14 - Calm down

89 32 2
                                    

Raya terusik, bukan karena sinar surya yang menerobos di balik jendela, melainkan karena sebuah kecupan bertubi-tubi di kepalanya.

Raya menggeliat, samar-samar ia melihat sang suami tengah menatap dirinya. Terlihat sudah rapih, wangi, dan juga tampan.

"Selamat pagi ... " Adalah sapaan lembut ke sekian yang ia dapat di pagi harinya. Namun kali ini, Raya tidak tersenyum, ia masih menatap Danuar yang menopang kepala dengan sebelah tangannya, menatap dirinya.

"Mengapa menatapku seperti itu? Apa ada sesuatu di wajahku?" Danuar meraba wajahnya sendiri, namun tak mendapati apa-apa.

Raya menghela napas, di bukanya selimut yang membungkus diri lantas perlahan turun dari ranjang. Ia harus mencuci wajah dan menyikat gigi.

Danuar yang melihat itu ikut-ikutan menghela napas. Ia menunggu sang istri selama beberapa menit.

"Sayang, sarapan dulu," titah Danuar begitu wanita itu keluar dari kamar mandi.

"Iya, itu sebabnya aku menggosok gigi. Aku lapar. Semalam kan tidak makan." Entah hanya perasaan Danuar, atau memang begitu adanya di dalam rungu bahwa suara sang istri terdengar sedikit - ketus?

"Kalau begitu, makan yang banyak biar cacing di perutnya kenyang, tidak ganggu kamu."

Raya melihat sinis. "maksud kamu, aku ini terlihat cacingan atau bagaimana, mas?"

Oh astaga. Ada apa dengan Raya nya ini? Mengapa wanita ayu itu terlihat sangat kesal kepadanya.

Langah lebar Danuar mengekori Raya begitu wanita itu meninggalkannya di dalam kamar.

Danuar menatap sebentar. "sayang, aku ada salah, ya?"

"Kenapa beratanya? Seharusnya kamu tahu."

Danuar bungkam. Sibuk memperhatikan lahapnya sang istri memakan hidangan sarapan Birchermüesli.

Hidangan yang terbuat dari oat gulung, buah-buahan, kacang-kacangan, dan susu itu sebetulnya tak menggugah selera. Raya bahkan saat ini tengah merindukan nasi goreng, tetapi apa boleh buat, perutnya memang meminta di isi. Setidaknya segelas jus apel yang tersaji di sisi mangkuk Birchermüesli itu dapat membantu kerongkongannya untuk menelan sarapan pagi ini.

Danuar menggeser bangku, bangkit dari duduknya lantas mendekat ke arah sang istri. Netranya terbelah fokus. Hingga di detik selanjutnya, dengan gerakan secepat kilat Danuar sudah berhasil menghisap ujung bibir istrinya. Ada butiran oat di sana.

"Mas!" seru Raya menatap suaminya. "kamu tidak lihat aku sedang sarapan? Mesum sekali!"

"Ada oat di bibirmu,, sayang. Aku hanya membantu." Kekehan kecil keluar dari bilah bibirnya.

Raya memang masih kesal, namun di kecup tiba-tiba seperti ini membuat dirinya salah tingkah. Merona, dan malu-malu.

"Kan bisa memakai tangan!"

"Sengaja ..., " kata Danuar membuat Raya lagi-lagi menatap ke arah suaminya. Ia teguk setengah gelas Jus apel itu lantas bertanya.

"Sengaja?!"

"Ya, sengaja. Kalau tidak seperti ini kamu tidak akan berbicara denganku. Mulutmu akan terus di tutup rapat dan aku akan di buat gundah gulana karena sikapmu."

Danuar lantas bersimpuh di hadapan istrinya, ia genggam telapak tangan istrinya lantas ia kecup dengan hangat. "jika aku ada salah, tolong bicara, sayang ... Aku tidak bisa menebak dan aku tidak mengerti mengapa kamu tiba-tiba mendiamkan aku."

Raya merotasikan bola matanya dengan malas. Ingin melepaskan tangannya namun di tahan oleh pria itu.

"Sayang ... " Danuar terlihat seperti tengah memohon.

BLACK ROSE || NamjoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang