EFFORT?

51 29 24
                                    

"Selly, di gedung sekolah ada Hangga. Dia ingin bicara denganmu. " Lapor Aleysa.

"Sekarang? " Tanyaku.

"Tentu, apakah kamu mau menemuinya? "

"Iya, tapi kamu temani aku ya, Ca. " Jawabku yang diangguki oleh Aleysa.

Kami pun beranjak menuju gedung sekolah. Kulihat Hangga dari kejauhan, dia sudah ada disana sejak tadi atau bagaimana entha aku tidak tahu. Yang jelas aku penasaran apa yang akan dia bicarakan denganku.

"Halo." Sapaku terlebih dahulu.

"Hai." Jawabnya kikuk.

"Mau bicara apa? " Tanyaku langsung pada inti.

"Terimakasih sudah mau memberikan aku kesempatan, aku tahu mungkin kamu belum bisa lupa. Sama, aku pun juga. Terimakasih sudah mau mendengarkan Mama. Asal kamu tahu, Sel. Mama senang aku kenal denganmu, katanya aku jadi lebih baik dari pada sebelum sebelumnya. Dan ku akui itu memang benar. Maaf aku sudah menceritakan banyak tentangmu pada Mama tanpa izin darimu. Sekarang, aku mau kita bukan cuma dekat dan saling suka, aku ingin kita dekat saling suka dan terikat. Maaf kalau belum bisa mendatangi orang tuamu langsung bersama orang tuaku, untuk meresmikan hubungan ini. Masa depan kita masih panjang, tapi aku nggak mau kehilangan kamu." Ungkapnya panjang lebar.

"Mau kah kamu menjadi wanita nomor dua setelah ibuku, menjadi pelipur laraku, menjadi tempat pulang, menjadi kekasih dihatiku?"

Deg

Jantungku bertalu, berdebar lebih kencang dari biasanya. Seolah pasokan oksigen tercekat di kerongkongan.

"Mau kan Sel? " Tanya nya lagi.

Aku yang masih shock akan keadaan saat ini tak mampu berkata kata, aku hanya menganggukkan kepala saja pertanda aku menyetujui pertanyaan Hangga. Terpancar senyum manis di wajah Hangga melihat anggukanku. Matanya berbinar haru. Pipinya bersemu merah.

"Boleh panggil kamu baby nggak? " Tanyanya membuat rona pipiku memerah.

"Senyamanmu saja. " Jawabku.

"Thanks for everything. " Ujarnya sembari menggenggam kedua tanganku. Namun buru buru kulepas genggamannya karena jujur ini adalah kali pertama seorang pria bukan mahram menyentuhku.

"Maaf, aku terlalu senang sampai kelewatan. " Ucapnya menyadari itu.

"Aku kembali ke asrama dulu. Takut ada orang yang memergoki kita. " Pamitku.

---

Waktu terus berjalan. Bulan demi bulan berlalu dengan berbagai dinamika di pesantren. Hangga terus menunjukkan niatnya untuk berubah melalui surat-surat dan perhatiannya. Aku, meskipun masih hati-hati, mulai merasakan sedikit ketenangan. Wina dan Aleysa masih waspada, tapi mereka sudah mulai menerima kenyataan bahwa aku memilih untuk memberikan kesempatan kedua kepada Hangga.

Suatu hari, saat aku sedang duduk di maqbaroh kiai sembari membaca Al-Qur'an, aku melihat seorang santri laki-laki berjalan ke arahku. Aku mengenalinya, ia adalah teman Hangga, Melvin.

"Mbak Selly, Hangga bilang ia ingin bertemu mu nanti malam di gerbang. Nanti biar Hangga panggilkan. Permisi. " Ucapnya seraya melangkahkan kaki pergi dari area maqbaroh kiai

Aku bergegas menceritakannya kepada Aleysa dan Wina tentang hal itu, kebetulan mereka duduk tidak jauh dari tempatku.

"Aku rasa Hangga ingin mengungkapkan sesuatu yang penting," kataku pelan.

"Apapun itu, kamu harus tetap hati-hati, Sel," ujar Wina, matanya penuh perhatian.

"Kami akan ada di dekat sana kalau kamu butuh apa apa." tambah Aleysa dengan senyum meyakinkan.

Setelah pulang madrasah diniyah, Hangga benar benar memanggilku melalui mbak mbak petugas penjaga pos pemanggilan. aku segera menuju gerbang putri dengan perasaan berdebar. Wina dan Aleysa mengikutiku dari kejauhan sembari mengawasi gerak gerik yang akan kami lakukan. Tak lama kemudian, Hangga muncul dengan wajah serius.

"Terima kasih sudah datang." katanya sambil tersenyum lembut.

"Ada apa, Hangga?" tanyaku penasaran.

"Aku cuma mau bilang, kalau kamis minggu depan aku akan tasmi' 17 juz bil ghoib. Mohon doakan ya semoga lancar." ujarnya sambil tersenyum manis.

"Pasti, aku do'akan semoga diperlancar segala urusanmu." Jawabku dengan hati berdebar.

"Btw, bukankah akhir tahun masih lama ya? Dan tasmi' an putra biasanya di akhir tahun menjelang haflah. Apa sudah diganti peraturannya? " Tanyaku penasaran.

"Tidak. Sebenarnya peraturannya itu Tasmi' boleh dilakukan kapan saja, tapi santri putra kebanyakan melaksanakan tasmi' di akhir tahun." Jelasnya.

"Oh berarti kamu mau tasmi' duluan ya biar ga ribet? " Tebakku.

"Nggak juga. Aku melakukannya karena di hari itu adalah hari dimana orang yang kucintai lahir. Aku tidak bisa memberikan barang mahal, karena kutahu seleranya bukan yang murah murah. Aku hanya mampu memberinya kado tasmi' 17 juz bil ghoib sesuai umurnya, kuharap dengan begitu Allah memberikannya umur yang barokah, rezeki melimpah, dan bahagia yang amerta. " Ungkapnya dengan mata berbinar binar.

Aku yang mendengar ungkapannya sedikit heran dengan hari yang Hangga maksud, namun ketika aku mulai faham akan hari itu, aku merasa ada banyak sekali kupu kupu beterbangan di perutku. Ingin sekali rasanya aku mencak mencak saat ini juga.

"Oh, yasudah yang semangat ya tasmi' nya. " ujarku dengan pipi bersemu merah.

Hangga tersenyum lebar. "Terima kasih, Selly. Dengan kamu memberikanku kesempatan kedua saja sudah sangat berarti buatku."

"Yasudah aku kembali ke asrama dulu ya. " Pamitku.

"Iya, see you later baby. " ujarnya
Aku kembali ke asrama dengan perasaan campur aduk. Wina dan Aleysa mengerubutiku dengan rasa ingin tahu yang tinggi.

"Apa yang dia katakan?" tanya Wina tidak sabar.

"Dia bilang dia mau tasmi' 17 juz minggu depan, dan dia melakukannya sebagai kado ulang tahunku," jawabku dengan sedikit malu.

"Sumpah? Romantis banget." komentar Aleysa sambil tersenyum.

Wina menghela napas panjang. "Kalau dia benar-benar berubah, aku akan mulai percaya padanya. Tapi aku tetap akan waspada."

"Aduh Wina jangan gitu terus dong ke Hangga. Mungkin memang kesalahannya di masa lalu cukup fatal, tapi Selly saja sudah memaafkannya. Kita cukup doakan semoga Hangga benar benar berubah. " Nasihat Aleysa membuatku tersenyum mendengarnya.

Malam itu, aku merenung di kamar.  Aku berdoa semoga keputusan yang aku ambil adalah yang terbaik untuk kedepannya.

Dan untuk pertama kalinya, aku merasa bahwa memberikan kesempatan kedua bukanlah sebuah kesalahan, melainkan sebuah jalan menuju perubahan yang lebih baik.

---

TERTINGGAL [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang