Chapter 7

292 44 16
                                    

Hubungan terakhir Althaf dengan seseorang secara lebih serius--jika dibanding dengan Hesa, mungkin sekitar 6 bulan lalu dengan bule London yang tinggi dan sangat tampan. Hubungan yang berjalan lancar dan tidak terlalu banyak drama. Well, beberapa pria bahkan juga suka membuat skenario menarik untuk membuat sebuah hubungan berjalan dengan tidak membosankan.

Sedangkan Althaf adalah tipe yang tidak terlalu suka hal itu. Menurutnya cukup tenang dan tidak saling meninggikan ego saja sudah cukup. Dia mengerti bagaimana harus menghadapi hubungan sesama lelaki. Dia cukup berpengalaman.

Mantannya dulu adalah pria yang lebih tua 5 tahun, sangat suka memperlakukannya bak pangeran tidur, memenuhi semua sikap kekanakannya yang kadang masih suka berontak. Althaf cukup nyaman dengannya dan kemudian menyadari bahwa pria seperti itulah yang mungkin menjadi jawabannya jika ada yang bertanya tentang tipe ideal.

Tapi mereka berakhir karena si pria belum selesai dengan masa lalunya dan Althaf sangat tidak memaklumi hal itu. Dia tidak suka berbagi hati meski hanya secuil yang tersisa. Apa yang untuknya, maka hanya untuknya.

Setelah itu, Althaf pikir dia akan baik-baik saja jika sendiri dulu dan fokus pada studi, selain karena memang belum ada yang menarik matanya lagi. Apalai setelah bertemu dan punya banyak waktu lagi dengan Hesa, Althaf jadi sedikit terhibur.

Pikirnya begitu: tidak ada yang menarik lagi.

Lalu setelah malam dia pergi nonton berdua dengan ayah, isi kepala Althaf yang dua bulan ini ingin dipakai untuk memikirkan makan, tidur dan senang-senang saja malah mulai bekerja keras lagi.

"Lo doyan mikir akhir-akhir ini," ucap Hesa, segelas coklat dibawanya untuk kemudian diserahkan pada si lawan bicara yang masih bergelung di dalam selimut.

"Gue doyan makan sih, Hes. Tapi dari kemaren emang lagi kepikiran," sahut Althaf yang sudah duduk diatas kasur setelah menggeliatkan badan, menerima dengan sukarela coklat paginya. Hari ini agak mendung, mereka berdua malas pergi kemana-mana dan memilih untuk menghabsikan waktu saja di apartemen Hesa. Kebetulan Kapi sedang diluar kota dan Jeje sibuk kerja kelompok.

"Kepikiran apa?" Hesa duduk di depan Althaf dan merapikan rambut masainya. Rambut itu berwarna hitam legam dan Hesa sangat menyukainya, karena Althaf sempat mengecat rambut jadi blonde beberapa bulan lalu.

"Gue kayaknya lagi naksir seseorang deh."

Pergerakan tangan Hesa berhenti, netranya beralih memperhatikan Althaf yang tengah menikmati suasana mendung dari jendela kaca. Mug coklat dia genggam dan sesekali di sesap pelan karena masih panas.

"Siapa?"

Barulah perhatian Althaf beralih padanya setelah pertanyaan itu terlontar. Althaf tersenyum sampai mata, senyum yang juga kesukaan Hesa.

"Masih gak yakin sih beneran naksir atau cuma sekedar suka aja."

"Apa bedanya suka sama naksir?"

"Beda." Mug diletakkan ke atas nakas sebelum Althaf melanjutkan. "Kita bisa suka sama siapa aja, mungkin karena kepribadiannya, karya nya atau cuma karena dia jago main basket. Tapi suka belum tentu naksir kan? Perasaannya gak sedalam itu buat dipikirin lebih jauh."

Hesa menyukai sisi Althaf yang selalu melihat sesuatu dari dua sudut pandang. Dia manja karena anak tunggal, tapi dibalik itu dia benar-benar bisa melakukan apa saja sendirian. Dia tidak pernah terlalu bergantung pada seseorang.

Atau...mungkin?

Karena dia disini, di depan Hesa. Seseorang yang dia datangi ketika merasa "butuh". Ketika menurutnya hari ini sudah tidak bisa dilakukan sendirian.

Call You Mine | ChanhunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang