Bab 11

35 23 15
                                    

Pagi ini Bianca sudah berdiri di depan gedung kantor Jinno, gadis itu tampak sudah membaik meskipun terlihat masih sedikit murung.

"Gimanapun gw harus terimakasih sama dia, kata Mamah semalem dia juga luka, gw harus tau dia luka kenapa," gumamnya.

Kali ini Bianca tidak menghampiri resepsionis, dia berjalan begitu saja karna dia masih ingat dimana posisi ruangan Jinno.

Saat sampai di depan pintu ruangan Jinno yang tertutup, Bianca menunduk menatap paper bag coklat berisi makanan yang dia bawa.

Dia mulai membuka pintu, pandangan nya terhenti menatap apa yang sedang terjadi di ruangan itu, di samping pintu lebih tepatnya di sofa ruangan dia melihat jelas Jinno sedang bersama seorang gadis.

"Lo gimana sih? harusnya langsung di obatin," tutur gadis itu yang sedang memegang dagu Jinno.

Pandangan Jinno mulai mengarah ke arah arah pintu tepatnya ke arah Bianca, "Bia?"

"Maaf, harusnya saya ketuk pintu dulu." Saat hendak menutup pintu kembali, pergerakan nya terhenti karna Jinno yang menahan lengan nya.

"Tunggu, saya mau kenalin kamu sama seseorang." Bianca perlahan melepas genggaman Jinno, dia lebih memilih menggenggam tali paper bag yang dia bawa.

Gadis yang bersama Jinno tadi mulai berdiri, penampilan nya begitu rapih dengan rok hitam setinggi lutut dan kemeja putih nya, rambut gadis itu bahkan terurai sempurna.

"Kenalin, dia Tiffany sepupu saya."

"Say- Hah?!" Bianca segera mendongak menatap Jinno dengan wajah terkejut, dia juga melihat kearah gadis itu sejenak. "Sepupu?" tanya nya kembali.

"Ya, sepupu."

Gadis bernama Tiffany itu mengulurkan tangan nya dengan senyuman lebar, segera di balas oleh Bianca. "Aku Bianca," ucap Bianca dengan senyum lebar sampai menampakkan gigi rapihnya.

"Tiffany ini sepupu jauh saya, dia baru saja mendarat dari Eropa," jelas Jinno setelah kedua perempuan itu melepas salaman mereka.

"Karna Bianca udah dateng, gw cabut deh. Gak mau jadi nyamuk." Tiffany menepuk pundak Jinno, "I think her jealous," bisiknya. Jinno tersenyum geli mendengar itu.

"Dia ngomong apa? ko lo senyum-senyum gitu?"

"Gak ada apa-apa, ayo masuk." Jinno menutup pintu ruangan dan menggandeng Bianca masuk, keduanya duduk di sofa ruangan.

"Gimana kondisi kamu? sudah membaik?"

Bianca mengangguk seraya meletakan paper bag yang dia bawa di atas meja, pandangan nya beralih melihat ke arah luka di ujung bibir Jinno.

"Itu luka kenapa? lo di pukul sama Haikal ya semalem?"

"Engga, kepentok meja," elaknya.

Bianca terkekeh, "Alasan lo terlalu ngarang, anak kecil juga tahu kalo itu bukan kepentok meja." Melihat gadis di depan ini yang tertawa membuat Jinno ikut tersenyum lebar.

"Bawa apa? makanan dari mamah lagi?"

"Tante ya, itu mamah gw bukan mamah lo," peringatnya. Bianca mulai membuka paper bag, mengeluarkan kotak makanan di dalam nya.

Jinno segera meraih kotak itu, dahinya mengerut bingung saat melihat tataan makanan itu yang tampak tak serapih biasanya. Kotak itu berisi nasi goreng dengan telur rebus yang sudah di potong menjadi dua.

"Tumben bentuknya gak serapih biasanya," guman Jinno.

"Gak tau, mungkin acak-acak an pas di jalan."

Jinno hanya memberi anggukan, dia segera menyendok nasi ke dalam mulutnya, sementara Bianca tidak berhenti memperhatikan Jinno, seakan menunggu sesuatu.

Jinno mengunyah makanan itu perlahan, "Ko rasanya aneh ya?"

Mendengar itu membuat Bianca mendengus kesal, "Dasar gak bisa ngehargain kerja keras orang!" kesalnya. Mendengar itu membuat Jinno mengarahkan pandangan nya ke Bianca.

"Setidaknya bilang enak kek, walau ucapan gak sesuai fakta," protesnya.

"Loh? saya kan jujur, kita tidak boleh bohong," sahut Jinno.

"Ya tapi kan gw udah cape bikin itu pagi-pagi, gw harus bergulat sama bahan makanan yang sama sekali gak pernah gw sentuh, gw harus ngerecokin mamah dengan banyak pertanyaan selama proses masak, gw-" celotehan Bianca terhenti saat melihat Jinno yang hanya diam menatap nya.

"Jadi, kamu masak khusus buat saya?"

"Iya! tapi karna lo gak suka biar gw balik lagi aja," kesalnya yang mulai merapihkan kotak makan itu. Pergerakan Bianca kembali terhenti saat Jinno menahan lengan nya.

Perlahan genggaman di lengan Bianca mulai berpindah, pria itu beralih meraih kedua tangan Bianca, "Kamu serius belum ingat sama saya sampai sekarang, Bia?"

Jinno merogoh saku jas nya, mengeluarkan sebuah gantungan kunci berbentuk kepala panda.

Bianca mengerutkan dahi bingung, tatapan Jinno tampak teduh dan sedih. Gadis di depan nya ini masih belum mengingat siapa dirinya.

*Flashback...

Di saat usia Bianca 8 tahun, dia sedang bermain di taman bersama seorang anak laki-laki yang berusia lebih tua dari nya, sekitar 13 tahun.

Bianca yang begitu lincah tanpa henti mencoba setiap mainan di taman, mulai dari perosotan, ayunan dan masih banyak lagi.

Saat dirinya hendak menaiki tangga perotosan, kakinya tergelincir membuatnya jatuh ke tanah, hal itu membuat anak laki-laki yang bersamanya segera mendekat setelah mendengar suara tangisan Bianca yang begitu keras.

"Sakit!!!" teriaknya dengan menangis.

"Bia, ada yang luka gak? coba mana Kakak liat," ucap anak laki-laki itu seraya mengecek setiap anggota tubuh Bianca.

Bianca menunjuk ke arah lutut nya yang terluka, dia juga menyodorkan telapak tangan nya yang tampak ada goresan merah dengan darah yang sedikit keluar disana.

"Perih Kak Ino ..." keluhnya.

"Shut, udah ya jangan nangis." Anak laki-laki itu mengeluarkan sebuah gantungan kunci berbentuk kepala panda ke arah nya. "Ini Kakak kasih gantungan kunci punya Kakak yang kamu pengen banget, asal kamu berenti nangis." Dengan bibir cemberutnya menahan isakan, Bianca meraih gantungan itu.

"Kakak bawa kamu pulang ya, biar cepet di obatin sama Mamah," ucap anak laki-laki itu yang di angguki Bianca.

Saat hendak membantu Bianca berdiri, gadis itu meringis kesakitan, "Bia gak bisa jalan ... Kak Ino kenapa Bia gak bisa berdiri? luka Bia gak parah kan Kak? Bia gak akan lumpuh?"

Anak laki-laki itu tersenyum geli, "Engga Bia, mungkin karna kamu luka. Yaudah Kakak gendong ya." Anak laki-laki itu berjongkok di depan Bianca, menunjukan punggungnya.

Perlahan Bianca mulai berdiri dan menjatuhkan tubuhnya di punggung anak laki-laki itu, dia mengalungkan kedua tangan nya di leher anak laki-laki itu.

Mereka pun mulai berjalan pulang dari taman.

*Flashback off...

"Ino?! Kak Ino?" seru Bianca yang membulat kan matanya saat mengingat siapa pria di hadapan nya ini.

Senyuman lebar terukir di wajah Jinno, tapi bukankah senyuman pria itu sekarang begitu lebar? tampak sangat bahagia.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
My Husband Is You (One Shot) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang