Trauma

209 9 0
                                    

Greb!

Tanpa ba-bi-bu, Jeno langsung memeluk erat Jaemin. Lelaki yang telah retak jiwa, jiwa-raganya. Tangisan Jaemin pun semakin kencang. Semakin membuat Jeno sesak pula.

“Hiks! Kini aku bahkan tak bisa mengingat apapun, kawan lamaku, prestasiku-ah, semuanya! Tapi kenapa trauma-traumaku bisa selalu kuingat!? Trauma masa kecilku yang dikurung setiap hari di kamar, hingga trauma kotor itu, kenapa Tuhan selalu memberiku kesialan!? Hiks, Jen.. Jeno, hiks.. aku lelah..”

Tangan Jeno tergerak mengusap-usap lembut punggung Jaemin. Sementara jemari Jaemin makin kencang berpegangan pada bahu Jeno.

“Kita tidak bisa menyalahkan siapapun, Na. Kondisimu saat ini mungkin benar-benar terpuruk, tapi Tuhan telah menyiapkan hadiah terindah suatu hari nanti.”

“Aku tak bodoh untuk dengan mudahnya mempercayai itu, hiks.”

Jeno menghembuskan napasnya kasar, “Tapi kalau kau menyerah sekarang-”

“Orang tuaku akan berpesta.”

“Tidak, Na. Bukan begitu,” Jeno melepaskan pelukannya tetapi kedua tangannya masih memegang lengan Jaemin.

“Akan ada Haechan yang menangis dan memintamu kembali di sisinya. Tuhan pun tidak akan menerimamu di sana, karena jiwamu justru semakin tak tenang di dunia.”

“Dan tentunya akan ada aku, yang merasa hampa sebab yang ku kejar-kejar selama ini memilih untuk mati,” sambung Jeno dalam batinnya.

“Lalu, sekarang aku harus apa?” tanya Jaemin.

Jeno baru saja melepaskan kedua tangannya dari lengan Jaemin tadi, ia lalu bertanya, “Kau sudah tak takut dengan pria dominan?”

Jaemin tertegun. Ah, benar, dia baru saja memeluk Jeno. Ah, bahkan ia menangis dan menceritakan semuanya pada pria berhidung bongsor itu.

“A-aku tidak tahu.”

“Beranikan dirimu, lawan mereka yang menyakitimu! Kau punya harga diri, kau berhak untuk melawan, Jaemin!”

“T-tapi si brengsek itu dari kalangan atas. Ayahnya adalah jenderal polisi, ibunya pemilik kosmetik ternama. Kalau ak-”

“Justru itu! Kalau kau menemukan bukti yang kuat, maka masalahnya akan mengakibatkan pekerjaan orang tuanya juga.”

“Bagaimana caranya?”

***

Sudah sepekan berlalu sejak kejadian Jaemin yang tiba-tiba saja meminta dipeluk oleh Jeno. Lalu sekarang, Jeno tengah menunggu seseorang di bandara. Pria itu bangkit, senyumnya merekah, dan kedua tangannya terbuka lebar tatkala seseorang yang ditunggunya telah tiba.

Greb!

Sebuah pelukan yang amat erat antara Jeno dan seorang lelaki mungil berdarah Cina itu terasa begitu menghangatkan.

“Hai, Jen. Aku merindukanmu.”

“Aku pun,” Jeno melepaskan pelukannya dan memberi sebuah buket bunga kepada lelaki di hadapannya itu, “Aku membawakanmu bunga. Setelah ini, apakah kau mau ke cafe bersamaku?”








































































Hayolohh ada yang bisa tebak itu siapa???

TBC -->

Trauma (NoMin) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang