Keduanya pun telah mengobrol di cafe yang waktu itu Jeno datangi bersama Haechan dan juga Jaemin. Selepas dari bandara, mereka benar-benar langsung pergi kesana. Sementara koper dan barang bawaan lainnya milik si lelaki Cina itu masih berada di mobil Jeno.
“Hahahaha, Ren. Aku sangat berterimakasih padamu. Sekarang orang tuaku bahkan mendukungku.”
“Sama-sama, Jen. Jelas mereka mendukungmu, karena sepertinya, orang tuamu sudah tak sabar ingin menggendong cucu.”
Keduanya tertawa. Jeno kembali angkat bicara, “Kalau saja kau tak dibayar orang tuaku, tekadku untuk mengejarnya, kira-kira sekarang akan jadi seperti apa?”
Kita kembali ke dua tahun yang lalu. Di mana Renjun sebenarnya dibayar oleh orang tua Jeno untuk PDKT dengannya dan agar Jeno segera mendapatkan pasangan. Namun, karena Renjun yang diam-diam notabenenya adalah seorang psikolog cinta, maka Jeno justru menceritakan semua keluh kesah hatinya pada Renjun.
Setelah dua tahun, Jeno akhirnya mengikuti perkataan Renjun agar memberanikan diri untuk memberitahu orang tuanya. Memberitahu bahwa sebenarnya, Jeno telah mencintai Jaemin, teman SMP nya dulu.
Di luar dugaan! Kedua orang tua Jeno ternyata memberinya lampu hijau dan menyuruhnya untuk mengejar Jaemin di Seoul sekaligus membuka cabang bisnis papanya di Korea. Sementara Renjun, kini ia dan Jeno berkawan baik, sangat baik. Itulah alasan Jeno pergi ke Seoul setelah lulus S2.
“Kau kesini hanya untuk jalan-jalan?”
Renjun mengangguk.“Lalu kau akan menginap di mana?”
“Villa milik sepupuku.”
Jeno ber-oh ria. Tangannya kini tergerak untuk menggenggam tangan lelaki di hadapannya, “Ren, terima kasih.”
Netra keduanya pun saling bertemu dan senyum keduanya juga mulai terpoles di wajah tampan masing-masing. Ah, tapi sayang sekali, Jaemin yang baru saja membuka pintu cafe itu justru melihat keduanya. Ia terlanjur mengambil perspektif yang berbeda dan itu membuat dada Jaemin sesak.
Apa-apaan ini? Pukul 5.30 sore, Jaemin baru menyelesaikan shift siangnya. Niatnya ke cafe adalah untuk beristirahat dan membeli kopi kesukaannya. Namun, apa yang ia lihat? Apa yang ia rasakan? Padahal kopinya belum juga dipesan, tapi hati Jaemin sudah pahit duluan.
Huftt! Aneh, menyebalkan.
Ternyata itu alasan Jeno tidak pernah mengunjunginya lagi selama sepekan ini? Hmm, aneh juga kenapa Jaemin bisa merasa kesal saat melihat hal tadi? Oh, satu hal lagi yang aneh. Hyunjin, si cabul itu tak nampak batang hidungnya sama sekali. Persis selama sepekan ini pula.
Padahal, biasanya dia akan menguntit Jaemin ketika pulang kerja, tetapi untungnya Jaemin selalu selamat akibat orang-orang yang lewat.
Jaemin akhirnya memilih kembali ke mall dan tidak jadi memesan menu favoritnya. Lalu sekarang, ia pulang pukul setengah sembilan.
Namun, akibat pikirannya yang tidak fokus, Jaemin justru berjalan sendirian di jalan pulang yang tak biasanya ia lewati. Jalan itu benar-benar sepi.
Ketika Jaemin sedang menyeberang, secara tiba-tiba, mobil hitam yang melaju kencang ke arahnya membuatnya terserempet hingga kehilangan kesadaran.
***
Jam dinding menunjukkan tepat pukul sembilan malam. Di dalam kamar hotel nomor 121 telah berdiri seorang yang biadab. Ia kini tengah menatap Jaemin yang tubuhnya lemas setengah mati.
Sayup-sayup, Jaemin dapat mendengar suara yang ia benci yang sedang memanggilnya. Netranya juga perlahan-lahan terbuka. Sungguh, kepalanya luar biasa pening.
![](https://img.wattpad.com/cover/369267983-288-k70792.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Trauma (NoMin)
Fantasía"Kau ingin kembali menjadi anak kecil?" Jaemin mengernyitkan dahinya, "Apa? Yang benar saja! Jika ada mesin waktu pun, aku akan memilih untuk tidak dilahirkan!"