DESAS DESUS

33 24 10
                                    

"Panggilan kepada saudari Sellyana Anggrea asrama Al-Baqarah, dikunjungi keluarganya," begitu suara toa itu berbunyi memanggil namaku, membuatku terperanjat kaget. Karena Ummi dan Abiku tidak menelepon jika akan menyambang, biasanya beliau selalu memberitahuku jauh-jauh hari sebelumnya jika akan berkunjung.

Namun, lekas saja aku menuju balai pengiriman dengan hati berdebar. Setelah sampai di sana aku tidak melihat keberadaan Ummi dan Abiku. Apa iya aku dikerjai? Tapi sepertinya tidak, karena yang menyiarkan di toa bukan santri biasa, namun pengurus keamanan.

"Mamiii," teriak seseorang yang baru muncul dari balik pintu.

"Zakiaaa," teriakku juga. Aku segera memeluknya, sudah lama aku tak bertemu dengannya, entah sudah berapa bulan ia mengambil cuti. Tapi intinya aku sangat rindu pada sosok itu.

"Kok lama banget sih baliknya?" tanyaku.

"Ayahku baru sembuh dari sakitnya, dan aku gak bisa tinggalin Ayah dalam keadaan sakit," jawabnya.

Aku hanya ber-oh ria saja mendengarnya.

"Yasudah ayo masuk ke asrama, sudah belum kamu disambangnya?" tanyaku.

"Sudah, Mi, ayo ke asrama saja," ujarnya.

Kami pun kembali ke asrama sembari berpegangan tangan seperti anak kecil yang hendak menyeberangi jalan. Hehe.

"Assalamualaikum," teriak Zakia membuat Aleysa yang tengah mengobrol dengan Wina di depan kamar terkejut mendengarnya.

Zakia adalah gadis periang, ceplas-ceplos, cantik ditambah dengan mata sipitnya seperti Chinese, juga pipi chubby yang rasanya gemas sekali ingin kucubit. Tapi minusnya dia cuma rada bego saja. Sering tidak nyambung juga saat diajak ngobrol, sifatnya yang kekanakan menambah sifat lucunya.

"Lho, bocilll?" ucap Wina sembari memeluk Zakia.

"Kangen bangett. " Ucap Wina.

"Iya dong, kan aku emang ngangenin. " Jawab Zakia dengan percaya diri.

"Asemm." Ujar Wina sembari melepas pelukan mereka. Lalu Zakia menyalami Aleysa.

"Kia kamu kok baru balik? Sudah berapa bulan dirumah?" tanya Aleysa basa-basi.

"Iya emang masalah buat kamu kalau aku pulangnya lama dan ga balik- balik?" Tanya balik Zakia dengan nada sinis.

"Sewot amat sih, Kia udah kayak mak lampir saja. Padahal kan aku cuma nanya. " Ucap Aleysa.

"Apaan sih lu kuntilanak." Ujar Zakia sembari membolakan bola matanya.

Gawat, genderang bendera permusuhan sudah berkibar. Zakia dan Aleysa memang tidak pernah akur. Mungkin karena umur mereka yang seumuran. Meski mereka sekelas pun mereka memang tidak bisa akur,selalu saja ada yang diributkan. Namun, aku tahu sebenarnya satu sama lain diantara mereka saling menyayangi sebagai teman. Dan Aleysa memang senang jika berselisih dengannya, kata Aleysa itu merupakan kebahagiaan tersendiru baginya melihat wajah kesal Zakia. Entahlah, aku dan Wina hanya bisa mengurut pelipis saja melihat interaksi mereka.

"Kamu baru saja sampai lho, Ki. Berhenti berantem dulu yuk, capek kita lihatnya," jelas Wina membuat Zakia mengerucutkan bibirnya.

---

"Ehem, ehem. Ciee Mbak Selly," ujar Nana, membuatku mengerutkan alis terheran.

"Apaan?" tanyaku sedikit sinis.

"Beritanya udah viral lho Mbak," ujar Nana lagi.

"Berita apaan sih, Na? Gak jelas," jawabku sewot, karena merasa ucapannya ngelantur.

