14. Kenapa?

1.2K 80 8
                                    

"Argita gue nanya sama lu, lu gak terpaksa kan?" Zee menekankan setiap kata dari pertanyaannya.

"Kenapa lu diam sih Git." lanjut Zee mulai kesal.

Adel yang merasa bahwa Zee mulai emosi, dengan cepat Adel menahan saudaranya itu. "Zee udah jangan emosi." cegah Adel.

"Gimana gue gak emosi, lihat teman lu. Gue cuma nanya gitu doang, tapi dia malah diam. Seakan yang gue katakan itu benar kalo dia terpaksa." kesal Zee.

"Gue gak tau." balas Gita tiba-tiba.

"Maksudnya lu gak tau tuh gimana?" tanya Zee kesal.

"Iya Git, maksudnya lu gak tau itu apa?" sahut Adel ikut bertanya.

Gita menghela nafas kasar, ia benar-benar bingung. "Saat gue minta maaf sama Kathrina, gue bilang sama dia untuk gak nyerah ngejar gue. Tapi disisi lain gue juga ada perasaan terpaksa minta maaf sama Kathrina."

Brak! Zee berdiri dari duduknya dan langsung menarik kerah baju Gita, membuat sang pemilik ikut berdiri. "Lu brengsek! Argita!"

"Zee! anjir jangan baku hantam disini!" panik Adel langsung berdiri melihat Zee menarik kerah baju Gita. "Lepas Zee, kita omongin baik-baik. Kalo emang lu mau hajar Gita karena kelakuannya silahkan, tapi bukan disini."

Mendengar ucapan Adel. Zee berdecak kesal, langsung melepaskan tangannya dari kerah baju Gita, dirinya pun kembali duduk dengan emosi.

Adel pun ikut duduk kembali. "Lu juga duduk Git, bisulan lu." pinta Adel sedikit meledek mencoba mencairkan suasana.

Mengikuti permintaan Adel. Gita kembali duduk, sebenarnya saat Zee menarik kerah bajunya, dirinya sudah sangat terima untuk dipukul saat itu juga.

"Lu tau kan Git. Dengan lu ngomong gitu ke Kathrina, lu ngasih dia sebuah harapan, dan lu ternyata minta maaf sama Kathrina aja dengan perasaan yang terpaksa. Itu namanya lu brengsek Argita." Zee menghela nafas kasar, mencoba untuk tidak membuat keributan saat ini juga.

"Gue tau dan gue sadar. Gue ngasih Kathrina harapan karena emang gue berharap Kathrina benar-benar bisa bikin gue lupa sama masa lalu. Gue juga capek terjebak terus seakan-akan gue emang gak boleh lepas dari dia, padahal gue tau dia ninggalin gue tanpa alasan dan penjelasan, hilang dari hidup gue gitu aja." lirih Gita, mengingat seseorang yang pernah mengisi kehidupannya tetapi tanpa sebab orang yang ia sayangi pergi begitu saja.

"It's okay Git, now I understand why you are like this. Ada masanya seseorang akan jadi brengsek karena suatu kekecewaan. Lu cuma berusaha lepas dari semuanya." ucap Adel.

Zee mengkerutkan dahinya, Adel memaklumi perlakuan Gita?

"Del? lu ngebela kelakuan Gita? dia salah loh Del." ucap Zee masih menentang.

"Zee..coba lu berpikir dingin dulu jangan emosi. Lu harus lihat dari posisinya Gita juga, Gita cuma berusaha ngelupain semuanya. Kita sebagai teman harus bisa bantu dia, walau emang gue akuin cara Gita salah." ujar Adel.

Zee mengusap rambutnya kebelakang, menatap Gita yang terlihat menatap kosong kebawah. "Haahh..oke," mendengar Zee mulai berbicara, Gita pun menatap Zee dan kini keduanya saling bertatapan. "Gue juga bakal bantu lu Git. Tapi kalo lu emang udah kelewat batas, jangan marah seandainya tangan gue mukul wajah lu ini."

Gita tersenyum tipis, karena teman-temannya masih ingin membantu dirinya. "Thank you guys, makasih selalu ada buat gue."

Adel terkekeh kecil. "Santai aja kali, kayak sama siapa aja lu." ucap Adel mencoba mencairkan suasana.

"Udah deh daripada suasana mellow gini, mending gue minta rokok Del." pinta Zee, sebenarnya ia sengaja mengalihkan topik.

"Gak modal banget lu." cemoh Adel, mengeluarkan bungkus rokok dari kantungnya.

Long Journey (GitKath)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang