Kaiden tidak bohong, laki-laki itu benar-benar tidak memainkan pianonya di jam biasanya. Tidak satu jam setelahnya pula. Dan seperti yang Kaiden harapkan, Adora berakhir mengenaskan di atas tempat tidurnya, menatap kosong atap di atasnya dan tidak bisa tertidur sama sekali.
Setelah sepuluh menit menimbang-nimbang, akhirnya Adora menyatakan dirinya kalah dan Kaiden menang. Gadis itu beranjak dari tempat tidurnya, menuju ke dapur, mengambil beberapa kaleng soda sebelum akhirnya menuruti permintaan Kaiden, menuju ke rooftop jika ia tidak bisa tidur.
"Ternyata lo gak bohong," sambut Kaiden dengan nada sedikit sinis ketika ia mendengar suara pintu rooftop dibuka.
Adora mendekat ke arah Kaiden, "Lo gak sepenting itu buat gue bohongin," balas Adora tidak kalah sinis.
Kaiden hanya terkekeh saat mendengar balasan sinis dari gadis itu. Mungkin ini salah satu alasan mengapa Kaiden senang menjaili gadis ini, balasannya selalu di luar dugaannya.
Adora mendudukkan dirinya di samping Kaiden, meletakkan beberapa kaleng soda yang ia bawa di hadapannya.
Kaiden yang sedang memeluk gitarnya menatap soda itu, "Buat gue?" tanya Kaiden.
Adora meletakkan satu di hadapan Kaiden, "Nanti ganti tapi," tambah Adora sambil menyengir lebar.
Kaiden memutar bola matanya jengah, "Nanti gue ganti dua, deh," jawab Kaiden.
Stok sodanya kebetulan sedang habis, dan ia malas keluar di jam seperti ini—sudah hampir jam 12 Malam. Lagipula memberi gadis ini sekaleng soda tidak membuatnya miskin.
Adora tertawa, gadis itu menggeser satu kaleng soda lagi ke depan Kaiden.
Kaiden yang baru saja membuka kaleng sodanya menaikkan alisnya bingung, "Mau empat?" tanya Kaiden, parah juga gadis ini.
Adora menggeleng, "Kalau mau ngembaliin dua, ya, ambil dua," jelas Adora.
Kaiden hanya mengangguk, meneguk sodanya, lalu menatap ke depan dengan tatapan kosong. Jari jemarinya memetik gitarnya dengan nada kesukaannya.
Adora ikut terdiam, menikmati pemandangan bangunan-bangunan tinggi di depan mereka dan juga angin malam yang sesekali berhembus menembus baju kaos lengan pendeknya yang sedikit kebesaran di tubuhnya.
"Kenapa gak dengerin piano sound di YouTube?"
Adora menoleh sejenak, "Lo pikir gue gak nyoba?"
Kaiden terkekeh sinis, "Perasaan doang bisa seribet ini, ya?"
Adora mengangguk mengiyakan, "Makanya, pilih pilih mau jatuh di mana," balas Adora.
Benar juga.
Kaiden terdiam, meresapi kalimat Adora, ia kemudian menoleh, menatap Adora serius, "Kalau udah terlanjur jatuh di tempat yang salah gimana?"
Adora ikut membalas tatapan Kaiden dengan polos, "Yaudah, nikmatin aja resikonya," jawab Adora enteng.
Kaiden masih menatapnya, entah apa maksudnya. Dan Adora juga tidak ingin menatap ke arah yang lain. Ada satu hal yang Adora sadari, bulu mata Kaiden jauh lebih panjang dibanding bulu matanya—sialan.
Kaiden memutuskan eye contact mereka, ia kemudian meletakkan gitarnya, mengambil laptop yang sudah ia siapkan sedari tadi, menyalakannya, lalu membuka aplikasi streaming film kesukaannya.
"Lo mau nonton film apa?" tanya Kaiden, menoleh ke arah Adora yang sedang menikmati sodanya.
Adora menggeleng, "Gue gak terlalu update soal film," jawab Adora jujur. Pasalnya ia tidak akan mengira Kaiden mengajaknya ke atap bangunan itu untuk menonton, ia pikir laki-laki itu hanya akan membiarkannya mendengarkan alunan musiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
night
Romantik"Kita putus." Adora menatap lurus mata Juan, tidak ada keraguan di dalam kalimat yang baru saja ia ucapkan. Juan terdiam sejenak, "Are you sure?" Tentu saja Adora yakin. Apa yang membuatnya tidak yakin untuk memutuskan laki-laki yang dengan mudahnya...