09. Bahu yang Berat; Gempa

637 91 28
                                    

“Kakak suka nulis diari ya?”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Kakak suka nulis diari ya?”

“Iya, soalnya gak ada yang dengar cerita Kakak.”

—°°—

Gempa kembali ke rumahnya pada pukul 15.30 sore. Waktu tercepatnya kembali ke rumah. Biasanya Gempa sampai di rumah pukul 20.00 karena harus mengikuti bimbel.

Tetapi Ibunya berhasil membujuk Ayahnya untuk tak bimbel terlebih dahulu sampai dirinya benar-benar sehat.

"Aro, ayo makan, Mamah masak sop telur puyuh."

Mamah menyambutnya dengan senyuman hangat. Mamah jarang sekali seperti itu semenjak kematian Kristal.

Gempa merasakan titik bahagia kecil di otaknya.

"Gak, belajar, dulu?" tanya  Gempa dengan ragu.

Mamah tersenyum dan menghampiri Gempa. Beliau mengusap-usap pipi Gempa.

"Untuk hari ini libur dulu belajarnya, Aro. Fokus ke kesehatan kamu dulu."

Gempa benar-benar tersentuh mendengarnya.

Setelah makan Gempa beristirahat di kamarnya. Menulis sebuah diari sebagai kegiatan hariannya.

Gempa suka sekali menulis. Ia terbiasa menulis ketika tak ada yang mendengarkan ceritanya.

Gempa menulis di meja belajarnya, diperhatikan oleh Duri dari belakang.

"Kakak suka nulis diari ya?"

Gempa tanpa menoleh ke belakang menganggukkan kepalanya. "Iya, soalnya gak ada yang dengar cerita Kakak."

***

"Aro, telurnya dadar atau ceplok nih?"

"Dadar Mah."

Gempa menduduki kursinya. Entah mengapa setelah bangun tidur pagi ini, Gempa terasa berenergi dan memiliki perasaan senang yang memuncak.

"Udah ceria, udah sembuh pasti?"

Gempa melemparkan senyumannya pada sang Ibu.

"Les nya mulai minggu depan aja ya, nanggung." Gempa mengangguk paham.

"Kak Mpa, sore jalan-jalan yuk ke alun-alun." ajak Duri penuh harapan.

"Boleh, mau beli apa?"

"Duri mau beli sempol ayam!"

Sembuh Bersama || LIBUR ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang