Hari ini adalah hari minggu. Pagi-pagi Bianca sudah di suruh siap-siap dengan alasan yang sudah pasti kalian tahu. Bertemu dengan calon suaminya.
Di dalam kamar Bianca terlihat masih bermain HP seraya berbaring di atas kasurnya, ia terlalu malas untuk dandan.
Tok! Tok!
Seorang wanita paruh baya muncul dari balik pintu kamar Bianca. Ibunda Bianca. Zira menatap kaget melihat putrinya yang masih belum siap-siap sedikitpun padahal tamu yang mereka tunggu sudah hampir tiba."Bianca! ko belum siap-siap? bentar lagi dia sampe loh."
Bianca mendongak, melihat Mamahnya dengan wajah malas, "Ya ampun, males Mah ... Bia gak usah turun deh. Mamah sama Papah aja." Bianca kembali fokus ke ponselnya.
Zira semakin kesal menghadapi anaknya yang keras kepala, ia bergegas mendekat ke arah kasur Bianca, seketika ia langsung merampas HP milik Bianca
"Kalo mau HP kamu kembali, sekarang mandi terus siap-siap."
"Aaa! Mamah ...." Rengekan Bianca sepertinya tidak di gubris oleh Zira. Mamahnya itu justru malah berjalan keluar dari kamar.
Dengan gerakan malasnya Bianca berjalan mendekat ke arah lemari, ia berdiri di depan sebuah kaca lemarinya.
"Gak mandi juga masih cakep, yang pentingkan gak ileran," gumamnya.
Bianca terdiam seraya memandangi pantulan dirinya di depan cermin, sebuah senyum mencurigakan ia tampilkan. "Hm ... kalo gw keluar tanpa mandi pasti tuh cowok ilfil dan dia pasti bakal berusaha batalin perjodohan ini, dan gw? gak perlu repot-repot atur rencana kan?"
Senyuman lebar terukir di wajah Bianca. "You smart Bianca!"
Dengan wajah datar tanpa make up Bianca mulai berjalan keluar dari kamarnya, gadis nakal ini benar-benar berani turun dengan bare face nya. Ia berhenti sebelum menuruni anak tangga, sebuah suara pria asing yang terdengar berat saat masuk ke kedua telinganya.
"Ko suaranya kaya bapak-bapak? jangan-jangan gw di jodohin sama umur 40-50thn an," batin nya.
"Bodo amat! pokonya gw harus buat dia ilfil," lirihnya.
Ia kembali melangkahkan kakinya perlahan menuruni anak tangga, "Mamah ... Papah ...."
Langkahnya seketika terhenti saat memasuki ruang tamu, matanya tertuju ke salah satu pria yang memakai kemeja dan dasi berwarna hitam, ia terlihat sedang duduk seraya melihat ke arahnya.
"Gila! Ini beneran cowok yang mau di jodohin sama gw?" batin nya.
Kedua orang tua Bianca terkejut melihat penampilan anaknya yang bisa di pastikan belum mandi.
"Bianca ...." Zira bergegas menghampiri anaknya itu. Wajahnya tampak kesal dan lelah menghadapi sikap anak nya ini. "Kan mamah bilang mandi dulu siap-siap," bisiknya.
Bianca tidak menggubris ucapan mamahnya, matanya se-akan terkunci saat menatap kedua mata pria tersebut.
"Nak Jinno, maafkan anak saya ya, dia memang sedikit bandel dan keras kepala," ucap Atma dengan wajah merasa bersalah.
Pria itu mengarahkan pandangan nya ke Bianca, dari bawah hingga ke atas, satu alisnya terangkat sebelum akhirnya beralih melihat ke arah Atma, Papah Bianca. "Gak papa ko om, emang kadang anak remaja selalu malas mandi di hari libur," ucap pria tersebut seraya tersenyum mengejek ke arah Bianca.
Bianca terlihat kesal melihat senyuman mengejek dari pria tersebut. "Bia gak mandi juga masih cakep ko Pah, kenapa harus mandi dulu. Lagian cuma ketemu dia bukan ketemu presiden atau orang penting lainnya," sahut Bianca dengan nada ketusnya.
"Bia! jaga bicara kamu," tegur Atma membuat anak nya itu diam dengan memajukan bibirnya kesal.
"Lebih baik sekarang kamu duduk, Bi." Zira mempersilahkan anaknya duduk di salah satu sofa yang posisinya tepat berhadapan dengan pria tersebut.
"Bia, kenalin dia Jinno. Anak temen Papah yang mau Papah jodohkan ke kamu," ucap Atma yang memulai memperkenalkan pria asing itu.
Bianca menatap kesal ke arah Papahnya. "Bia kan belum bilang setuju Pah!" sahutnya.
"Itu bukan suatu pertanyaan Bia, tapi perintah," jelas Atma.
Bianca melirik sejenak ke arah pria tersebut, "Lagian bia kan orangnya males, Bia gak mau ya kalo di suruh kerjain pekerjaan rumah," ucap gadis itu bermaksud memberitahu keburukan nya agar Jinno ilfil atau bahkan menolak perjodohan ini.
Jinno tersenyum tipis, dia membenarkan posisi duduknya, mengarahkan pandangan ke arah Bianca, "Tidak masalah, saya punya 5 pembantu di rumah."
Bianca terdiam sejenak. Ia mulai melihat ke arah pria tersebut yang masih menatapnya dengan tatapan tenang.
"Bia orangnya boros! kalo ke mall suka borong banyak barang."
"Saya punya 3 ATM, kamu bisa ambil salah satu untuk memenuhi sikap boros kamu."
Wajah Bianca terlihat kesal mendengar Jinno yang terus membalas ucapan nya. "Bia gak suka mandi kalo hari libur! kadang bisa 5 hari gak mandi, emang mau ke-bauan?"
"Kalo bau ya tinggal saya mandiin." Mata Bianca membulat sempurna mendengar jawaban Jinno.
"Toh kamu juga sudah jadi istri saya saat itu," tambahnya."HAH?! Gak mau!"
Kedua orang tua Bianca hanya diam menyaksikan perdebatan antara mereka. Bianca benar-benar masih bersikap layaknya anak kecil, sangat keras kepala.
Bianca mulai berdiri dari posisi duduknya, "Pokonya Bia gak mau di jodohin!" Bianca langsung berjalan naik ke atas kamarnya.
"Bia! Bianca ...." Panggilan dari Zira bahkan tidak ia gubris gadis itu.
"Maafkan sikap Bianca ya Jinno," ucap Zira yang merasa tidak enak dengan sikap anaknya itu.
Jinno tersenyum ramah ke kedua orang tua Bianca, "Gak papa ko Om, Tan, dia kan masih remaja wajar aja."
Jinno melihat ke arah jam yang berada di salah satu lengan tangannya. "Kayanya Jinno harus kembali ke kantor. Jinno pamit ya Om, Tan."
"Hati-hati ya," ucap Atma yang mengusap punggung Jinno saat pria itu mencium telapak tangan nya untuk bersalaman.
Setelah bersalaman, Jinno mulai berjalan keluar, dirinya berhenti di halaman rumah Bianca. Jinno melirik ke atas yang memperlihatkan ada seseorang sedang mengintip nya dari lantai atas.
Dirinya tersenyum tipis sebelum akhirnya kembali berjalan menuju mobilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Husband Is You (One Shot)
Short StorySeorang gadis manja namun kadang juga bertingkah konyol harus memilih antara crush yang sudah dia sukai selama 3 tahun ini atau orang yang di jodohkan dengan nya. Bianca Kadna Yealin. Gadis yang di manjakan oleh kedua orang tua nya ini, tidak dapat...