Engagement

215 51 16
                                    

🍁🍁🍁
.
.
.
.
.

Ara tengah memandangi Jungkook yang baru selesai mandi dan berganti pakaian di depannya sambil memakan buah stroberi. Rambut Jungkook sedikit lebih panjang dari terakhir kali Ara melihatnya. Baru beberapa bulan tak bertemu, tubuh pria itu sudah berubah lebih besar dan keras pada beberapa bagian.

Ara merentangkan tangan ketika menyambut Jungkook. Pria itu menindih Ara, dia menaruh kepalanya pada ceruk leher wanita berbadan dua itu. Supaya janin mereka tak terhimpit, Jungkook menahan beban tubuhnya menggunakan kedua sikunya.

"Bukannya kau harus kembali sekarang? Jam 4 subuh kau sudah harus berada di Pusat Pelatihan, kan?" tutur Ara sambil memeluk kepala Jungkook.

Pria itu menggeleng perlahan. "Aku tidak mau."

"Tapi kau harus kembali," kekeh Ara. Sejujurnya, dia sedang merinding karena hembusan napas Jungkook mengenai kulit lehernya.

Jungkook meraba wajah Ara sambil terpejam. "Masih sakit? Obatnya sudah bekerja?"

Ara bergumam. "Tapi wajahku jadi aneh karena ada warna ungunya."

Jungkook beralih menatap Ara. Wajah perempuan itu memang sedikit membengkak pada bagian pipi kiri. Terdapat memar dan rona kebiruan juga di sana.

"Inilah alasan mengapa aku tak mau orang lain tahu siapa dirimu, Ara. Aku tak mau mereka menyakitimu," ucap Jungkook. Ibu jarinya mengelus alus dan pelipis Ara.

"Walaupun seandainya aku berhenti bekerja, namaku sudah dikenal banyak orang. Beberapa kali hubunganku gagal karena hal ini. Aku ...," ucapan Jungkook menggantung ketika matanya terus meneliti tiap jengkal wajah Ara.

"Aku sadar jika aku tak bisa menyalahkan situasi. Aku menganggapnya sebagai takdir. Seperti ... Aku memang ditakdirkan untuk hidup seperti ini. Itulah mengapa aku mengatakan pada member lain jika aku berani mengencani seorang gadis biasa suatu hari nanti, itu artinya aku serius menyukainya. Karena ... Gadis itu akan berada dalam bahaya. Itu berarti aku harus benar-benar yakin untuk mengambil langkah lebih jauh. Aku tak mudah menyukai seseorang, Ara. Dan baru denganmu, aku merasa takut kehilangan." Jungkook kembali berucap.

"Aku tidak keberatan. Tidak apa-apa kalau aku disembunyikan terus. Sebenarnya, aku juga tidak suka jika banyak orang mengetahui hal pribadi tentangku terlalu jauh," jawab Ara. Matanya itu terpejam ketika merasakan gerakan halus dari jemari Jungkook yang terus menari-nari pada permukaan wajahnya.

"Aku sudah berusaha menjagamu. Maafkan aku jika aku masih kecolongan."

"Tidak," jawab Ara. "Aku yang salah. Seharusnya aku tak mudah percaya pada seseorang. Tadinya, aku berpikir jika Nemo sungguh ingin menemuiku karena kami memang cukup akrab ketika bekerja. Aku tidak tahu kalau dia tengah mengelabuiku," sesalnya.

"Nemo tak sepenuhnya bersalah, Sayang."

Kedua alis mata Ara bertaut. "Maksudmu?"

"Aku tahu di mana keberadaanmu dari Nemo. Dia menghubungiku dan Jimin Hyeong. Hobeom Hyeong juga. Jika dia sungguh ingin terlibat dalam penculikan itu, kenapa dia memberitahu kami?" ungkap Jungkook.

Ara terlihat sedang berpikir keras. Gadis itu bukan seorang yang rumit dalam berpikir. Dia tak pandai berpura-pura dan akan terlihat seperti bagaimana emosi yang dia rasakan. Itulah mengapa dia sulit memahami jika orang lain berpura-pura di depannya.

BLINDED BY LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang