Chapter 3

235 39 13
                                    

Sesekali Althaf akan memperhatikan Evan yang tengah duduk santai di depan rumah atau mencuci mobil. Pria itu cukup pendiam ternyata, kadang kalo tidak diajak bicara duluan dia juga akan diam saja. Entah pendiam atau memang banyak pikiran. Karena tidak sekali dua kali Althaf menemukannya melamun.

Mungkin juga, kehidupan pernikahan tidak seindah itu.

Ngomong-ngomong masalah menikah, kemarin papa mulai kembali merecokinya dengan pertanyaan seputar hubungan. Papa sangat suka menjodoh-jodohkan Althaf dengan anak temannya. Yang mana mereka semua perempuan dan Althaf sama sekali tidak tertarik. Dia tidak pernah punya hubungan dengan perempuan, pun dengan lelaki hanya beberapa kali saja. Tidak intens dan hanya sekilas lewat. Althaf tipe orang yang gampang ilfeel jika satu hal saja dari pasangannya yang tidak klik dengan dirinya.

Papa sama sekali tidak tau kalau anak tunggal kesayangannya adalah seorang gay. Beliau selalu antusias setiap kali mencoba mengenalkan Althaf dengan anak temannya. Juga, papa tidak perlu tau. Althaf masih seorang anak yang sangat menyayangi orangtuanya, enggan membuat mereka kecewa. Karena sejak ibu meninggal, papa hanya punya dirinya yang bisa diharapkan. Biarlah saat ini dia bersenang-senang, ke depannya nanti saja dipikirkan. Entah dia akan berakhir menikah dengan perempuan atau memilih tetap sendirian.

"Kenapa melamun?"

Usapan di pipi membuat Althaf kembali memijak bumi. Atensinya beralih pada Hesa yang berbaring di sebelahnya, memeluk perutnya dengan erat seolah Althaf akan pergi kemana saja bila terlepas. Agak rintik di luar, hasil dari mendung seharian ini.

Althaf agak berbohong pada Evan tadi siang saat berkata bahwa Hesa dan Kavi yang akan datang ke rumahnya. Meski terlihat cuek dan tidak peduli, Althaf tau betul bahwa papa mengawasinya melalui Evan.

"Hes, lo nanti gimana?" tanya Althaf tiba-tiba, bahkan dia sendiri bingung dengan pertanyaannya.

"Gimana apanya?"

"Ke depannya. Lo pasti gak bisa gini terus kan? Setau gue nyokap lo juga gencar banget ngenalin lo ke cewek-cewek."

Hesa melepaskan pelukannya di perut Althaf, namun sebelah lengannya masih jadi bantalan kepala lelaki itu. Matanya menatap langit-langit kamar, mengingat kembali kejadian beberapa hari lalu saat ibunya membawa seorang perempuan ke acara makan malam mereka.

"Itu karena bunda tau kalo gue gay, makanya beliau gencar banget deketin gue sama cewek."

Beda dengan Althaf, Hesa membuat keributan di keluarganya karena mengaku gay dan sekarang harus terima resiko dengan kecerewetan orangtuanya yang ingin dia kembali normal. Karena itu, Althaf tidak akan pernah berani bilang ke papa mengenai orientasinya.

"Lo kenapa milih kuliah ke luar negeri sih? Gue jadi susah buat ketemu."

Althaf mencibir, memukul pelan dada telanjang Hesa.

"Gue bukan pereda stress lo ya!"

Hesa merengek, kembali memeluk tubuh Althaf sambil menduselkan wajahnya ke ceruk leher lelaki itu.

"Gue cuma bisa lari ke lo kalo lagi ditekan gini sama bunda."

Sialnya, Althaf juga begitu. Ketika sedang banyak yang kepalanya muat, dia akan refleks mencari Hesa. Orang yang sudah tiga tahun ini menjalin hubungan diam-diam dengannya. Di mata orang lain, mereka terlihat seperti teman biasa atau cuma sepupu saja. Tapi di baliknya, mereka bahkan sudah melihat tubuh telanjang masing-masing.

Terjadi tiga tahun lalu saat keduanya menyadari orientasi satu sama lain. Althaf yang selama ini merasa sendirian dan ketakutan, menemukan Hesa yang menerima dia apa adanya. Begitu saja. Mereka yang tadinya cuma teman berbagi cerita, akhirnya menjadi teman minum bersama juga. Lalu karena alasan klise--mabuk, mereka akhirnya tidur bersama.

Call You Mine | ChanhunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang