07. When it Falls Apart; Gempa

561 92 33
                                    

“Hidup itu isinya cuma ngalah sama ikhlas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Hidup itu isinya cuma ngalah sama ikhlas.”

“Walau hidup kamu berakhir berantakan?"

“... Iya.”

—°•°—

!Disclaimer!
Depresi or stress
Self harm
Kekerasan

Gempa menundukkan kepalanya. Memainkan jari jemarinya dengan jantung yang berdetak kencang.

Gempa berkali-kali menelan ludahnya sendiri. Hingga terasa tenggorokannya kering.

"Selama Papah ke Bandung, Papah dapet laporan kalau kamu gak sekolah hampir seminggu ini."

Gempa mengangguk pelan. Kepalanya masih pusing, bahkan keningnya masih tertempel kompresan.

"Kenapa gak sekolah?"

"Aku sakit Pah," lirih Gempa.

"Sakit dikit doang, sugesti kamu tuh yang bikin kamu sakit."

Papah beranjak dari kursi dan membereskan beberapa tumpukan buku, mengembalikannya pada tempatnya.

"Senin mulai sekolah, les harus tetep lanjut."

Gempa mendongakkan kepalanya. "Pah, aku masih sakit. Papah gak mau bawa aku ke dokter?"

Papah langsung memberikan tatapan tajam pada Gempa.

Gempa langsung tegang ditatap seperti itu.

"Kamu tuh jangan manja! Tiru Kakak kamu, dapet semua penghargaan, les sana sini, kamu apa? Kamu bisa apa emangnya? Berani ya kamu, minta Papah buat temenin kamu ke dokter! Gak sudi Papah!"

"Papah!"

"Kamu—"

"Pah! Aku Gempa, bukan Kak Kristal! Kak Kristal udah gak ada Pah, aku gak sanggup gantiin Kak Kristal!"

Gempa berdiri, ia menatap tajam pada Papahnya.

Tatapan itu saling beradu. Gempa tahu, Gempa tahu apa yang akan terjadi padanya.

Papah tampak menghampiri Gempa, tangannya terangkat begitu tinggi.

"ARGH!"

Gempa mengerang keras ketika rambutnya ditarik begitu kencang oleh Papahnya.

"Kamu bisa gak nurut sehari aja sama Papah? Anak tolol!" Papah menarik Gempa dengan menjambak rambutnya.

Sembuh Bersama || LIBUR ||Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang