📍Chapter 15

5.5K 563 33
                                    

Hehehe 😏

.

.

Ekspresi dokter muda itu semakin mendingin mendengar penjelasan Daraya. Daraya sendiri sedikit tertegun melihatnya.

Well, dari ingatan Daraya asli, Andrea ini orang yang ramah walau wajahnya sangar. Seperti Kenan yang terbiasa bersikap seperti orang idiot, Andrea pun tak beda jauh walau tak separah pria aneh itu.

Melihat Daraya yang terdiam kaku, Andrea menghembuskan nafasnya kasar. Memejamkan matanya sambil memijat pangkal hidungnya, mencoba mengontrol emosinya.

"Sorry."

"It's ok."

Andrea kembali menghembuskan nafasnya kasar setelah dirasa ia sudah menetralkan emosinya. Ia bangkit dari kursinya dan berjalan kearah Daraya untuk memeluknya. Menyembunyikan wajahnya di ceruk leher pria itu.

Daraya sendiri semakin kaku bak patung. Dia tak pernah seintim ini dengan seorang pria sebelumnya.

Kejadian sebelumnya dimana ia menangis di pelukan Fyodor dan Dimitri tidak dapat dihitung karena saat itu emosinya sedang kacau dan pikirannya tak jernih.

Namun, saat ini Daraya sedang dalam kondisi sangat sadar dan baik. Jadi dia sedikit bingung. Dengan kaku, ia memutuskan untuk membalas pelukan Andrea.

Andrea sendiri langsung menggendong pria itu dan mendudukkannya di meja kerjanya setelah ia merasakan Daraya membalas pelukannya.

Daraya menatap Andrea tajam, ia sedikit terkejut dengan tindakan pria itu. Sementara yang ditatap tajam malah tersenyum seperti orang bodoh.

Belum sempat Daraya mengeluarkan protesnya, Andrea sudah membungkamnya. Menjerat bibirnya kedalam permainan lembut dokter tampan itu.

Awalnya Andrea hanya melumat dan membelai bibirnya dengan lembut. Lalu lambat laun, pria itu mulai menggigit pelan sebagai sinyal untuk Daraya membuka mulutnya.

"Mphh-"

Daraya mendesah tertahan ketika Andrea berhasil menerobos dan menjerat lidahnya kedalam permainan panas.

'Oh, sial. Dia cukup lihai.' Batin Daraya.

Tanpa mau kalah, Daraya tak membiarkan Andrea mendominasinya dalam permainan ini. Dan terjadilah perang dominasi antara keduanya.

Lama mereka melakukan French kiss, tanpa disangka Andrea lah yang pertama memutuskan untuk berhenti.

Dengan nafas tak karuan keduanya saling menatap dalam diam. Entah kenapa juga Daraya sempat merasa tak rela saat pria itu melepaskan tautan mereka.

Andrea tersenyum melihat bibir basah Daraya yang memerah itu. Mengecupnya lembut sekali lalu merapihkan surai putihnya yang berantakan.

"Sebentar lagi makan siang, lo harus jemput baby, kan?"

Daraya yang sudah mulai teratur nafasnya, hanya mengangguk pelan. Ia turun dari meja kerja dokter itu dan mmeraih paperbag yang ia bawa tadi dan menaruhnya di meja.

"Bekal. Gua tau lo suka lupa buat makan."

Andrea tersenyum lebar dan mencium kedua pipinya. "Thanks, baby."

"Najis. Geli tau ga. Cari pasangan sono dah biar lo kaga nempel terus ke gua."

Andrea terkekeh gemas dengan tingkah bosnya. Walaupun jawabannya kasar, pria itu tidak membantah di panggil baby dan tidak mengusap wajahnya dalam gerakan membersihkan.

'Menggemaskan.' Pikir Andrea

"Kan lo pasangan gua Ray."

"Eh asu, maksud gua itu pacar kek, istri kek. Bukan pasangan fwb anjir."

"Iye dah iye tar gua kasih tau kalo dah dapet."

"Dah lah gua cabut sekarang. Bye."

"Hati-hati Ray."

"Mn."

Daraya pun keluar dari sana meninggalkan Andrea yang langsung membuka bekal pemberian Daraya dan memakannya dengan tenang sebelum pekerjaan menganggunya kembali.

Di depan ruangan, Sava yang melihat Daraya keluar langsung berdiri dan menghampirinya. Baginya, Daraya merupakan penyelamatnya dan dia cukup baik padanya, jadi Sava menghormatinya.

Tapi, dia juga belum sepenuhnya percaya dan Daraya tidak memaksanya, Sava cukup senang dengan hal itu tapi ia tetap tidak bisa lengah.

"Kita akan menjemput kedua anak saya dulu. Kamu tak apa bukan?"

"Un. Terimakasih, aku sudah merepotkan paman."

"Kamu itu masih anak-anak. Sudah sewajarnya merepotkan orang dewasa. Jangan memikirkan hal tak berguna, fokus saja pada penyembuhanmu."

"Un, tetap saja terimakasih karena paman sudah menyelamatkan ku dan merawatku."

"Sama-sama. Oh ngomong-ngomong anak saya kembar, keduanya hanya dua tahun lebih muda darimu. Jadi kamu tak perlu merasa canggung."

Sava mengangguk pelan, keduanya jatuh dalam keheningan yang nyaman. Daraya yang fokus menyetir dan Sava yang fokus membaca sebuah buku cerita milik Lesta yang tertinggal di mobil.

Sesampainya di lingkungan Sirius, seperti biasa saat mobil Rolls Royce Cullinan Blacked-out itu memasuki halaman, orang-orang yang berada dekat di sana menatap mobil itu dengan tertarik dan penasaran.

"Ayo." Ajak Daraya ketika ia sudah memarkirkan mobilnya dengan sempurna.

Ketika keduanya turun dari mobil, pekikan keras terdengar membuat Sava berjengit terkejut dan refleks bersembunyi dibalik kaki Daraya.

"Tenang nak. Mereka hanya anjing gila yang menggonggong dan meneteskan air liur untuk ketampanan, tak akan menggigit."

"Pftt."

Daraya tersenyum kecil saat melihat Sava mulai rileks kembali setelah mendengar penuturannya.

Keduanya berjalan ke arah kelas si kembar yang ternyata sudah kosong dan hanya tersisa sang guru yang sedang membereskan kekacauan.

"Permisi."

Guru itu menghentikan kegiatannya dan menatap kearah Daraya dan Sava yang berdiri di dekat pintu.

"Ah, tuan Daraya. Anda mencari tuan muda Levka dan tuan muda Lesta?" Tanya guru itu yang sudah sering bertemu dengan Daraya asli sebelumnya.

"Mn."

"Kedua tuan muda baru saja pergi tuan. Mereka di jemput oleh dua siswa SMA yang mengatakan kalau mereka mengenal anda."

"Begitu. Terimakasih."

"Sama-sama tuan."

Daraya pun memilih pergi dari situ. Dia berjalan ke arah kantin. Sementara Sava hanya mengikutinya tanpa bicara.

"Kalau ada yang ingin ditanyakan, katakan saja." Ucap Daraya memecah keheningan antara keduanya.

"Um... Apa paman tak panik?"

"Hm? Mengapa harus panik?"

"Anakmu tak ada di kelasnya."

"Oh... Kamu tenang saja, hanya ada dua murid SMA Sirius yang dekat dengan kedua anakku, dan saya tahu betul latar belakang mereka, jadi tak perlu khawatir."

Sesampainya di kantin bersama, Daraya menghentikan langkahnya dan mencari keberadaan kedua anaknya.

"Um, paman... Apakah itu mereka?" Tanya Sava sambil menunjuk ke arah meja yang berada jauh di pojokan berisi beberapa anak remaja yang sepertinya populer sedang bersama dua anak kecil kembar.

Daraya melihat ke arah yang ditunjuk Sava. Di sana, ia menemukan kedua anaknya sedang bercanda ria bersama Cheryl, Langit, Rigala dan Lintang juga teman-teman satu sirkelnya anak itu.

"Ah ya. Itu mereka. Ayo kesana."

Daraya menggenggam tangan Sava dan membawanya ke arah meja itu.

.

.

.

Tbc

DARAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang