mang Tono yang enak, para siswa/i bahkan mulai memesan meskipun beberapa dari mereka lebih memilih makan di dalam sekolah.

Renata terkejut melihat Bianca yang terlihat tergesa-gesa dalam memakan bakso. "Bi, lu kesurupan? santai aja kali makannya."

Bianca tidak menggubris teguran Renata, ia justru terus menyendok bakso di dalam mangkuknya, bahkan ia mulai mengangkat mangkok dan menyurucup kuah bakso miliknya.

"Gila, nih anak udah gak makan berapa hari si Re?" sindir Siksa. Renata hanya menggeleng melihat tingkah Bianca.

Groak!!
Renata dan Siska terkejut dengan bunyi sendawa yang Bianca timbulkan. Keduanya langsung melihat sekeliling dimana beberapa murid yang mendengar sendawa Bianca sudah memusatkan perhatian ke arah mereka bertiga. Membuat keduanya tersenyum canggung, sebelum akhirnya kembali melihat ke arah Bianca yang sudah menghabiskan semangkuk bakso nya.

"Gila! laki banget sendawa lu ya Bi," ucap Renata seraya terkekeh.

Tanpa sadar, sebuah minuman tersodorkan ke-arah Bianca yang baru saja bersendawa. Ia meraih botol tersebut meminumnya perlahan. "Makasih Mang."

"Bi ...." Renata memberi kode melalui mata yang ia arahkan ke sebelah kiri Bianca.

Bianca perlahan mulai mengarahkan pandangannya ke arah sang pelaku.

"HAIKAL?!!"

* * *

"Udah belum Bi?" tanya Siska dengan wajah yang sudah terlihat bosan menunggu.

"Belum!"

Mereka berdua sedang berdiri di luar kamar mandi, menunggu Bianca yang sedang menyelesaikan urusannya di dalam.

"Lagian salah kalian gak bilang ada Haikal, kan gw malu."
"Jangan-jangan ... dia juga denger suara sendawa gw??"
"Aelah, hancur reputasi gw. Hancur kecantikan yang gw jaga depan dia."

Kedua sahabatnya terlihat jengah mendengar keluhan Bianca yang sudah ia dengar selama kurang lebih 5 menit.

"Gak perlu di fikirin kali Bi. Kalo dia ilfil, dia gak mungkin ngasih lo minuman," sahut Siska.
"Ya, walaupun lu malah kabur tadi," tambahnya.

Apa yang Siska ucapkan benar. Setelah Bianca tahu bahwa Haikal yang memberikan minuman, dirinya malah kabur ke dalam sekolah bahkan ia sampai lupa membayar baksonya, tentu kedua sahabatnya yang harus mengurus hal tersebut.

"Gimana kalo dia ilfil? gimana kalo dia ngira gw ini cewek jorok? gimana kalo dia akhirnya gak mau deket-deket gw? Arghhh!" Bianca sedari tadi berdiri di depan kaca seraya berbicara dengan dirinya sendiri.

Renata mengeluarkan nafas kasarnya. "Bi, bel 5 menit lagi bunyi. Lu keluar buruan sebelum kita tinggal."

Mendengar ancaman tersebut akhirnya Bianca memutuskan untuk keluar dari dalam kamar mandi dengan wajah cemberut nya. Mereka bertiga pun bergegas kembali ke kelas.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
My Husband Is You (One Shot) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang