Bab 5

16 7 6
                                    

Ke-esokan harinya.

Di lapangan sekolah terlihat begitu ramai oleh beberapa murid, Bianca yang baru saja datang ke sekolah menatap bingung dan langsung menemui kedua sahabatnya yang berada di sana.

"Ada apa sih?" tanya Bianca dengan wajah kebingungan saat sudah berdiri di samping Sahabatnya ini.

"Itu si Haikal lagi bagiin undangan birthday party nya," jawab Renata seraya menunjuk menggunakan dagunya ke arah seorang pria yang sedang dikerumuni oleh banyak gadis-gadis.

Bianca menepuk keras dahinya, bahkan bunyinya begitu nyaring di telinga Renata dan Siska, "Oh iya! Haikal kan hari ini ulang tahun. Aduh ... gara-gara berurusan mulu sama tuh cowok rese, gw jadi lupa segalanya."

"Cowok rese? maksud lo calon suami lo yang cakep itu?" tanya Siska dengan tersenyum aneh. Kedua sahabatnya ini sudah tahu seperti apa wajah Jinno karna Bianca sempat menunjukan foto nya, itu pun foto yang di berikan oleh Mamah Jinno sendiri.

"Cakep dari mana? datar mulu mukanya kalo sama gw."

"Ouh, jadi lo berharap dia bersikap ramah ke lo?" ledek Renata.

Bianca memutar bola matanya dengan jengah, "Apaan sih kalian?! udah deh jangan bahas tuh cowok. Ke kelas mending yuk." Bianca menggandeng kedua temannya untuk bergegas pergi ke kelas.

"Gak kerasa ya, bentar lagi ujian kelulusan," ucap Renata dengan senyum lebarnya.

"Iya, gw berharap kita bisa tetep bareng, kuliah bareng juga seru kayanya," sahut Siska dengan melihat ke arah dua sahabatnya secara bergantian.

"Semoga aja bi, karna kata orang tua gw, mereka bakal nyuruh gw kuliah di Amrik," ucap Siska membuat Renata dan Bianca saling tatap.

"Lo serius? tapi yang gw pertanyakan nih, yakin lo bisa nyamain kepinteran orang sana?" ejek Bianca seraya diakhiri tawa nya.

"Bianca! jangan ngeremehin gw lo, gak tau aja kalo Siska udah glow brain," bangganya, membuat kedua teman nya kembali terkekeh.

"Ututuu .... bercanda Siska," ucap Bianca seraya memeluk Siska dengan erat.

"Kalo gw ... belum tahu mau lanjut kuliah sekarang atau tahun depan. Lo tau sendiri bisnis keluarga gw lagi di bawah," ucap Renata dengan wajah teduhnya.

Bianca melepas pelukannya dari Siska, ia beralih meraih tangan Renata. "Ya ampun Re, lo tuh gak sendirian. Ada gw dan Siska juga, kita siap ko bantu lo. Lagian kita kan udah temenan lama."

"Tapi gw gak mungkin ngebebanin keluarga kalian buat biayain kuliah dan keseharian gw, itu justru buat gw ngerasa malu."

Bianca dan Siska saling tatap sejenak. Renata adalah sosok gadis yang dewasa, ia tentu tidak akan mau membuat kedua sahabatnya kesusahan olehnya.

"Yaudah kalo keputusan lo gitu, tapi kalo lo butuh apa-apa jangan sungkan ya ke kita." Bianca mendekat ke arah Renata memeluknya dengan senyuman lebarnya.

"Bener! kalo perlu gw minta bantuan orang tua gw buat nyediain beasiswa buat lo, intinya kita harus bisa kuliah bareng," sahut Siska. Dia pun ikut menghampiri kedua sahabatnya dan ikut memeluk kedua sahabatnya dengan erat.

"Sorry ganggu ...." Pelukan mereka perlahan mulai terlepas melihat Haikal yang tiba-tiba menghampiri mereka.

Haikal menyodorkan dua undangan ke arah Siska dan Renata, ia pun beralih mengambil satu langkah lebih dekat ke Bianca, dengan senyuman nya yang lebar Haikal memberikan undangan ke arah Bianca.

"Buat lo, jangan lupa dateng ya," ucap Haikal dengan senyum lebarnya, senyum pria itu begitu manis bahkan berhasil membuat Bianca mematung cukup lama.

"Bi ...," pangil Renata namun tidak berhasil menghancurkan lamunan gadis itu. Renata mengeluarkan nafas beratnya, dia menyenggol lengan Bianca menggunakan sikutnya, hal itu membuat Bianca langsung tersadar dari lamunan nya.

"Ouh, i-iya," ucapnya dengan canggung sambil meraih undangan dari tangan Haikal. "Makasih ya."

Haikal tersenyum lebar sebelum akhirnya berjalan keluar dari kelas Bianca. Gadis itu mulai mengambil nafas secara terburu-buru.

"Ren, mending sekarang kita tutup telinga langsung," peringat Siska membuat keduanya langsung menutup telinga.

"YA AMPUN HAIKAL!! HAIKAL NGUNDANG GW?! DIA-DIA NGASIH UNDANGAN LANGSUNG KE GW" teriak Bianca dengan suara yang begitu nyaring membuat semua orang di kelas menutup telinganya secara kompak.

"Bianca! jangan teriak-teriak!" seru seorang gadis dari meja belakang, dia merupakan ketua kelas.

Bianca menoleh ke belakang, dia tersenyum canggung, "Maaf ya, kelepasan."

"Kalian liat kan? Haikal ngundang gw? dia ngasih undangan langsung ke gw," ucapnya dengan wajah begitu riang dan sangat bahagia.

"Bianca ...." Siska memegang kedua pipi sahabat nya itu, mengarahkan pandangan Bianca agar menatap ke arah nya, "Gak cuma lo yang di kasih, jadi jangan berlebihan. Oke?" Renata yang di belakang seakan mendukung ucapan Bianca, dia langsung mengangkat undangan itu agar bisa di lihat oleh Bianca.

"Ish!" Bianca menyingkirkan kedua tangan Siska dari pipinya, "Tapi kan dia ngasih undangan ke gw pake senyuman, caranya aja bedakan pas ngasih ke kalian sama ke gw?"

Bianca mulai membayangkan sesuatu, "Kira-kira ... gw harus nikah pake adat apa ya sama dia?" gumamnya dengan cekikikan sendiri.

Renata dan Siska saling pandang, keduanya menggeleng lelah dengan sikap sahabatnya ini.

"Tapi Re, apa yang dibilang Bianca ada bener nya juga, sikap Haikal beda banget kalo berhadapan sama Bianca," bisik Bianca di samping Renata.

"Gw juga sadar hal itu ko, gw ngerasa seneng aja kalo si Haikal ternyata punya perasaan yang sama ke Bianca, tapi ...." Ucapan Renata terhenti ketika pandangan nya beralih melihat ke arah Bianca yang masih sedang asik dan bahagia dengan khayalan nya sendiri.

"Gw takut kalo Bianca cuma di php in sama tuh cowok," lanjutnya.

Siska mengangguk setuju, dia ikut mengarahkan pandangan nya ke arah Bianca, "Kalo gitu, kita harus jagain dia. Bianca kalo udah jatuh cinta bakal jadi orang paling bodoh sedunia, dia terlalu lugu soal dunia percintaan."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
My Husband Is You (One Shot) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang