Masihkah Jeno Menunggu?

95 8 0
                                    

Tiga minggu kemudian, Hyunjin resmi dijadikan tersangka dalam kasus pelecehan seksual. Sebelum itu, ia ditangkap di kediamannya saat sedang bermain dengan seorang pelacur pula.

Lihat, betapa menjijikkannya si cabul itu!

Fakta mengejutkan sekaligus menguntungkan, yakni ayah Hyunjin ternyata telah lepas jabatannya dan usaha ibunya juga sepi pembeli saat ini. Sehingga semakin memudahkan untuk pihak Jaemin mengajukan laporan.

Meski sang korban masih koma, tetapi berkat pengacara yang profesional juga waktu yang dimakan tak terlalu banyak. Hingga sampailah pada saat yang diimpi-impikan. Hyunjin diberi hukuman mati, bukan karena kasus pelecehan seksual saja, tapi juga kasus pemakaian narkoba yang telah ia geluti selama beberapa tahun.

Ah, begitu miris. Orang tuanya juga sudah terlihat pasrah terhadap putranya itu. Alhasil, sidang pun ditutup dan dimenangkan oleh pihak korban. Semuanya menangis terharu saat itu, bahkan, Haechan berani mengambil cuti hanya untuk menjadi saksi di pengadilan.

Sekarang, tak terasa. Waktu pun telah berjalan satu bulan lagi. Yuta dan Shotaro telah kembali ke Jepang demi urusan kerja dan sekolah. Orang tua Jeno telah kembali ke Canada dan Jeno telah kembali sibuk dengan pekerjaannya. Begitupun Haechan.

***

Siang ini, Jeno dan juga Haechan tengah beristirahat di cafe yang biasa mereka sambangi. Tentu, cafe di saat masa-masa bersama Jaemin dulu.

Keduanya saling bertatapan serius sekarang.

“Chan, apakah Jaemin akan bangun?”

“Kau jangan bodoh! Berapa kali kau bertanya dan berapa kali kujawab, pasti! Jaemin pasti akan bangun! Tidak mungkin tidak!”

Jeno tertunduk lesu, Haechan sudah tahu mengenai perasaannya setelah malam di mana Jeno membawa Jaemin ke rumah sakit.

“Tapi aku mendengar percakapan orang tuaku melalui telepon kemarin. Mereka sepertinya lupa mematikan teleponnya.”

“Apa yang mereka bicarakan?”

“Perihal Jaemin. Mamaku bilang, aku tidak bisa terus-terusan seperti ini. Dia bilang aku juga harus bertindak cepat agar tak terlalu lama sendiri. Sedangkan papaku menyuruhku untuk tetap menunggu saja.”

“Hey, bukankah setiap orang berhak untuk memilih memiliki pasangan atau tidak?”

“Ya, tapi tidak untuk mamaku. Dia justru terus menekanku supaya cepat mempunyai pasangan.”

Haechan terdiam. Kalau dia ada di posisi Jeno, mungkin dia juga akan sedih.

“Sudah enam bulan, Jaemin tidak sadar. Sebesar itukah trauma yang dialaminya, Chan? Lalu sekarang, aku harus apa? Benarkah kalau aku ingin menunggunya sampai bangun lagi? Tapi, sampai kapan?”

Haechan membuang napasnya kasar, seperkian detik, lelaki itu juga bingung, “Hahh.. Jen, tanyakan hatimu. Masihkah dia ingin menunggu? Tapi untuk Jaemin.. takdir siapa yang tahu, 'kan?”






































































































TBC -->

Trauma (NoMin) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang