“Ehm, lingkungannya sangat sepi ya?”
Lelaki yang ada di depannya mengangguk menjawab pertanyaan yang lebih muda.
Ceklek!
“Ah, akhirnya! Tak sia-sia aku menyimpan kunci cadangan ini.”
Tiga orang lelaki itu pun masuk ke dalam sebuah rumah yang nampak sepi. Diseretnya barang-barang bawaan mereka dan mereka letakkan pada kamar bagian depan.
Lelaki dengan perawakan ramping, mulus nan putih, mulai terduduk dengan pandangan kosong di sofa ruang tamu. Tangannya dengan gemetar mengelus sebingkai pigura yang ia ambil dari dalam lemari kaca tadi.
Dalam pigura itu, terdapat sebuah foto yang berisi sesosok lelaki yang telah tumbuh rupawan. Dilengkapi dengan senyum yang terukir indah di wajahnya.
Tes!
Tak kuasa menahan tangis, air mata dari lelaki yang tengah mengelus foto itu terjatuh tepat di atas senyuman sosok dalam foto, “Hiks, Jaemin, ibu merindukanmu, sayang..”
Punggung si ibu yang turut bergetar akibat tangisan, akhirnya dielus dengan lembut oleh sang suami. Sementara lelaki lainnya yang merupakan anak bungsu mereka hanya diam seraya ikut memandangi foto kakaknya.
“Jadi seperti itu wajah Jaemin-san sekarang. Dia sangat tampan, ya,” batin Shotaro, adik kandung Jaemin.
Ya, keluarga–ah, pantaskah aku menyebutnya keluarga? Begitulah, ayah, ibu, dan adik Jaemin langsung terbang ke Seoul setelah mendapat kabar yang begitu mengiris hati. Namun, sebelum itu, kedua orang tua Jaemin telah sepakat untuk menurunkan ego masing-masing demi kebaikan sang putra sulung.
Kejadian dahulu yang mereka lakukan, semacam kekerasan fisik maupun verbal terhadap Jaemin seolah-olah tak ingin mereka ulangi lagi.
Pukul empat sore ini mereka baru saja sampai dan tak mau berlama-lama, mereka bertiga segera bergegas ke lokasi yang dikirimkan oleh Jaehyun.
“Ayah, apakah Jaemin-san mau memaafkan kita?” tanya Shotaro dengan polosnya. Bocah itu memang masih kelas satu SMA dan belum terlalu mahir berbahasa Korea, jadi ketika dengan keluarganya ia terbiasa memakai bahasa Jepang karena ia murni lahir dan tumbuh di negeri sakura itu.
“Pasti. Pasti Jaemin memaafkan kita. Dia adalah orang yang paling baik, anak yang sangat-sangat baik,” Yuta melanjutkan ucapannya, “Tidak seperti ayahnya.”
***
PLAK!
Baru saja tiba, tapi Yuta sudah disambut dengan tamparan yang keras oleh sohib lamanya. Istrinya yang melihat itu hanya bisa menutup mulutnya tak percaya.
“Kau tak becus menjadi ayah! Kau justru semakin membuat anakmu menderita!”
Yuta menunduk, “Di mana anakku?”
“Jaemin koma!”
Taeyong yang ada di samping Winwin untungnya sigap menahan tubuh Winwin yang sedikit terhuyung akibat terkejut.
“A-aku minta maaf.”
“Maaf!? Kau seharusnya minta maaf pada Jaemin. Bukan aku. Kalau saja Jeno tidak ke Seoul dia juga tidak akan tahu dan memberitahuku tentang keadaan Jaemin yang sekarang.”
Yuta mengangkat kepalanya, “Jeno?”
“Kau ingat? Dia anakku yang tengah. Kenapa, hah?”
“Terima kasih.”
Jaehyun mengernyit, “Kau benar-benar ingin mengubah dirimu demi Jaemin?”
Ceklek!
Suara pintu kamar pasien yang dibuka oleh Jeno memberhentikan percakapan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trauma (NoMin)
Fantasia"Kau ingin kembali menjadi anak kecil?" Jaemin mengernyitkan dahinya, "Apa? Yang benar saja! Jika ada mesin waktu pun, aku akan memilih untuk tidak dilahirkan!"