🍁🍁🍁
.
.
.
.
.
Beberapa hari telah berlalu, Ara perlahan tak lagi berfokus pada rasa sakitnya. Kehadiran Jungkook yang membuat Ara merasa bahwa dia tak sendiri. Pria itu begitu sabar menghadapi kekasihnya. Seperti saat ini, Jungkook terus berusaha untuk tak ikut memanas saat Ara meledak.Jungkook menghela napas panjang ketika Ara terus meminta untuk bertemu teman-temannya. Gadis itu sedang memasang wajah cemberut dan tak mau menyentuh makanan yang Jungkook buat padahal dia sudah tak makan sejak kemarin.
"Ara...."
"Kau mau memenjarakan aku atau bagaimana?! Untuk bertemu teman-temanku saja tak boleh. Yang benar saja!" ujar Ara sengit.
Jika Jungkook mengeluarkan sepatah kata, Ara akan menjawab panjang lebar dan nada suara tinggi. Dia merasa kesal karena Jungkook terus mengurungnya di apartemen seperti ini.
"Kepalaku sakit melihat dinding terus sepanjang hari!"
"Kau bisa menghubungi teman-temanmu itu dan melakukan panggilan video, kan? Bukankah kau sudah mendapatkan nomor ponsel mereka lagi?"
"Kau gila?! Aku benar-benar tak percaya jika kau sebenarnya memiliki sifat menyebalkan begini. Kau pikir aku teroris atau mengalami gangguan jiwa makanya harus kau kurung? Sebenarnya kau menganggapku apa?! Kurasa derajatku ini tak lebih tinggi dari seekor binatang peliharaanmu. Bahkan Bam saja kau perbolehkan keluar rumah walau di tempat pelatihan khusus atau di rumah keluargamu. Berarti derajat Bam lebih tinggi daripada aku," cecar Ara berapi-api.
"Apa yang kau bicarakan? Kenapa kau membandingkan dirimu dengan Bam? Kau--"
"Aku bosan...." ucap Ara bersungguh-sungguh. Dia menghadap lurus pada presensi Jungkook dan menatap dalam mata pria itu. "Tolong jangan begini. Aku tak nyaman."
Jungkook terdiam beberapa detik. Melihat ekspresi Ara berubah dari marah-marah dan terus mengomel jadi datar dan membalas pendek ucapannya, Jungkook mengerti jika Ara serius kali ini.
Jungkook meraih ponselnya lalu mengetik sesuatu pada benda pipih itu. Hening mengisi ruangan itu tanpa ada percakapan lagi antara keduanya. Setelah beberapa saat, Ara tak tahan lagi.
"Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Ara.
"Meminta Hobeom Hyeong mencari apartemen baru untukmu. Kau tak bisa kembali ke apartemen lamamu karena Aeri ada di sana. Aku juga tak bisa mengijinkan teman-temanmu datang kemari," jawab Jungkook tenang.
Ara Membelalak. "Tapi kenapa sampai membeli apartemen?"
"Untukmu bertemu teman-temanmu."
Mulut Ara sedikit terbuka. Matanya mengikuti Jungkook yang tengah berjalan menuju kamar lalu keluar lagi setelah lima menit berada di sana.
"Manager-ku sedang mengurusnya. Tunggu setidaknya sampai beberapa hari, apartemen itu sudah bisa ditempati. Ayo...."
Ara masih mencerna semua maksud Jungkook sambil mengikuti langkah pria itu menuju luar apartemen. "Kau membeli apartemen untukku bertemu teman-temanku?"
Jungkook bergumam sebagai jawaban. Dia sibuk memakai sepatu pada kakinya sendiri.
"Kenapa harus membeli apartemen? Tunggu dulu. Kita mau ke mana?"
Jungkook memegangi kedua bahu Ara lalu mendudukkan gadis itu pada sebuah kursi, kemudian dia mengambil kedua sepatu Ara dan memakaikan pada kaki gadis itu.
"Jungkook, kita mau ke mana? Kau bilang hari ini kau tak ada jadwal apapun di perusahaan. Aku ada kelas nanti," ucap Ara masih dengan keheranan yang menyelimutinya. "Jungkook!" ujarnya lagi sebab Jungkook tak kunjung merespon.