"Lho? Gak jelas apanya, Mbak Sel? Udah jelas banget ini."

"Apaan sih yang kamu maksud itu?" tanyaku, karena akhirnya aku pun penasaran dengan yang ia bicarakan.

"Itu lho, Kang Hangga."

"Hangga? Kenapa?" tanyaku lagi semakin penasaran dengan maksud Nana.

"Ishh, Mbak Selly nggak peka juga nih. Itu loh, kan sekarang lagi viral berita tentang Kang Hangga yang mau tasmi' Kamis depan sebagai kado sweet seventeen-nya Mbak," jelas Nana membuatku terperangah kaget.

"Kamu tahu dari siapa? Siapa saja yang tahu perihal itu?" tanyaku mencerca.

"Yee, selow Mbak," ujar Nana sembari cengengesan.

"Serius Na, kamu tahu itu dari siapa?" tanyaku sekali lagi.

"Aku tahu dari mbak-mbak, banyak yang tahu sih. Aku nggak tahu pastinya siapa saja. Tapi katanya sih mereka tahu itu dari Mbak Siska dan Mbak Hana," ungkap Nana.

Aku semakin terperanjat kaget, mengetahui fakta yang sungguh di luar dugaanku.

"Yang bener, Na?" tanyaku khawatir.

"Iya, Mbak."

"Aku takut kena masalah gegara ini, Na. Gimana ini?" ucapku khawatir.

"Hmm, nggak bakal deh kayaknya Mbak. Udahlah biarin aja, bodo amatin semua itu," ujarnya.

Tiba-tiba saja ada Zakia sembari teriak-teriak memanggil namaku.

"Mamiii."

"Kenapa, Ki?" tanyaku.

"Mami lagi viral tauu. Aku baper dengernya," lapornya.

"Ya Tuhan, apa lagi ini," ucapku sembari mencemaskan diri.

"Mami tolong carikan pria seperti Kang Hangga ya, ah tidak, sepertinya aku akan memanggilnya dengan panggilan baru, Abah maybe? " Ucap Zakia semakin melantur.

"Hush, kamu apa apaan sih Ki. " Tegur ku.

"Hehe, canda Mamikuu. Oh ya, aku mau minta duit, Mi. 10 ribu aja deh gak apa-apa," ucap Zakia.

"Gundulmu, kamu sehari emang segitu. Nggak boleh banyak-banyak berjajan, katanya mau nabung buat liburan nanti."

"Mbak Sel, jangan keras-keras atuh ke anaknya," ucap Nana sembari tertawa melihat interaksi kami berdua.

"Hehe iya tuh Mamii," jawabnya sembari cengengesan.

Aku pun memberikannya dua lembar uang berwarna coklat dengan gambar pahlawan Dr. KH Idham Chalid. Setelah menerimanya, Zakia berpamitan kepada kami.

Setelah Zakia pergi, aku duduk di atas kasur, memikirkan semua yang telah terjadi. Berita tentang tasmi’ Hangga yang beredar di kalangan santri membuatku khawatir akan pandangan orang terhadapku. Di satu sisi, aku ingin mempercayai niat baik Hangga, namun di sisi lain, aku tak ingin terjebak dalam gosip yang bisa merusak reputasiku.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang?" gumamku dalam hati.

Malam itu, sebelum tidur, aku merenung dan berdoa agar segala sesuatunya berjalan dengan baik. Aku memohon petunjuk dan kekuatan agar dapat melalui segala cobaan ini dengan bijak. Semoga Allah memberi jalan terbaik untukku dan Hangga.

Keesokan harinya, suasana di pesantren berbeda dengan hari sebelum-sebelumnya. Beberapa teman yang ku kenal mulai menanyakan perihal tasmi’ Hangga dan hubungan kami. Aku mencoba menjelaskan sebisaku, namun beberapa tetap memasang wajah curiga. Tidak mudah menghadapi tatapan dan bisik-bisik yang seakan menilai setiap gerak-gerikku.

---

TERTINGGAL [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang