Bab 12 (End)

45 24 16
                                    

"Serius lo Ino? Kak Ino?" tanya Bianca dengan antusias.

Bukannya menjawab, Jinno justru terus tersenyum geli membuat Bianca mengerutkan dahi bingung.

"Jawab ... malah senyum-senyum gitu?" rengeknya.

"Saya seneng aja denger kamu manggil saya Kak lagi, udah lama banget gak denger kamu manggil gitu."

Bianca memanyunkan bibirnya, "Suruh siapa kabur ke luar negri, pembohong!" kesalnya. Bianca beralih duduk bersandar di sofa seraya melipat kedua tangan nya.

"Saya tidak bohong, waktu itu nenek saya sakit dan butuh perawatan di luar jadi saya memilih untuk ikut nenek saya, pindah sekolah di sana juga," jelasnya.

"Sama aja, udah hampir 10 tahun baru balik. Mau apa coba?!" gerutu Bianca dengan nada masih terdengar kesal.

Jinno tersenyum dengan pandangan masih fokus melihat gadis di depan nya ini, "Mau ngelamar kamu," ungkap nya secara langsung.

Bianca menoleh, menatap tepat ke arah Jinno. "Gw gak mau, wle!" Bianca menjulurkan lidahnya, dia hendak beranjak berdiri namun segera di tarik oleh Jinno, gadis itu terpaksa harus duduk kembali di sofa.

"Ish! apaan sih?!"

"Kamu tidak kangen dengan saya?"

"Gak!"

Jinno memajukan sedikit kepalanya ke arah Bianca, "Yakin?"

Kedua mata mereka saling bertatapan, menciptakan keheningan sesaat. Sampai akhirnya Bianca tersadar dari lamunan nya, dia langsung memalingkan wajahnya ke arah lain.

"Lo kenapa nerima perjodohan ini?"

"Ha? apa? saya gak denger. Kalo mau tanya orang itu harus ngeliat orang nya dong, gak sopan."

"Ish!" Bianca melipat kedua tangan nya, dia kembali mengarahkan pandangan nya ke Jinno, "Lo kenapa nerima perjodohan ini?" ulangnya.

"Sebenernya, saya yang minta perjodohan ini."

"Ha? kenapa?"

Jinno menarik nafas panjang, dia seperti ingin mulai bercerita panjang. "Dari kecil saya selalu ingin ada di samping kamu, jagain kamu, nemenin kamu, saya juga ingin jadi orang yang ada di samping kamu di waktu-waktu sulit kamu. Ingat tidak saat kamu kecil, setiap kamu terluka pasti nama saya yang akan kamu sebut, ketika saya datengin kamu, disitu kamu akan langsung lari ke saya."

"Di waktu saya pindah, rasanya juga berat untuk saya, Bia. Saya khawatir dengan kamu, saya takut kamu akan jadi pendiam nantinya, saya khawatir gimana nanti kamu menghadapi hal-hal sulit di dalam hidup kamu."

Jinno perlahan mengukir senyum nya, dia mengarahkan salah satu tangan nya ke arah kepala Bianca, mengusapnya dengan lembut. "Saya tidak menyangka kamu akan tumbuh menjadi gadis yang dewasa dan ceria seperti sekarang, saya seneng liat kamu energic seperti ini, Bia."

"Jujur saat saya mulai tumbuh dewasa rasa khawatir itu tumbuh menjadi rasa takut, ketakutan saya hanya 1, Bia. Saya takut kamu sudah memiliki pria pilihan mu, saya takut kamu melupakan saya, oleh sebab itu saya meminta orang tua saya dan orang tua mu untuk menjodohkan saya dengan kamu."

Bianca sedari tadi hanya diam, dia mendengarkan dengan baik semua hal yang di ucapkan oleh Jinno, kedua mata Jinno yang terlihat tulus sangat menarik perhatian nya, membuat dia tidak bisa berpaling.

Wajah Jinno seketika berubah khawatir melihat air mata yang keluar dari kedua mata gadis di depan nya ini, dia segera menurunkan tangan nya dari kepala Bianca, "Bia, ko nangis? saya ada salah ngomong atau nyinggung kamu?"

Bianca menggeleng perlahan, dia menghapus air matanya sendiri. "Gak, Gw cuma keinget waktu lo pergi tanpa ngasih tau gw, lo tau gak gimana sedihnya gw waktu itu? gimana kecewanya gw? disitu gw masih umur 10 tahun, Jinno."

Jinno mengangguk paham, dia tahu tindakan nya dulu sudah sangat salah. Jinno meraih kedua tangan Bianca, "Saya minta maaf atas kesalahan saya dulu, saya minta maaf karna sudah pergi tanpa berpamitan dengan kamu."

Bianca menunduk, air matanya kembali turun membasahi pipi chubby nya itu. "Gw fikir lo benci sama gw, disitu gw juga mikir kalo gw gak ada artinya buat lo, waktu yang kita habisin selama itu dan semua perhatian lo, gw fikir itu gak ada artinya buat lo, Jinno."

Perlahan Jinno mengangkat salah satu tangan nya, mengarahkan nya untuk memegang lembut dagu Bianca, mengarahkan kepala gadis itu agar menatap nya. "Tidak, kamu benar-benar berarti untuk saya. Jika tidak, mana mungkin saya kembali kesini untuk kamu."

"Buat gw?"

"Maafkan saya ya?" ucap Jinno. Melihat Bianca yang mengangguk membuat Jinno langsung meraih tubuh Bianca, membawanya ke dalam dekapan hangatnya.

"Bia kangen ... Bia kangen sama Kak Ino," ungkapnya yang membalas pelukan Jinno itu dengan erat.

"Loh? tadi katanya tidak kangen dengan saya?"

"Bohong itu, Bia kangen banget sama Kak Ino. Kakak jahat ninggalin Bia waktu itu," kesalnya.

"Iya saya jahat, saya minta maaf ya."

Tangan Jinno mengusap lembut kepala gadis itu, senyuman lebar merekah di wajah tegasnya, "Jadi, kamu setuju kan nikah sama saya?"

Pelukan Bianca perlahan ia kendurkan, gadis itu mendongak menatap Jinno, "Bia gak mau nikah muda, Bia mau kuliah dulu, Bia mau jadi dokter dulu."

Mendengar penuturan gadis itu dengan tatapan puppy eyes-nya membuat Jinno tersenyum geli, "Iya. Saya tidak akan menentang keinginan kamu, kita bisa tunangan dulu. Saya cuma mau dunia tahu, kalo kamu sudah jadi milik saya."

Bianca mengerjap matanya beberapa kali ketika wajah Jinno semakin mendekat ke arah nya, kedua mata nya memejam ketika benda kenyal milik Jinno menempel sempurna di dahi Bianca.

Setelah mencium dahi gadis itu, Jinno kembali menarik tubuhnya, dia melihat Bianca yang mulai membuka kedua matanya, ujung bibir Bianca tertarik membentuk senyuman. Keduanya kembali berpelukan melepas rindunya masing-masing.

Kali ini Jinno berhasil, dia bisa mendapatkan gadis yang dia cinta di masa kecil nya itu. Dia berhasil kembali mendapatkan anak kecil yang selalu menganggunya dengan rengekan dan tangisan nya dulu.

Anak kecil ini susah dewasa namun baginya, Bianca masih menjadi anak kecil yang menganggu dan akan terus menganggu hidupnya.

Tapi dia sangat menyukai penganggunya ini.

Cerita ini berakhir dengan ending terbuka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cerita ini berakhir dengan ending terbuka.
Kalian bebas melanjutkan seperti apa hubungan keduanya di dalam fikiran masing-masing.

Terimakasih sudah mampir di cerita pendek author ini...

see you next time ><

My Husband Is You (One Shot) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang