Mine 11

1K 65 22
                                    

Saat pertama kali membuka kedua matanya, Hirima langsung menyadari bahwa dirinya saat ini tidak berada di rumah melainkan masih di kantor Haru. Seluruh tubuhnya dibaluti selimut tebal, Hirima tidak ingat apa yang terjadi, tetapi Hirima masih ingat begitu jelas saat melihat perbuatan tidak senonoh Haru dan adik tirinya. Mengingat itu membuat hatinya berdenyut sakit.

"Had you awake?" Haru duduk di tepi ranjang, menyibakan anak-anak rambut yang menutupi wajah Hirima. Tidak merespon dan hendak membalikkan Tubuh, Haru sudah lebih dulu mengultimatum.

"Jangan membelakangiku, Hirima." Namun Hirima tetap tidak peduli, membalikkan badannya membelakangi Haru lalu dapat dia rasakan Haru ikut berbaring di sampingnya seraya memasukan tangan ke dalam bajunya. Sekuat tenaga Hirima menyingkirkan tangan Haru, tetapi Haru malah meremas kuat perut Hirima.

"Sakit," gumam Hirima merintih kesakitan. Haru tuli, tidak mau mengendurkan remasannya. Dia menikmati bagaimana Hirima merintih dan memohon ampun.

"Kak, sakit. Lepas." Isakannya lolos saat tidak bisa lagi mentoleransi sakit yang dirasakan. Untuk pertama kalinya Hirima mendapat perlakuan seperti ini dari Haru.

"Kamu udah berani, ya? Masih mau melawan ucapan aku, hm?" geram Haru tepat di telinga Hirima lalu menggigitnya kuat sehingga Hirima memekik nyaring.

"Ampun, enggak lagi. Maaf kak." Hirima berteriak mohon ampun sembari menggelengkan kepala mematuhi ucapan Haru.

"Janji jadi good girl?" bisik Haru masih menggigit telinga Hirima tetapi tidak sekuat tadi.

"Janji." Hirima sudah menangis hebat meminta dilepaskan, tetapi Haru masih terus menyiksanya.

"Janji omongannya dijaga?"

"Iya, aku janji."

"Aku nggak suka ucapan kamu tadi, sayang. Seemosi apapun kamu, aku mohon jangan pernah ada kata cerai yang keluar dari mulut kamu. Paham?" Tangan yang tadinya meremas kuat perut Hirima kini mengelusnya seringan kapas sehingga Hirima harus menahan napasnya.

"Jawab Hirima, bilang kalau kamu paham," titah Haru kembali menggigit telinga Hirima.

"Paham, kak. Aku paham."

"Good girl," ucap Haru dengan perlahan dan lemah lembut membalikkan tubuh Hirima agar menghadapnya. Dilihat wajah penuh ketakutan dan air mata itu dengan seksama. Biasanya Hirima akan menjadi gadis pembangkang, melihatnya sekarang, gadis itu seperti tidak berdaya. Dan, Haru menyukai ketidakberdayaan itu.

Haru mengusap air mata yang terus bercucuran itu lantas menarik tubuh bergetar istrinya ke dekapannya. Biasanya Hirima akan merasakan ketenangan saat berada di pelukan Haru, tetapi kini perasaannya campur aduk : marah, kecewa dan ketakutan.

"Sayang, masakannya enak. Kamu belajar dari mana?" tanya Haru sudah kembali seperti semula. Hirima masih membeku di tempat, pikirannya tidak terlalu jernih untuk menjawab pertanyaan Haru. Terlalu shock dan takut mendominasi.

"Hirima!" tegur Haru menepuk pelan pipi Hirima. Si empunya terkesiap tidak berani menatap Haru dengan kedua tangan saling bertautan. Entah kenapa hari ini Haru begitu menyeramkan.

"Berapa kali aku bilang kalau aku tidak suka diabaikan." Setiap ucapan Haru memiliki intonasi yang dominan membuat Hirima reflek menggeleng.

"Maaf," cicit Hirima. Haru mengembuskan napas kesal. Dirinya sangat paham bahwa Hirima masih terkejut atas perlakuannya dan adegan bersama Andini tadi, tetapi demi apapun dan Haru berani bersumpah dia sangat mencintai Hirima, tidak ada alasan baginya untuk menduakan Hirima terlebih dengan Andini. Adik tirinya itu begitu menyebalkan, sangat terobsesi kepada dirinya sejak kedua orang tua mereka menikah. Jika Haru bisa membunuh wanita keparat itu sudah dari dulu dia akan mengeksekusi Andini.

"Look at me, sayang!" Meski intonasinya lembut, tetapi Hirima masih ketakutan dan langsung menuruti ucapan Haru.

"Jangan dipikirkan tentang kejadian tadi. Aku minta maaf, demi Tuhan aku tidak memiliki hubungan apapun dengan Andini. Dia yang datang kepadaku terlebih dahulu dan memaksaku untuk melakukan hal itu. Sayang, maafkan aku."

"Iya," jawab Hirima singkat. Dia tidak tahu harus membalas apa. Hirima hanya takut Haru akan menyakitinya.

"Harus dengan apa aku membuktikannya sayang? Kamu mau aku memenggal kepalanya? Iya?" Hirima menggenggam telapak tangan Haru seraya menggeleng ribut. Air matanya kembali lolos mencegah Haru melakukan hal gila.

"Jangan."

"Aku bisa gila kalau kamu terus begini sayang. Tolong percaya aku," ucap Haru frustrasi.

"Pulang, aku mau pulang," gumam Hirima memilin ujung kemeja Haru dan berusaha semaksimal mungkin mengindari percakapan rancu tentang kejadian tadi. Hirima tidak mau jika Haru akan melakukan hal gila lagi kepada Andini.

"Baik, ayo pulang sayang." Haru tersenyum lembut mengecup kening lalu bibir Hirima sebelum bangkit untuk membawa Hirima pulang.

⛄⛄⛄

"Kamu belajar masak sendiri, ya? Hebat, masakan kamu enak banget." Haru kembali menghampiri Hirima yang sedang memakan sop buah yang tadi dipintanya saat perjalanan pulang. Haru tidak langsung membelikannya, tetapi dia membuatnya sendiri di rumah agar kebersihannya terjamin.

Melihat Hirima hanya fokus memakan sop buah itu tanpa memedulikan rambut menjuntai hingga mengenai mangkuk, Haru terkekeh renyah menyingkirkan itu seraya menyimpannya di belakang telinga Hirima.

"Aku nggak akan melarang kamu memasak selagi itu tidak berbahaya, tetapi sayang aku cuma mau kasih tau bahwa ketika kita selesai masak, maka kita harus membersihkan dapurnya kembali." Haru tidak masalah jika Hirima menghancurkan seisi rumahnya pun, tetapi Haru hanya ingin memberi pemahaman.

Hirima mendongak. "Maaf, lain kali akan aku bersihkan." Lalu menunduk risau. Melihat gelagat aneh Hirima, Haru langsung bersimpuh di bawah Hirima lantas menggenggam kedua tangan itu. "Enggak, nggak perlu minta maaf, ya. Aku cuma kasih tau saja, aku bangga karena kamu sudah berani menyajikan makanan untukku. Terima kasih ya." Haru mengecup penuh perasaan punggung tangan Hirima.

"Makanannya enggak enak?" tanya Hirima waspada. Haru menggeleng cepat menyangkal pikiran itu.

"Enak banget sayang, nanti aku ajarkan memasak, mau?"

"Mau." Haru bangkit, menepuk kepala Hirima pelan sebagai balasan bahwa dia bangga kepada istrinya itu.

"Setelah selesai makannya, kamu langsung mandi, ya? Setelah itu tidur. Jangan begadang lebih dari jam sepuluh, paham?"

"Iya kak, paham." Hirima mengangguk lantas segera menghabiskan sop buah yang masih tersisa banyak. Saking paniknya karena takut membuat Haru marah, Hirima tersedak sehingga sop buah itu berceceran di meja makan.

"Sayang, santai saja. Makan dengan tenang. Aku nggak akan langsung menyuruh kamu tidur." Haru mengusap sisa sop buah yang ada di ujung bibir Hirima dan sigap mengelap semua kekacauan yang Hirima perbuat.

"Maaf kak, biar aku saja."

"Enggak papa, kakak mau beberes dapur dulu sebentar. Kalau sudah selesai langsung ke kamar saja." Haru masih sibuk mengelap sisa sisa sop buah yang masih berantakan di meja makan.

"Iya, aku sudah selesai."

"Oke, tunggu kakak di kamar ya, ini sebentar lagi selesai." Hirima hanya mengangguk patuh lantas bergegas naik ke lantai dua di mana kamarnya berada.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Obsession Of Crazy HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang