22. Kecemasan Anton

7.3K 518 4
                                    

"Lagi apa?" Anton menyimpan tasnya di tempatnya.

"Ini, beresin perlengkapan bayi. Aku siapin satu kantong juga biar kalau mau lahiran kamu timggal bawa ini aja." jelasnya.

Anton mendekat, melihat satu tas yang sudah banyak perlengkapan. Jantung Anton kembali berdebar.

Tidak akan lama lagi Melati akan melahirkan. Dia beberapa hari ini menjadi gelisah tak bisa tidur.

Padahal Melati yang akan melahirkan tenang-tenang saja melakukan kesehariannya sebagai ibu rumah tangga.

"Kenapa?" Melati mengusap dagu Anton sekilas. Dia tahu apa yang di cemaskan Anton.

"Engga." singkat Anton lalu menatap semua pakaian kecil yang tengah di lipat Melati.

Anton meraihnya satu. Mengusap pakaian mungil itu dengan perasaan menghangat.

Maafin ayah, sempet abaiin kamu, sempet bikin kalian kesulitan. Jangan hukum ayah, ayah janji akan bikin kalian bahagia.

Melati menatap Anton yang melamun menatap pakaian bayi.

"Anton." panggil Melati.

Anton tersadar lalu menatap Melati segera.

"Kita akan baik-baik aja. Jangan bayangin hal buruk, nanti kamu sakit kita gimana?" Melati mendekat memeluk Anton. "Kita akan selalu sama kamu. Jangan cemas,"

Anton membalas pelukan Melati. Dia sungguh takut kehilangan lagi. Membuat pikirannya banyak berpikir, nafsu makannya berkurang bahkan tidak semangat dengan apapun.

"Jangan kenapa-kenapa, gue ga bisa kehilangan lagi." bisiknya.

Melati hanya balas memeluk. Itu kuasa Tuhan yang tidak bisa Melati atur sesuka hati. Semoga nanti tidak akan apa-apa. 

***

Anton tidak bisa fokus saat di kampus. Dia terus melirik Melati lewat video callnya. Padahal prediksi dokter masih 4 minggu lagi, tapi tetap saja Anton gelisah.

"Calon ayah gimana nih? Ikut ga?"

Anton yang kurang menyimak terlihat bingung. "Kemana?" tanyanya.

"Aduh, ga fokus ternyata. Kita mau adain main, sekelas. Di hari minggu nanti, ajak aja istri lo,"

Anton mangut-mangut. "Liat nanti aja." lalu kembali menatap Melati, membiarkan mereka terus mengobrol tanpanya.

Melati tengah melakukan yoga hamil. Melati begitu patuh dengan perintah-perintah dokter kandungan.

Anton tersenyum. Sejahatnya Melati dulu, dia tetap menyayangi anaknya yang mungkin bisa saja baginya membawa keterpurukan saat itu.

Anton semakin salut dan jatuh hati jika mengingat semuanya.

Anton terus melihat perut bulat itu, melihat Melati yang melakukan gerakan ringan. Menggemaskan.

Anton yang libur minta jatah jadi mulai terpancing melihatnya.

"Kamu ga ke kelas?" tanya Melati dengan terengah.

Astaga. Anton semakin menatapnya lekat. Sebelah telinganya kini dipenuhi nafas Melati yang terengah.

"Pulang kayaknya." jawab Anton yang mengundang beberapa temannya menoleh.

"Lah, masih ada satu kelas lagi, Ton."

Anton beranjak. "Izinin gue." lalu pergi dari sana mengabaikan seruan panik Melati yang menyuruhnya lanjut masuk ke kelas.

Bagaimana bisa. Anton sedang naik. Selama ini perasaan itu tidak muncul, dan saat muncul jelas jangan diabaikan.

"Sekali, sayang. Aku beneran mau."

"Dasar!" Melati tidak bisa berkata-kata lagi.

Tapi di satu sisi Melati senang. Anton mulai merasakan hidup normal tanpa cemas lagi. Diajak ciuman saja tidak berselera saking cemas dengan kelahiran nanti.

"Sayang, mau beli sesuatu?"

Melati berpikir sejenak. "Makanan aja, apapun. Aku belum masak, takutnya beres berc*nta kamu lapar. " Melati beranjak untuk mandi. Dia tidak mungkin melayani suaminya dalam keadaan bau keringat..

***

Handuk yang membelit kini sudah terongok di lantai. Anton juga langsung menyerang dua tempat sensitif Melati dengan lapar.

Anton libur hampir 5 hari kalau tidak salah. Dia menjadi pendiam dengan rasa cemas yang menyedot semua nafs*nya dalam hal apapun.

Banyak sekali kesalahan, dia takut karma.

"Dua aja," protes Melati saat di bawah sana jemari mulai mengobok-oboknya.

Anton menurutinya dengan terus mengecupi daging bulat yang berair itu. Dia sedot agar tidak rembes juga. Melati merasa tertolong jika Anton suka itu.

"Tiduran aja, pegel." Melati tidak bisa lama berdiri, perutnya sudah terasa berat.

"Akh.." Melati menggeliat saat bibir Anton bekerja sama dengan jemarinya.

Kalau sudah begitu, Melati hanya bisa kelojotan enak. Memang sangat ahli Anton itu.

"Oh yeahh.."

Anton terkekeh mendengarnya. Melati kalau sedang tak karuan memang lucu, erangan desahnya selalu random.

"Aduduh.." Melati terpejam, Anton kian cepat mengocoknya sampai pinggul yang kini berlemak itu terangkat.

"Keluar, sayang." bisik Anton menanti dan kembali melahapnya hingga Melati mengejang lalu lemas nan terengah.

Anton merangkak naik seraya meninggalkan kecupan.

"Gue akan fokus do'a, dari pada cemas sampai abaiin lo. Takutnya lo ga percaya diri. Padahal dengan lemak gini rasa lo jadi enak banget," bisiknya serak nan seksi.

Melati semakin percaya diri. Dia meraih tengkuk Anton dan melumat bibirnya rakus. Anton membalas sambil grepe sana sini. 

***

"Terus, Hh.." Anton meremas manja rambut Melati, membantu kepalanya itu naik turun memanjakannya. "udah-udah, naik aja." pinta Anton.

Mulut Melati membuatnya hampir saja meledak. Memang kian ahli.

Melati mulai bergerak memimpin. Anton terlihat pasrah keenakan. Menyentuh sana-sini dan membalas desah satu sama lain.

Hingga akhirnya selesai. Keduanya terkapar puas setelah berciuman cukup lama sebagai penutup.

"Jangan bikin aku khawatir lagi. Kamu jadi jarang makan banyak, tidur ga nyenyak, tapi diajak begini nolak lelah." Melati membelai jakun Anton.

Anton mengangguk. "Gue cuma ga mau kehilangan lo, maaf." lalu mengecup ringan kening Melati.

"Waktu diperiksa, anak kita sehat, ibunya juga.. Semoga terus gitu. Kamu tenang ya, jangan bikin Aku juga cemas.."

Anton mengangguk, memeluk Melati mengusap punggungnya sambil terus mengutarakan cintanya.

Anton tidak lagi gengsi.

Baca duluan ada di karyakarsa bagi yang mau makasih :)

Melati Untuk Anton (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang