"kamu mau saya tampar?" kesal perempuan dewasa di depan kelas itu ....semua murid terdiam dan beberapa berbisik bisik .....ini kejadian biasa ,tapi siapa yang pernah terbiasa dengan Drama
"jadi begitu solusinya Bu? ....menampar atau ditampar?" ujar Bocah mungil dengan pandangan garang itu ....
Dia gak salah ...pikir Ranu....tapi ya ....nyentil Ego generasi tua berarti udah harus siap dengan jawaban bernuansa represi .....
maksudnya ini diskusi Sastra ....legenda .....Malin Kundang si guru yang meminta kami menuliskan interpretasi kami tentang cerita rakyat itu dan bagaimana Ale ketika di minta maju dan membacakan tulisannya ....malah membawa perspektif baru yang gak sesuai sama ekspektasi si guru Tua ....
"Malin pemuda cerdas dan piawai yang sanggup lepas dari Kungkungan kemiskinan tradisional yang menempatkannya dan ibunya menjadi kelas terpinggirkan ....Malin yang meraih segalanya atas kerja keras dan tanpa embel embel bangsawan dan darah biru ...mampu menjadi saudagar dengan tangannya sendiri ,tapi sang ibu lebih menyukai dan menikmati yang biasa ...Malin yang patuh ...Malin yang anak janda miskin ....Malin yang tidak mempunyai kehendak bebas .... Malin yang tidak mempunyai harga Diri ....maka timbullah kutuk melawan pembaruan ...melawan modernisasi ....atas nama status quo...atas nama pola tradisional...atas nama kau tidak boleh berargumen dengan mereka yang lebih berpengalaman dan lebih lama hidup darimu .... Malin menjadi batu karena dia dididik sebagai Batu ....dan dalam hal ini ....apakah si ibu berkontribusi atas kebatuannya ....?" seluruh kelas terperangah mendengar resume dari si cungkring .....wajah si guru bahasa indonesia itu sekarang terlihat Semerah kerudungnya ....
Ale kemudian tersenyum dingin dan menutup resumenya dengan pertanyaan "jika Aku Batu,ibu? apa yang buatku jadi begitu?"
Dan disinilah kami terdampar mendengar alterkasi antara si cungkring dan si guru tua
sejenak Ranu merenung dan teringat mimpi semalam .....Ale amat sangat mirip dengan Dhuha ....pikiran pikiran absurd nan brilyan ....mata mata yang memancarkan apapun yang ada di benak dan hatinya ....kemelankolisan dan kemurungan yang sama walau dengan output yang amat berbeda ....
Dhuha dengan teduh membuatnya terenyuh dan bersimpati , Ale yang panas dan keras ....yang menantangnya untuk berkelahi ....dengannya ....atau bersamanya.....
sejenak pandangan Ale dan Ranu bertemu....ada senyum menawan di sudut wajah garang si mungil ....dan ada degub tak menentu dan rasa panas di wajah si bongsor yang terduduk di kursi siswa....
**********
"kenapa?" ujar Ale melihat laki laki bongsor yang tampak merenung di hadapannya saat mereka makan siang di jam Istirahat
Ranu mengangkat bahunya perlahan "setelah ini apa Le?" lirihnya kemudian
dahi Ale mengerenyit ....sejenak disuapkannya mie pangsit ke mulut mungilnya ....
"setelah ini?" ulang si cungkring
"yeah.....setelah sekolah ....setelah banyak sekali orang bertumbangan karena mulut tajammu?" lurus Ranu ....
Ale meneguk air es dihadapannya "well mereka akan hati hati...dan pada akhirnya ....akan lebih baik...dan orang orang yang lebih baik ... akan membuat dunia akan lebih baik kan? lebih.. mudah?" senyum laki laki mungil itu samar ...
"dan mereka akan menjauhimu karena membuat hidup mereka gak nyaman?" tembak Ranu lagi
Ale sedikit terbengong ...."kalo mereka baik baik ....gue juga lebih baik kan?"
"masak...?" lanjut Ranu ....
"gue buat mereka tetap aware....tetap tajam....itu bagus kan Nu?" timpal si Mungil Masam
"aku gak tahu Le....mungkin aja itu bagus untuk mereka ....gimana untukmu?" senyum Ranu masam
"untuk gue?" lanjut Ale ...
KAMU SEDANG MEMBACA
The Eternity Origins : senior Years
General Fiction2002 Ranu Sawidji dipindahkan ayahnya ke sekolah Negeri Pinggiran Jakarta selatan pada tahun ke tiga sekolahnya... meninggalkan Desa Bernama Segara Inten dengan segala kenangannya membuatnya malas beradaptasi kecuali satu....sosok Allegro Fajar Har...
