I don't know about you guys. But for me, the book store is the most comfortable place ever.
Tapi sialnya, hari ini ada Kaiden di sana. Adora tidak tahu mengapa dan bagaimana mereka bisa menyukai toko buku yang sama. Terdengar sangat aneh, bukan?
Sebenarnya tidak se-aneh itu. Tidak apa, Adora hanya perlu fokus mencari buku yang ingin ia beli saja—
"Lo masih marah soal yang di rooftop?"
—atau mungkin tidak.
Adora mendongakkan kepalanya, menatap wajah Kaiden dari samping yang sedang sibuk melihat-lihat buku di hadapan mereka.
"Emang apa yang salah di sana?" Adora sebenarnya tidak marah soal hal itu, ia hanya risih saja. Ada perbedaannya, kan?
Kaiden tidak merespon, laki-laki itu sibuk memilih-milih buku di depannya. Adora hanya mendengus, jadi lagi-lagi ia diabaikan? Padahal Kaiden baru saja meminta maaf beberapa detik yang lalu. terserah, lah. gadis itu lalu ikut memilih buku yang di jual di sana.
"Lo yang suka mainin piano setiap malam?" tanya Adora, ia sebenarnya mau menanyakan hal ini sejak beberapa pekan sebelumnya. Sayangnya ia tidak berani saja, bukan tidak berani—lebih tepatnya ia rasa itu bukan urusannya.
Tetapi jika Kaiden mau memasang peredam suara, itu menjadi urusannya. Piano itu yang bisa membuatnya tidur selama ini, kalau sudah ada peredam suara ... Adora tidak yakin tidurnya akan normal lagi.
Sialnya Adora butuh jadwal tidur yang normal, Adora butuh hal itu untuk kepentingan kuliah dan IPKnya. Dan lagi, Adora harus lulus secepat yang ia bisa agar bisa membantu Andara dengan kerjaannya secepatnya.
Kaiden menoleh, terlihat kaget dengan pertanyaan Adora, "Lo ... dengar?" tanya Kaiden ragu.
Adora mengangguk. Bagaimana caranya ia tidak mendengarnya? Kamar mereka hanya dibatasi tembok yang Adora sendiri yakin itu tidak kedap suara sama sekali.
Kaiden menghela napas, wajahnya terlihat merasa bersalah, "Sorry, gue pasang peredam suara—"
"Gak, jangan," potong Adora cepat.
Ini yang ia harus cegah.
"Kenapa emang?" tanya Kaiden heran.
"Gue suka cara lo main soalnya," jawab Adora spontan.
Kaiden terdiam sejenak, masih menatap Adora yang menatapnya serius.
"Ya? Lo mainnya bagus banget, kok, Kaiden. Gue mau dengar terus setiap hari." Adora tidak tahu apa dirinya berlebihan dengan kata-kata ini atau tidak. Apapun untuk membuat tidurnya normal.
"Oke."
***
Ting! Tepat sebelum Kaiden masuk ke dalam bangunan kos itu, satu pesan yang—mungkin—penting masuk ke dalam ponselnya.
Diki:
Gue udah ketemu tukang, nih.
Kaiden memilih mengabaikan pesan itu, lebih memilih memasukkan ponsel itu kembali ke sakunya lalu melanjutkan langkahnya untuk masuk ke dalam bangunan itu.
"Loh? Katanya tadi mau renovasi kamar?" tanya Wina bingung saat anaknya akhirnya pulang dari luar dengan membawa kantong plastik sedang di tangannya.
Kaiden menggeleng, "Gak jadi, Ma," jawabnya singkat.
"Lho? Kenapa?" tanya Wina bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
night
Romance"Kita putus." Adora menatap lurus mata Juan, tidak ada keraguan di dalam kalimat yang baru saja ia ucapkan. Juan terdiam sejenak, "Are you sure?" Tentu saja Adora yakin. Apa yang membuatnya tidak yakin untuk memutuskan laki-laki yang dengan mudahnya...