"Maafkan ibu."

122 7 0
                                    

Ceklek!

Pintu rumah Jaemin dibuka oleh pemiliknya, ia tertegun tatkala memasuki rumah itu. Betapa sepinya.. tak hanya di luar, tetapi juga di dalam rumah. Serasa bak tak ada penghuninya.

Jaemin lantas melangkahkan kakinya, membuka pintu kamar tidurnya. Ketika pintu tersebut dibuka, hati Jaemin sontak terenyuh. Lelaki itu melihat sosok ibunya yang tengah menangis sendu sembari mendekap erat baju tidur Jaemin.

Dengan lirih, Jaemin memanggilnya, “Ibu..”

Deg!

Sosok yang dipanggilnya ibu sontak menegakkan pandangannya. Tangisannya semakin menjadi kala ia tergerak untuk memeluk Jaemin.

“Hiks, Jaem. Ibu merindukanmu, sayang. Maafkan ibu, hiks. Ibu tidak ingin kau pergi.”

Pilu. Itu yang hati Jaemin rasakan saat ini. Meski masih ada beberapa luka yang terbuka, tetapi lelaki itu tak tega untuk tak mengusap-usap punggung ibunya.

Sementara Haechan yang baru saja menghampiri mereka, justru dibuat mematung saat melihat ibu dan anak yang telah lama berpisah sekarang sedang berpelukan erat di tengah pintu kamar.

“Jaemin, maafkan ibu. Ibu selama in-”

“Sudah, Bu. Jangan membahas itu lagi.”

Ibunya membisu sejenak seraya melepaskan pelukannya, “Jadi, kau telah memaafkan ibu?”

“Aku tidak tahu.”

***

Dinginnya udara semalam, Jaemin habiskan untuk mengistirahatkan tubuhnya sembari meminum beberapa pil penenang. Kemudian, pagi harinya Jaemin bangun dan berjalan ke luar kamarnya.

“Eunghh,” lelaki itu meregangkan badannya sejenak sembari mengucek-ucek netranya.

“Nak, kau sudah bangun?” ucap sang ibu seraya membalikkan badannya dari arah meja dapur. Tangan sang ibu nampak membawa sebuah mangkuk besar berisi cream soup.

Diletakkannya mangkuk tersebut di atas meja makan. Dua buah mangkuk kecil, dua sendok besi, dua gelas bening, serta sebuah teko berisi teh hangat sudah tertata rapi di sana.

“Ah, haha.. Ibu membuatkanmu cream soup isi sayuran, Jaem. Apakah kau menyukainya?”

Senyuman cerah terpampang jelas pada wajah keriput sang ibu. Jaemin yang melihat itu merasakan sebuah dentuman dalam dadanya.

“Y-ya.. Aku menyukainya.”

“Kalau begitu ayo makan bersama, Nak.”

Jaemin lantas duduk berhadapan dengan ibunya. Ketika Jaemin hendak mengambil mangkuk, ibunya sudah mendahuluinya.

“Biarkan ibu saja yang mengambilkanmu.. Kau ingin seberapa banyak, Nak? Apakah ini cukup?”

Jaemin merasa agak gugup entah kenapa, ia berkata cukup pada ibunya yang mengambilkan supnya sebanyak dua sendok sayur.

Beberapa menit berlalu, anak dan ibu itu hanya diam dan makan tanpa suara. Canggung, mungkin..

Hingga akhirnya sang ibu memberanikan diri untuk berbicara pada sang putra, “Nak.. Ibu minta maaf atas apa yang telah menimpamu selama ini.”

Jaemin mengalihkan netranya pada netra sang ibu.

“Waktu itu.. Keluarga kita mengalami tekanan ekonomi, sehingga ayahmu tega melakukan itu semua. Ibu sudah melarang ayahmu, sampai kami bertengkar. Namun, semua itu sia-sia karena keangkuhan ayahmu sendiri, Jaem.“

Diam. Hanya itu yang bisa Jaemin jadikan respon sekarang. Pandangannya kini kosong dan tangannya hanya bisa mengaduk-aduk sisa supnya.
“Namun, ketika kami mendapat kabar tentangmu, ayahmu langsung terkejut dan menampar dirinya sendiri.”

Trauma (NoMin) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang